Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 31 Oktober 2011

LADA : Saat Sebuah Rahasia Harus Tetap Menjadi Rahasia

Dikisahkan 5 orang pemuda yang selalu menantang segala mitos yang pernah didengarnya. Sudah banyak tempat yang mereka kunjungi, namun perjalanan mereka harus berhenti cukup sampai di sini; di satu peristiwa yang tak kan pernah bisa dilupakan.

Malam itu, dengan ditemani seorang guide, pergilah mereka ke Goa Belanda. Taman Hutan Raya IR. Haji Djuanda. Dikenal pula dengan nama Dago Pakar. Mereka bisa pergi ke Goa Belanda, asalkan sebelum jam 12 malam, mereka sudah kembali dari sana.

Setelah berjalan beberapa lamanya, Rudi yang selalu menantang keadaan dengan melanggar apa yang dilarang dilakukan di sebuah tempat, langsung bertanya, "Benarkah di sini tidak boleh menyebut LADA?"
Sontak sang guide langsung membentaknya, "Heh!!! Jangan ngomong itu!!!"

Setelah Rudi mengucap LADA, maka suasana berubah menjadi sangat tak menyenangkan. Sepertinya energi negatif langsung menyeruak. Tiba-tiba suara derap langkah kaki kuda dibarengi dengan berbagai bebunyian. Teman-teman Rudi termasuk sang guide langsung berlari sekencang-kencancangnya. Rudi pun mengikuti berlari kencang dari belakang. Namun malang, kakinya tersandung sesuatu dan akhirnya dia terjatuh, hingga tak sadarkan dirinya.

***

Akhirnya Rudi siuman, dan dia sudah tak berada di tempat dimana dia pingsan. Ternyata ia kesurupan, dan berbicara dengan Bahasa Sunda, yang marah dengan kelakuan orang-orang muda yang datang ke tempat itu dan menantang dengan melanggar pantangan yang sudah sejak jaman dahulu ditabukan untuk diucapkan.

Mereka, yang tercipta dan hidup di dunia lain tetap memiliki misteri yang menyelubungi rahasianya. Saat sebuah rahasia harus tetap menjadi rahasia, kita sebagai manusia sebaiknya tetap pula menjaga rahasia itu. Jangan terus mempertanyakannya, dan akhirnya menimbulkan sesuatu yang tidak diharapkan yang sangat mengejutkan dan merugikan banyak pihak, juga merugikan diri sendiri tentunya.



* Sumber inspirasi kisah : Nightmare Side Ardan FM

Sabtu, 29 Oktober 2011

Pembeli Adalah Raja. Masihkah Tagline ini Berlaku?

Di antara kita pastilah pernah, bahkan sering mendengar tagline "Pembeli Adalah Raja". Tagline ini sungguh sangat mengartikan bahwa pembeli adalah seseorang yang harus dihormati, dilayani dengan penuh senyum dan riang. Lemah lembut dan tidak sombong. Sang penjual mutlak harus menjalankan tagline ini jika warung atau toko atau kedai atau restoran atau penjual jasa lainnya, dan lain sebagainya yang ingin selalu dibeli oleh para pengunjungnya.


Keramahan, yang identik dengan bibir yang selalu tersungging senyuman, juga rasa hormat menghormati sebenarnya layak dimiliki oleh setiap orang. Bukan hanya para penjual kepada para pembelinya. Pembeli pun bagus kan kalo datang ke warung itu dengan senyum dan ramah. Mengucapkan terima kasih sesaat setelah dilayani oleh penjual. Tak perlu membentak-bentak kalo ada kesalahan dari penjual. 


Jadi ada ide ni, kalau saja tagline itu ditambah "Pembeli adalah raja dan penjual adalah ratu" dimana itu berarti antara pembeli dan penjual mempunyai status yang sama dan sederajat. Karena pada hakekatnya dunia dagang itu ibarat ijab kabul. Terjadinya transaksi adalah karena kedua belah pihak telah sama-sama ikhlas dalam menjual dan membeli. Terjadi serah terima. Makanya kalo di Jawa Barat seringkali terdengar ungkapan begini, "Nampi barangna, nyanggakeun artosna...." Itu kata-kata dari sang pembeli, yang artinya "Nerima barangnya, menyerahkan uangnya..." Kira-kira begitu artinya, yang menandakan bahwa baru saja terjadi transaksi jual beli.


Tagline pembeli adalah raja sepertinya telah membuat keadaan menjadi tidak seimbang. Tapi tak apalah, selama kita bisa mengambil sisi positifnya, hantam sajaaaa... :D

Jumat, 28 Oktober 2011

Sumpah Pemuda dalam Kekinian

Rasanya, dulu para pemuda Indonesia bersumpah untuk lebih mencintai tanah air, dan segala unsur yang termasuk di dalamnya.

Tetapi apa yang terjadi sekarang sepertinya hanya sumpah yang terucap dari hati nurani pemuda pada masa itu saja. Tidak untuk kita.

Implementasi kecintaan pada tanah air hanya tercapai oleh segelintir orang saja; yang benar-benar mau menjadi bagiannya Indonesia.

Budaya Indonesia sekarang ini sepertinya telah tergerus oleh segala bentuk budaya yang tidak jelas. Perkembangan jaman menjadi alasannya.

