Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 08 Juni 2010

Aku Memanggilnya Luka


Bergegas aku mengambil ponselku yang bernyanyi di dalam tasku. Kulihat caller id di sana, tertera nama Rona... Aku tersentak kaget. Jantungku berdegup kencang. Ada apa lagi dia menghubungiku. Jujur saja, aku telah lelah dengan segala permasalahan yang dihadapinya. Tapi, tanggung jawabku sebagai seorang sahabat, tak bisa membiarkan dia berjalan sendiri.

Dulu, dia sempat bercerita bahwa dia berpacaran dengan seorang pria yang akhirnya diketahuinya telah mempunyai seorang isteri dan dua orang anak. Pelik... Aku telah berjuta kali mengingatkannya, tapi apa yang aku ucapkan padanya sepertinya tak mendapat tempat di hati dan sikapnya.

Aku kehabisan akal. Akupun kemudian masa bodoh dengan apa yang dia jalani. Walaupun aku sahabatnya, tapi aku tak pernah bertemu dengannya. Kami hanya bertemu jika dia benar-benar memerlukan aku. Bisa dihitung dengan jari. Dia Rona, temanku sedari kecil... Kiprahnya sangat jauh denganku. Dia perokok, katanya karena tuntutan pekerjaannya sebagai seorang waitress di pub. Ah, anak itu memang sulit sekali diberi tahu. Aku yang cerewet begini saja, tak pernah digubrisnya. Sudah berkali-kali aku menyuruhnya ganti pekerjaan, namun berkali-kali pula dia membantahnya. Tapi entah mengapa aku selalu saja peduli padanya, setiap kali dia berkeluh kesah padaku. Selalu ada waktu buatnya, kendati saat aku benar-benar letih sekalipun.

"Kenapa Ka?" Tanyaku di balik ponselku.
"Deni meninggal, Flo..." Katanya sambil terisak.
"Haaaaa? Meninggal kenapa Ka?"
"Dia meninggal karena nabrak pintu kaca toko karena ngejar maling," ujarnya lirih.
"Pecahan kacanya menusuk arteri di paha kirinya, Flo... Aku sedih banget," sambungnya lagi.
"Ya udah, kamu tenang aja ya... Kamu ga usah panik, lagian kan ada isterinya. Udah ada yang ngurus segala macemnya, dan kamu ga usah pergi ke sana..." Nasihatku padanya. Aku bukannya hendak mendukung sikapnya yang masih saja berhubungan dengan pria itu. Tapi aku berusaha mengantisipasi hal yang terburuk jika dia nekat melayat.
"Oke Flo, thanks ya... Sori aku udah ganggu kamu kerja," katanya.

Kuhela nafas panjang setelah mendengar berita itu. Akhirnya, kisah cintanya berakhir tragis. Jalinan selama 2 tahun itu kandas oleh sebuah kecelakaan yang tak bisa diduga. Wajar, jika dia merasa kehilangan dan sangat sedih. Aku mencoba mengerti keadaannya.

Kini, sudah setahun kurang tiga bulan aku tak mendengar kabar dari Luka. Ah, entah mengapa aku ingin memanggilnya Luka. Dia juga telah tahu itu. Mungkin karena dia selalu saja mengalami kepahitan dan keliaran hidup dengan usia yang masih belia. Dunia malam benar-benar sudah tak asing lagi buatnya. Suatu saat dia pernah berkata padaku, bahwa dia akan merasakan apapun juga sebelum dia menikah. Tiba-tiba dadaku terasa nyeri bila memikirkan Luka. Apa kabar ya?

Bagai punya ikatan batin yang kuat, malamnya aku mendapat kabar darinya bahwa dia sudah memiliki pacar lagi. Ini kali aku agak senang mendengarnya karena pria yang bernama Aldo itu belum beristeri. Dia masih sekolah ngambil strata dua di sebuah perguruan tinggi di kota ini. Selain itu, Luka bilang bahwa cowoknya itu termasuk golongan orang tajir. Kudengar nada-nada bahagia di setiap ucapan Luka. Tentu saja aku ikut senang dengan kabar ini. Masa depan cerah buatnya terbentang sudah.