Semoga, kita dapat lebih menjunjung tinggi nilai-nilai yang dulu diemban oleh pahlawan kita, yang dengan tekadnya selalu mengupayakan sikap nasionalismenya yang membakar semangat. Bukan semangat tinggi yang terbentuk hanya untuk tawuran.

Aku Suka!

Ehm...
Entah mengapa, aku selalu suka
Melihat kembang jambu air itu berguguran di atas kepalamu; berserakan
Menambah indah warna di rambutmu; meski hanya ditambah satu warna saja

Ah, entahlah...
Sampai sekarang, aku masih saja suka melihatnya
Bagiku, tanda putih di rambutmu bukan hanya tanda kedewasaanmu
Tetapi sanggup memaparkan pengayoman dan kebijaksanaanmu yang kian hari kian bertumbuh

Kumohon, jangan kau tutupi kembang jambu air yang berserakan di rambutmu itu!
Biarlah mereka selalu menampakkan dirinya, sebagai pengingat akan diriku dan masa tuamu

Kamis, 27 Oktober 2011

Jalani Saja

Pernahkah mendengar seseorang membuat statement kepada pasangannya "Jalani saja hubungan ini apa adanya..."

Sebenarnya, tak ada yang salah dari kalimat itu. Semuanya nampak biasa-biasa saja. Tapi jika dikaji lagi, kalimat itu sepertinya akan menimbulkan perasaan ngambang pada pasangannya.

Mempersiapkan diri untuk kehilangan dirinya, bagi yang ingin memilikinya, jika dia sudah mengatakan hal demikian, mungkin akan lebih bijak. Jadi, jika pun harus terluka karena dia, ga akan jatuh dan terluka banget.

Daripada bikin statement yang ga jelas, mending ga usah bilang. Meski sebuah hubungan itu harus berakhir, namun setidaknya tak pernah membuat sebuah hati yang mencintai jadi mengambang dan akhirnya terluka parah. Bukankah membuat orang lain bahagia itu adalah ibadah?

Rabu, 26 Oktober 2011

Sebuah Perjalanan dari Ring 3 Hingga ke Ring 1 : pada suatu masa

“Ah, Indonesiaku tersayang ini rupanya sedang merayakan sebuah perhelatan yang belum pernah aku ketahui sebelumnya. Maka wajar saja jika aku melewati para paspampres, pejabat, dan bahkan orang No.1 di negeriku ini. Etapi, sebentar. Jika aku baru mengetahuinya sekarang. Maafkan aku, paspampres, yang akhirnya aku tahu saat mereka sepertinya dipersalahkan oleh banyak pihak, karena aku bisa lolos melewati penjagaan ketatnya, dan melewati para petinggi negeriku ini dari ring 3 hingga tiba di ring 1 dengan lugu dan elegan. Sekali lagi, maafkan aku. Sungguh, aku tak tahu dan aku tak bermaksud jahat. Aku hanya rakyat jelata yang tahunya mencari nafkah sesuai dengan kemampuanku.”

Itu kira-kira yang terbersit di dalam pikiranku jika aku ada di posisi I Nyoman Minta. Insiden I Nyoman Minta memang telah menggegerkan banyak kalangan. Ada yang tertawa sambil geleng-geleng kepala. Ada yang tersenyum, ada yang menyalahkan para petugas kenegaraan itu. Ada yang tidak peduli. Dan aku, termasuk dalam golongan orang yang tersenyum saja. 

Itu, jika aku sedang menempatkan diri menjadi seorang I Nyoman Minta.

Sekarang, aku hendak menempatkan diriku sebagai Presiden RI. Aku tak akan segan memanggil bapak yang lugu ini, mengajaknya tersenyum dan jika bisa, aku ingin banyak berbagi dengannya. Aku akan melupakan sejenak acara kenegaraan itu. Jika bisa, saat itu juga akan aku lakukan. Tetapi jika saat itu aku tidak bisa melakukannya, aku ingin suatu saat berkunjung ke kediamannya, setidaknya setelah acara ini selesai. Aku ingin banyak berbincang dengannya. Aku ingin membebaskan waktuku sejenak demi bapak yang lugu ini dan mendengarkannya. Mungkin, hanya ini yang diketahuinya : bekerja untuk hidup.

Timelinemu Adalah Hatimu yang Terbaca untukku dan Bagi Mereka

Pernah aku berpikir
Saat kau tak menuliskan sesuatu di sana
Mungkin pasti, aku tak pernah mengenalmu
Linimasamu adalah hatimu, inspirasi bagiku

Tuturmu yang terpapar di sana
Elegan, membuatku tersenyum
Menyadari, bahwa hari-hari teramat indah penuh warna
Melebihi sakit penyakit dan kesedihan

Lewat timelinemu kau menaruh hatimu
Menaruhnya dengan lembut dan santun
Penuh ilmu, penuh makna
Timelinemu adalah hatimu yang terbaca untukku dan bagi mereka; terima kasih

Senin, 24 Oktober 2011

I Saw You Standing There

I just want to say thanks; from the deep inside
That you always standing there
Waiting for me with your smile
I Love You...