Detik-detik menemani hari yang silih berganti seolah terus berjalan tanpa mengenal ampun. Tanpa mengenal lelah dia terus berputar memenuhi setiap janjinya.
Kini, aku kembali mendengar kabar yang benar-benar membuatku tersentak dan mampu membuat seluruh tubuhku benar-benar kehilangan daya. Di kafe ini, lima menit yang lalu aku mendengar dengan telingaku sendiri dan melihat betapa bergetarnya bibir Luka saat dia berkata bahwa dia hamil. Inilah puncak dari setiap hentakan yang dibuat Luka untukku. Luka, kenapa kamu selalu mempersembahkan kedukaan buatku? Mengapa kebahagiaanmu hanya sekejap saja?
"Luka, kamu ga boleh gugurin kandunganmu. Meski Aldo menyuruh kamu untuk menggugurkannya. Aku mohon, Luka... Bujuk Aldo biar dia mau menikahi kamu," pintaku sambil berurai air mata.
"Floren...maafin aku ya...yang selalu membuatmu susah. Aku sekarang benar-benar kalut. Aku ga bisa berpikir sehat..."
"Luka, jujur, aku sekarang udah ga memikirkan kamu lagi. Aku lebih memikirkan ibumu dan bayi yang ada di dalam kandunganmu. Kebayang kan reaksi mama kamu kalo dia tahu kamu hamil? Dan...nyawa itu..." tuturku tak bisa melanjutkan kata-kataku sendiri.
"Iya Flo...aku ngerti. Aku terlalu sulit menentukan pilihan ini. Tapi aku janji, aku ga akan menggugurkan kandungan ini demi mama dan kamu, dan tentu saja bayiku ini. Jika Aldo tetep menyuruhku menggugurkannya, mungkin aku akan pergi sejauh mungkin dan merawat bayiku sebisanya aku," paparnya dengan kesedihan yang mendalam. Wajahnya yang tirus dan tubuhnya yang demikian kurus itu benar-benar mewakili perasaan dan keletihan jiwa yang dihadapinya. Kebayang kan, jika dia menggugurkan kandungannya? Dia yang kurus sekurus-kurusnya, masih harus kehilangan darahnya pula? Ngeri aku membayangkan hal itu. Aku tidak membenarkan dirinya. Tapi aku mencoba untuk memberinya sebuah pandangan untuk dia lihat dan pilih. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi selain memeluknya untuk memberikan sedikit kekuatan buatnya. Aku juga berkata bahwa aku akan tetap menunggu janjinya untuk menuruti apa yang aku bilang padanya. Penentuan sikapnya tiga hari dari sekarang, untuk meyakinkan pendirian Aldo agar dia menikahi Luka.
"Aku akan tetep mencoba, Flo meski kemungkinannya kecil. Karena dia adalah anak sulung di keluarganya, dan merupakan cucu laki-laki pertama di keluarga besarnya. Dia idealis. Ga bisa menikah sebelum dia lulus, dan mendapat penghasilan sendiri." Jelas Luka.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum buatnya. Senyum getir.
"Aku yakin, kamu bisa Ka...kumohon, pegang janjimu padaku ya," kataku lagi sambil mengusap air matanya.

Tiga hari bagaikan tiga abad buatku. Menantikan janji yang dikatakan Luka, apakah dia bisa menepatinya? Ada sebersit dugaan bahwa Luka ga bakalan bisa memenuhi janjinya buatku. Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada sms masuk. Ternyata, baru dua hari telah ada keputusan darinya bahwa Luka hendak menggugurkan kandungannya. Luka lebih memilih menuruti omongan Aldo.
Tiba-tiba rasa kecewa menyelubungi seluruh hati dan jiwaku. Aku gagal!!! Aku ternyata manusia tak berguna!!! Aku putus asa!!! Aku sedih!!!

Aku tak bisa mendefinisikan perasaanku saat itu. Kupikir, inilah klimaks dari semua yang telah kulakukan buat Luka. Semua sia-sia!!! Benar-benar luka itu telah menjadi bagian dari hidupnya, juga hidupku, karena aku tak bisa mengubah pendirian Luka. Aku luruh...aku ingin tak mempedulikannya lagi. Aku hanya bisa terdiam tak membalas satupun sms dari Luka, bahkan saat sms itu bilang bahwa flek-flek darah telah keluar dari rahimnya...

9 komentar:

non inge mengatakan... [Reply Comment]

ini cerpen yah...
aku sukaaaaa... ^^

editya mengatakan... [Reply Comment]

mantaaap

Mpey mengatakan... [Reply Comment]

Ini cuma fiksi kan mbak ? bagus banget mbak
aku sudah follow balikk ya ...

joe mengatakan... [Reply Comment]

tak kirain Luna he he ...

attayaya mengatakan... [Reply Comment]

kisah yang sangat mendalam
tapi hidup harus dihadapi terus
walao betapa dalam lukanya
akibat tak kontrol diri

Ria Nugroho mengatakan... [Reply Comment]

kisah nyatakah..

Aryadevi mengatakan... [Reply Comment]

thanks atas kunjungannya, pagi ini balik berkunjung ditengah hujan di kota Balikpapan

salam manis ^_^

attayaya mengatakan... [Reply Comment]

keep fighting
keep shining

Anonim mengatakan... [Reply Comment]

Wah aq ta myangka bgitu tragis "Nasib seorg Luka"
Mba tulisannya bnr2 mbuat aq terpaku jg terpukau, terpaku krn alur kisahx dan terpukau krn tulisan seorg Diana Wardhani yg smkn hr smkn......
Saty kata "Kereeeeeeeen"

Posting Komentar

[[ Form mobile comments ]]