Jumat, 21 Oktober 2011

Kisah Seputar Merapi

Tampak dari atas, tempat tinggal Mbah Maridjan dalam peringatan 1 tahun meninggalnya Mbah Maridjan


Beberapa hari di Yogyakarta, bagiku sangat berkesan. Meninggalkan jejak yang ga bisa aku lupain seumur hidupku. Saat itu, kami makan malam di sebuah angkringan pendopo, kami diajak sang tuan rumah makan malam di sana. kami bertujuh dijamu makan malam yang bagiku sangat spesial. Bukan karena dijamu lho, acara makan malam itu menjadi berkesan...hehehe, yang kebetulan saat itu pas tanggalnya aku lahir ke dunia ini.






Selain menu spesial yang dipilihkan sepasang tuan rumah ini, diantaranya wedang bledug yang isinya rempah-rempah : gula jawa segandu, sereh, kayu manis, jahe, cengkih, dan... ah, itu yang sanggup aku ingat. Sangat nikmat diminum untuk tubuh yang penat dan lelah, setelah seharian tadi, seusai bertugas, kami pergi ke Lava Tour di Desa Kinah Rejo.

Ternyata, ada kisah yang menyelubungi terkait dengan meninggalnya saudara-saudara kita yang tinggal di sekitar Gunung Merapi. Dikisahkan bahwa abu vulkanik itu menutupi seluruh area. Saat itu, pasca meletusnya Gunung Merapi, para sanak saudara mencari kerabat-kerabatnya yang sudah tidak mungkin lagi bisa ditelusur karena tebalnya abu yang mengubur hidup-hidup mereka. Tetapi, kejadian aneh itu dapat menjadi petunjuk orang-orang yang mencari saudara-saudaranya yang hilang.

Petunjuk itu berupa suara yang berkata, "Aku neng kene, aku neng kene..." yang artinya "Aku di sini, aku di sini..."
Benar saja, setelah menemukan asal suara itu, dan kemudian dibongkar, maka diketemukanlah jenazah saudaranya yang telah meninggal.

Petunjuk lainnya adalah, adanya seekor ayam yang makan di atas tanah itu. Dari mana gerangan ayam itu? Sedangkan kehidupan belum lagi ada, terutama pohon-pohon, apalagi ayam. Bahkan semak belukar pun belum lagi bertunas. Dengan feeling yang dimiliki, di bekas berdirinya ayam itu kemudian dibongkar. Akhirnya, diketemukanlah mayat yang sulit diketemukan itu.

Kisah ini memang tak bisa dimengerti dengan akal dan pikiran kita. Namun, melalui hal itu, Tuhan telah menunjukkan kasih sayangNya, kekuasaanNya kepada umatNya. Memang, tidak semua korban bisa diketemukan dengan cara seperti ini, yang hilang dan belum diketemukan masih sangatlah banyak. Tetapi menurutku setidaknya, alam pun telah turut bersimpati dan berempati kepada manusia dengan caranya sendiri.

Kamis, 20 Oktober 2011

Keberadaan Paranormal Ilmu Putih

Terkadang, aku merasakan sesuatu yang aneh saat mendengar orang-orang menghakimi paranormal. Kebanyakan orang berpendapat bahwa meminta tolong kepada paranormal adalah perbuatan yang tidak terpuji.
Lalu pertanyaan yang timbul dalam benakku adalah bagaimana saat kita meminta tolong pada dokter, saat kita datang padanya? Sama saja kan? Intinya adalah meminta pertolongan. Lalu dimana letak ke-tidak terpujiannya saat meminta pertolongan kepada seorang paranormal? Bahkan banyak dari kita yang selalu bilang, “Tuh, ke dokter itu aja. Sembuh lho...” Jika ditilik lagi, siapakah yang menyembuhkan? Bukan dokter itu kan? Yang menyembuhkan adalah Tuhan, melalui dokter itu.

Saat kita sakit; rohani atau jasmani. Apakah cukup dengan berdoa saja? Tentu tidak. Berdoa adalah jalan untuk ‘merayu’ Tuhan untuk menyembuhkan penyakit kita. Apakah langsung bisa sembuh? Tentu tidak juga. Kita punya sesama, yang pastinya dipersiapkan Tuhan untuk menolong kita yang sakit.

Paranormal juga manusia. Ia manusia biasa yang diperkenankan Tuhan untuk membantu sesamanya. Makanya ia sangatlah jarang. Aku bilang jarang, karena paranormal yang sungguh-sungguh menolong itu sangat sedikit. Ciri-cirinya adalah ia akan menolak pemberian dari orang yang ditolongnya. Kemudian tidak menggunakan syarat-syarat apa pun dalam menolong sesamanya. Biasanya hanya cukup dengan air putih saja, sebagai media untuk menyampaikan doa-doa permohonannya.

Dunia ini terlalu banyak dimensinya. Menurutku, menjadi paranormal adalah panggilan hidupnya. Sama seperti kita menjalani panggilan hidup kita masing-masing. Ada yang jadi pedagang, pegawai kantoran, guru, cleaning service, dan lain-lain. Menyadari bahwa kehadiran paranormal bukan menjadi keinginannya. Mungkin jika ia harus memilih, ia akan memilih menjadi orang awam saja, yang tak diberi kelebihan, yang tidak menuai kontroversi. Tak jarang, daya linuwih itu telah ada sejak lahir, dan dia tak bisa menolak. Jika kita meremehkan orang-orang demikian. Sama dong artinya bahwa kita meremehkan daya yang sudah Tuhan berikan pada orang-orang pilihanNya. Segala ilmu pengetahuan telah Tuhan berikan kepada manusia. Asalkan manusia mampu mengupasnya, mampu mengkajinya. Demi kebahagiaan umat manusia itu sendiri. Ga usah kita terlalu antipati mendengar kata paranormal. Tuhan menciptakan dia pasti ada maksudnya. Kita hanya tak boleh menyembahnya. Mendewakannya. Bukankah Tuhan itu birokrat juga? Saat DIA ingin memberikan wahyuNya, DIA tak langsung memberikan ayat-ayatNya untuk manusia. Melainkan DIA memberikannya terlebih dahulu kepada malaikat untuk menyampaikannya kepada manusia, melalui Nabi. Demikian juga dalam hubungan kita denganNya. Selalu ada perantara dari Tuhan untuk menyelamatkan kita. Untuk membahagiakan kita. Di dalam haditsnya, Nabi juga pernah menganjurkan kepada para sahabatnya untuk meminta doa kepada seseorang yang sungguh menghormati dan membaktikan seluruh hidupnya kepada orang tuanya; yang disebut Manusia Langit.

Yuk, kita buka lebih lebar lagi jendelanya wawasan kita. Bahwa dunia ini terciptakan dengan berbagai bidang dan dimensinya, yang bahkan kita sendiri seringnya tidak bisa menjangkaunya dengan akal pikiran kita yang serba terbatas ini. Untuk sakit fisik, kita ke dokter. Untuk persantetan, masa iya kita pergi ke dokter juga?




* Tulisan ini ada, bukan berarti aku adalah seorang paranormal. Aku hanya sedang menempatkan diriku, seandainya aku menjadi seorang paranormal. Sedih banget pasti. Tulisan ini mungkin bisa mewakili perasaan paranormal putih, siapapun dia yang selalu tidak dianggap keberadaannya, demi gengsi kemodernan. Mengedepankan akal dan pikirannya, logika. Sehingga apapun diperlakukan dengan logika. Menutup mata bahwa di dunia ini, selain logika, tak ada lagi yang lainnya.

Rabu, 19 Oktober 2011

Hilang

Kasih, aku sadari bahwa kamu tak kan selamanya ada di sampingku
Beragam peristiwa dan keindahan dunia lainnya mungkin akan meracunimu; cepat atau lambat
Ini bukan jeritan putus asa
Bukan pula dinamakan tak hendak mencintai sebuah perjuangan
Namun, aku berusaha untuk memahami dirimu

Saat kau berkata aku bukan sesiapa lagi bagimu
Maka saat itulah aku kan menghilang
Jejaknya hanya ada buatmu, jika kau berkenan mengenangnya
Menghiasi di setiap kisi-kisi batinmu; tersenyum di antara pigura kehidupanmu
Kenangkanlah aku, jika kau mau; dan aku tak kan pernah memaksamu

Sebab ketahuilah, sayang
Di saat aku menghilang dari hadapanmu bukan berarti aku tak ada
Untukmu, aku akan selalu ada
Dalam bentuk doa, cinta, dan udara yang kau hirup; selamanya
Untukmu, yang telah mencintaiku meski hanya sekelebatan masa

Selasa, 18 Oktober 2011

Telur Dadar dan Jodoh

Aku hendak menikmati makan siangku di sebuah warung nasi sederhana yang tak jauh dari kantorku. Sebuah warung nasi yang baru dibuka. Mungkin launchingnya sekitar 3 hari yang lalu. Aku melihat lewat kaca, terdapat banyak menu makanan. Semuanya menerbitkan selera makanku. Namun, ada satu lauk yang begitu mencengangkanku, dan membuat mataku berbinar melihatnya. Jantungku terasa berdesir demi melihat telur dadar itu. Aku pun langsung memilih menu nasi dengan lauk telur dadar.

Telur dadar bertaburkan sayuran. Agak sedikit pedas. Bukan dari cabe. Hanya sedikit saja rasa pedas itu. Ada irisan bawang goreng di sana. Mmhh.. harumnya tak terkira. Benar-benar membuat hidungku kembang kempis. Aku suapkan satu potongan kecil pertama dari telur dadar itu dengan hati yang semakin tak menentu. Membuat jantungku kian tak beraturan detaknya. Telur dadar yang tebal dan sarat dengan rempah-rempah dan sayuran. Aku menikmatinya dengan Dewi Sri Putih yang hangat. Menikmatinya hingga aku terasa melayang terbang ke awan biru dan di dalamnya bisa kujumpai bintang-bintang yang nanti malam bertugas untuk menjaga malam. Sebentar ada wewangi bunga dan daun dengan tiupan angin yang lembut. Aaah. Telur dadar ini sungguh membuatku rileks.

Aku jadi ingat, saat pertama kalinya menikmati telur dadar ini beberapa tahun lalu. Aku pernah berjanji, jika kelak aku menemui dan merasakan lagi telur dadar yang seperti ini, maka aku akan segera menikahi orang yang membuat telur dadar itu. Karena hanya satu orang saja yang bisa membuat telur dadar seperti ini. Bukan hanya tampilannya saja, namun rasanya yang khas, yang hanya aku saja yang tahu. Itu berarti, aku telah bertemu kembali dengan seseorang yang hilang.

Aku pun harus mengakui, bahwa banyak orang dan warung nasi yang bisa membuat dan menyajikan telur dadar seperti ini. Namun, hanya karena cinta, aku sanggup meyakini dan menyadari kehadirannya untuk menjadikannya sahabat, pengayom bagi seluruh hidupku dan aku akan berbakti kepadanya dengan setulus hati hingga ajal menjemputku.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Empatbelas Oktober

Empat Belas Oktober
Saat pertama kalinya aku merasakan kasih alam pertama kali; lebih dari seperempat abad yang lalu
Saat pertama kalinya pula aku menampung lebih dari satu peristiwa di dalam luasnya rongga batinku; kini

Sendiri menikmati panorama keindahan pagi di satu titik yang sangat asing namun batinku dekat erat berpelukan
Menikmati panorama Merapi yang sungguh agung sekaligus mengharukan
Merapi sang trenyuhku
Merapi sang mimpiku
Telah kugapai engkau bersama orang-orang terkasihmu
Kau telah menghancurkan mereka
Dan kau pula yang menjadikan tunas-tunas baru di ladangmu yang maha luas

Terima kasih Merapi...
Beragam makna darimu telah terekam di atasnya wadas cintaku; di empat belas oktober

Rabu, 12 Oktober 2011

... Dan Aku Ga Bakal Bisa Lupain Kamu

Sayang, telah jutaan kalimat terlahir untukmu
Itu karena kau adalah rahim inspirasiku
Kau tebar pesonamu ke setiap penjurunya jangkauanmu
Tak apa, karena memang penjuru itu siap kau taburi pesonamu dan mereka tak berhak menyalahkanmu

Sayang, aku hanya ingin menuangkan semua bentuk kebaikanmu
Menuangkannya dengan mengucapkan pesan ini kepada Tuhan
Dia bukan pesan singkat, bukan email, bukan YM, bukan juga lewat telepon dan media sosial pesan ini akan kau dapatkan
Namun, lebih jauh daripada itu semua; pesan ini akan langsung aku kemas dalam bentuk doa-doa tulusku sehingga kau tak kan pernah terusik karenanya

Biarlah doaku ini menjadi nafas bagi udara yang kau hirup
Mengalirkannya menuju ke hati, pikiran, tutur kata, dan otakmu melalui aliran darahmu
Biarlah doaku ini menjadi penyemangat bagi segala aktivitasmu
Menjadikannya kebahagiaan sejati untuk seluruh raga, indera, dan batinmu

Tak ada sesuatu yang lebih indah, selain kau selalu mengingatNya pula
Karena DIA adalah pokok-pokok cintamu
Yang akan membuatmu tumbuh, berbunga, dan berbuah bagi orang-orang di sekitarmu
Itulah pesan-pesan buatmu yang kusampaikan lewat DIA
Dan aku, ga bakal bisa lupain kamu

Selasa, 11 Oktober 2011

Sebuah Keterpaksaan : Jika Cinta Bisa Dipaksakan, Pernikahan Apakah Namanya?


Membaca postingan Obrolan Blogger (Mas Satrio) tentang sebuah keterpaksaan di dalam pernikahan yang baru terungkap setelah sekian lama hidup dalam satu bahtera yang dinamakan rumah tangga. Disusul dengan postingan Sukadi dot net  (Mas Sukadi) yang menanggapi postingan dari Obrolan Blogger tersebut.

Berangkat dari sana, aku jadi ingin sedikit berbagi tentang sebuah keterpaksaan di dalam sebuah rumah tangga. Semoga apa yang saya share ini dapat menambah sebuah pengertian dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan fana yang waktunya hanya sepeminuman teh ini.

***

JIKA CINTA BISA DIPAKSAKAN, PERNIKAHAN APAKAH NAMANYA?

Mulo bukane. Awal mulanya. Ada rasa ketertarikan pada lawan jenis yang membawa pada sebuah hubungan yang disebut pacaran. Namun sayang, keduanya; Agus dan Tari, dengan berbagai kesempatan dan suasana yang ada, pacaran pun akhirnya menjadi sebuah ritual yang memaparkan aura kebablasan. Agus telah menodai Tari yang dipacarinya itu. Atas dasar suka sama suka hal itu terjadi. Namun cinta Agus tak menetap pada satu hati milik Tari saja. Meski Tari sudah mengorbankan segalanya, juga materi yang dimilikinya, namun semua itu tidak membuat hati Agus terikat pada pengorbanannya.

Teror
Tari sudah mulai gelisah dengan kisah cintanya. Kesabarannya sepertinya telah habis. Menguap dibawa sang hawa yang bernama nafsu. Pikirannya tak jernih lagi. Ia mulai meneror keluarga Agus. Setiap saat Tari menelepon menanyakan kapan Agus menikahi dirinya untuk mempertanggungjawabkan perbuatan atas dirinya, atas selaput daranya. Seolah Tari ingin bilang, “Balikin dong selaput daraku!” Jika Agus tidak mau menikahinya, maka ia akan bunuh diri. Belum lagi ke teman-teman Agus, ia selalu meneror dengan cara menelepon satu persatu teman Agus. Agus berang. Tapi Tari tetap saja meneror Agus, kepada keluarganya, juga kepada teman-temannya. Agus makin membenci Tari. Semakin tak mau menjadi suami bagi Tari. Agus makin sibuk dengan dirinya sendiri.

Mencoba Bermusyawarah
Setelah teror yang dilancarkan Tari untuk kesekian kalinya, yang entah sudah berapa kali, tak bisa terhitung lagi. Maka terbentuklah pansus. Halah opo kuwi pansus – pinjem istilah SBY ketika ada permasalahan negara –  untuk bermusyawarah menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan. Maka, datanglah keluarga dari pihak Tari. Semua keluarga Tari, termasuk adik, kakak, sepupu, nenek, kakek beserta buyut-buyutnya, berkenan meluangkan waktu mereka untuk menghadiri acara musyawarah ini. Semacam bedol desa kali ya. Namun, hingga puluhan kali musyawarah, puluhan kali pula tak menemukan titik akhir yang melegakan di kedua belah pihak. Agus tetap tak mau bertanggung jawab, dengan menikahi Tari yang belum hamil itu. Masing-masing orang tua mereka sudah tak bisa menanganinya. Mereka sama-sama kisruh. Tari keukeuh ingin menikah dengan Agus. Tetapi Agus keukeuh tak ingin menikahi Tari. Saling berlawanan kan? Piyejal...? Kalo istilah bahasa sundanya mah pakeukeuh-keukeuh – bisa bacanya kan? :D Mereka saling bersikeras sesuai egonya masing-masing.

Akhirnya Penghulu itu Didatangkan Juga
Malam itu, bedol desa kembali berulang untuk kesekian kalinya. Namun, kini jumlah personelnya lebih banyak daripada hari-hari kemarin. Banyak sekali motor yang diparkir di pekarangan rumah Agus. Belum lagi motor-motor yang diparkir di sekitar tetangga Agus. Sepertinya malam ini menjadi sebuah acara penting bagi keluarga Tari. Mereka akan menciptakan sejarah baru dengan membawa seorang penghulu, sesepuh di lingkungan keluarga Tari, dan tak ketinggalan seorang penasihat perkawinan yang juga seorang dosen.
Layaknya sebuah rangkaian acara, maka saat inilah puncak dari acara tersebut. Bahwa akan dilangsungkan sebuah pernikahan yang sangat super sederhana. Keluarga Agus bukan keluarga terpandang, tak ada yang mempunyai gelar akademik seperti dari pihak Tari. Standard saja. Dari pihak Agus  sudah hadir sepupu dan para keponakan dari orang tua Agus. Sedangkan paman Agus yang akan bertindak sebagai wakil orang tua Agus – yang sudah tak bisa berbicara apapun karena shock dengan bedol desa habis-habisan ini –  sudah duduk bersila.
Setelah berbasa basi sejenak, maka tibalah acara puncak itu. Diawali dengan pernyataan yang sekaligus pertanyaan disampaikan oleh paman Agus.
“Seperti yang telah kita ketahui, bahwa pernikahan tidak akan  sah, jika salah satu dari mereka ada yang tidak bersedia. Sementara, kita telah mengetahui bahwa Agus tidak mau menikahi Neng Tari. Sekarang, saya ingin bertanya kepada Bapak Penghulu dan kepada hadirin sekalian. Apakah mungkin perkawinan ini tetap akan dilaksanakan? Atau  mungkin hanya status yang akan dikejar oleh Neng Tari?” Ujar paman Agus dengan santun dan senyum yang tersungging. Maka pihak Tari menjawab  diwakili oleh bibi Tari, “Iya, betul pak. Sejujurnya, kami ingin menikahkan Tari karena status, agar dia mempunyai status yang jelas,”
“Baiklah, jika demikian saya sebagai wakil dari pihak Agus ingin mengajukan syarat sehubungan dengan apa yang telah dikatakan oleh ibu yakni perkawinan atas dasar mengejar status. Jika Neng Tari tidak keberatan dengan persyaratan ini, maka perkawinan akan dilangsungkan. Maukah Neng Tari menikah dengan Agus, tapi setelah ijab kabul ini, ia tidak tinggal serumah dengan Neng Tari dan tidak memberikan nafkah lahir dan batin?” Tanya paman Agus dengan tegas.
Tari yang ditanya demikian hanya bisa mengangguk. Mau bagaimana lagi, ia memang  ingin mengejar status itu. Cinta yang terlalu kuat memang tersembunyi dibalik keinginannya memiliki status menjadi isteri dari seorang Agus. Menjadi Nyonya Agus. Ia  mencintai Agus melebihi cintanya pada dirinya sendiri.
“Ya... dengan demikian, bapak ibu sekalian telah menjadi saksi dari kesepakatan ini. Jangan salahkan Agus  jika kelak ia mengajukan perceraian. Kita telah berusaha melakukan yang terbaik untuk Neng Tari dan Agus. Tak lama lagi Agus dan Neng Tari akan merasakan udara berumah tangga. Seandainya mereka bisa langgeng, ya alhamdulillah. Tetapi, kita tidak bisa mencegah jika kelak terjadi perceraian seperti yang sudah saya bilang tadi. Silakan Pak Penghulu, bisa dimulai....”
Maka upacara pernikahan itu berlangsung khidmat dan sederhana. Tak ada tumpeng. Tak ada malam midodareni. Tak ada acara walimahan. Tak ada makan-makan, karena acara ini adalah acara dadakan. Dan sesuai dengan permintaan Agus, maka upacara pernikahan ini tidak ada foto. Tak ada kenangan. Tidak ada manis-manisnya. Tidak ada senyuman di antara kedua mempelai. Dan  ketika  ada salah satu pihak Tari yang bandel ingin memotret upacara itu. Namun paman Agus melarangnya, karena tidak adanya acara pemotretan termasuk syarat agar ijab kabul ini bisa dilangsungkan.

***

Itulah sekelumit kisah dua anak manusia. Keterpaksaan yang membuat tidak nyamannya kehidupan. Satu sisi ada yang merasa terkabulkan keinginannya dengan keterpaksaan itu. Tetapi di sisi lainnya keterpaksaan selalu merugikan hal yang paling esensial dalam hidup. Cinta! Jangan menyalahkan cinta. Ia tak bersalah. Sekali lagi, ia tidak bersalah!

Kelabu


Sebuah kelabu dalam pesona hujan
Tak ada lagi dirimu yang menungguku di sana
Sesosok badan tegap itu kini telah menemukan jati dirinya
Pergi merebut kehidupan yang menantangnya

Aku memang tak menantang
Setidaknya untuk adrenalinmu
Karena kesetiaan yang menyelimutiku
Karena kepasifanku menunggumu

Dulu, di tengahnya hujan kau menungguku
Menungguku yang setia menunggu
Tak pernah lama aku membuatmu menunggu
Namun, itu ternyata telah membuatmu resah, bahkan sedikit murka
Dibalik senyum dan tutur katamu kau sembunyikan itu semua

Di bawah hujan kini
Aku sendiri
Bertemankan kelabu
Diam membeku tanpa kehadiranmu
Tetapi hujan ini tetaplah sebuah berkat bagiku, sampai kapanpun!

Senin, 10 Oktober 2011

Book Review : 2

Foto by Nilla


Novel berjudul 2 ini merupakan karya kedua dari Donny Dhirgantoro setelah 5 Cm. Seperti 5 Cm, novel ini mengajak kita untuk lebih mencintai tanah air, dan  bermimpi, yang kemudian mewujudkannya dengan segala upaya dan semangat juang yang tiada pernah bisa dipadamkan oleh keadaan yang paling sulit sekalipun.

Adalah sosok Gusni Annisa Puspita, adik dari Gita Annisa Srikandi, seorang pemain nasional bulutangkis Indonesia yang menderita penyakit genetis; penderita obesitas sejak lahir yang tidak bisa menurunkan berat badannya, bahkan terus bertambah. Penyakit yang diturunkan dari garis ayah ini belum ada obatnya. Kakek nenek buyutnya, meninggal tak kurang dari usia 25 tahun. Saat-saat paling menyedihkan harus Gusni lalui ketika suatu malam ia mengetahui penyakitnya itu saat usianya menginjak 18 tahun. Tak mudah pula bagi papa untuk menceritakan penyakit Gusni. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan hal itu pada Gusni. Saat itu, adalah malam kesedihan yang mengharu biru bagi keluarga ini.

Dengan penyakitnya, Gusni berjuang. Ia  tidak mau meninggal di usia muda dalam keadaan pasrah, tak melakukan apa pun. Karena tekadnya yang besar itu, maka di bawah pengawasan Dokter Fuad, sahabat sang ayah, dan bekerja sama dengan Pak Pelatih, ia masuk mengikuti klub bulutangkis seperti kakaknya. Setiap pagi ia berlari menuju gelanggang olah raga tempat ia berlatih. Meskipun badannya besar, namun ia lincah. Hingga ia bersama tim mampu membawa kemenangan di  pertandingan Khatulistiwa Terbuka.

Berkat kerja keras dan perjuangan Gusni dalam melawan penyakitnya, Gusni dapat meraih mimpinya yang sempat kandas karena penyakitnya.  Harry begitu terinspirasi oleh perjuangan yang dilakukan Gusni dengan gigih, maka ia tergerak untuk membuka kembali restoran bakmi yang telah hancur karena Peristiwa Mei 1998. Karena peristiwa itulah Gusni kecil harus berpisah dengan Harry kecil. Mereka adalah teman semasa SD, yang dipertemukan kembali setelah mereka menginjak dewasa. Adalah merupakan cita-citanya dari kecil, yakni ingin menjadi pemilik restoran bakmi. Dan kini saatnya untuk mewujudkan mimipinya. Membangun kembali puing-puing yang hancur.
Sebab, sesuatu diciptakan 2 kali. Dalam dunia imajinasi, dan dalam dunia nyata. Dengan kerja keras, tinggalkan bukti di dunia nyata bahwa impianmu ada. Bersama alam bawah sadarmu kamu bermimpi, bersama alam sadarmu kamu berjuang.


Artikel ini diikutsertakan pada Book Review Contest di Blog Camp.

Jumat, 07 Oktober 2011

Sebuah Keluarga

Di sebuah tikungan jalan yang setiap harinya kulewati saat menuju ke kantor. Kudapati seorang wanita yang sedang mengandung. Mungkin itu anak keduanya, sebab aku melihat pula seorang anak perempuan berumur sekitar 4 tahun, selalu ada di dekatnya. Aku juga terkadang melihat seorang lelaki yang aku duga sebagai suami dari wanita yang hamil dan ayah dari anak itu. Setiap pagi mereka berkumpul sekeluarga di depan rumah mereka yang tak layak disebut rumah. Jangankan disebut rumah, sebutan gubuk pun tak layak diberikan untuk rumahnya itu. Rumah mereka bersebelahan dengan sebuah kios yang menjual rokok dan minuman, serta kebutuhan kecil lainnya. Aku perhatikan sepertinya rumah mereka berada di dalam sebuah got yang ditutupi plastik kusam, tempat berteduh mereka jika tidur. Masya Allah.... aku tertegun, dan selalu memperhatikan tempat yang disebut rumah bagi mereka pada setiap pagi, saat aku melintas di tikungan jalan itu. 

Beberapa bulan kemudian, aku melihat ibu itu menggendong bayi mungil. Anaknya sudah lahir rupanya. Hari-hari berikutnya, aku melihat mereka berkumpul berempat, menikmati sinar surya yang baru saja bangun dari tidurnya. Bapaknya asyik membereskan tumpukan botol bekas air minum mineral, ibunya sibuk membedaki anak paling kecilnya sambil mengajaknya tersenyum, dan si sulung sibuk memperhatikan adiknya. Tak ada sarapan roti atau nasi goreng bagi mereka. Tak ada segelas susu. Tak ada secangkir kopi yang mengepul asapnya bagi sang pencari nafkah. Tak ada boneka buat si sulung yang masih kecil itu. Hanya ada dingin dan embun setiap paginya, namun mereka terlihat bahagia. Mereka begitu tulus apa adanya menghadapi kehidupan mereka. Ingin rasanya aku mengabadikan keluarga kecil bahagia ini. Namun, aku tak kuasa untuk melakukannya. Aku hanya bisa melihat mereka dari kejauhan sambil melewatinya meski hanya selintas saja. Mereka ga tau aja kalo ada seorang dark admiror yang selalu memperhatikannya. 

Waktu terus berjalan. Kini aku tak bisa melihat mereka lagi, setelah tempat berteduh mereka direnovasi oleh pemilik bangunan besar itu. Kini tak kulihat lagi plastik tebal kusam yang menutupi got itu, karena got itu telah ditutup semen. Hanya ada kios itu. Kios bercat putih yang tidak saban hari buka. Tak kulihat lagi keluarga bahagia itu berjemur di halaman rumahnya yang sekaligus trotoar jalanan itu menyatu dengan harmoninya alam di pagi hari. Aku tak tahu dimana mereka sekarang. Dimana, dimana, kemana...? Lah koq malah nyanyi... :D 

Terlepas dari siapa dan bagaimana mereka. Aku merasa tersentuh melihat kehidupan mereka. Sejujurnya, aku ga bisa ngebayangin pola kehidupan yang mereka jalani. Waktu yang teramat singkat, melalui pengelihatanku yang hanya selayang pandang itu, namun cukup sanggup menggugah hatiku, tentang ketulusan menghadapi hidup, tentang arti sebuah ucapan syukur. Terima kasih, Tuhan.... 


Bingkisan dari Kami




*Tulisan ini diikutsertakan dalam acara Bingkisan Dari Kami yang diselenggarakan oleh Mba Ketty.

Kamis, 06 Oktober 2011

Kejutan Manis

Rangga mengulurkan tangannya dengan sigap. Amelia menyambutnya dengan malu-malu dan bahkan terkesan malas. Amelia mendengus sambil tersenyum menyebutkan namanya, seiring Rangga menyebutkan namanya pula. Sebuah perkenalan baru saja terjadi. Perkenalan yang tak terelakkan. Amelia tak habis mengerti, mengapa Rangga begitu ingin mengenalnya, sementara Amelia sudah sering memergoki Rangga jalan bareng Mia, sahabat dekatnya. 

Mia memang tak pernah bercerita tentang kedekatannya dengan Rangga. Tapi Amelia bisa menyimpulkan, bahwa kebersamaan antara Rangga dan Mia, bukan kebersamaan yang biasa-biasa saja. Amelia bisa melihat kemesraan di antara mereka. Ada sebuah rasa yang tiba-tiba menyelusup di hati Amelia, jika ia melihat Rangga dan Mia tertawa-tawa di kantin, atau saat mereka melangkah bersama. Ya, cemburu! Amelia cemburu karena ia telah lama menaruh hati pada Rangga. Ingin sekali ia menghilangkan perasaan itu, namun ia tak sanggup. Bahkan, seringkali ia lepas kontrol, memperlihatkan perasaannya saat ia harus bersama dengan mereka berdua. 

“Malam nanti kamu ada acara ga?” Tanya Rangga kalem dengan senyumnya yang menawan. 
“Mmmhh... Enggak ada. Emang kenapa?” Jawab Amelia sekaligus bertanya untuk menutupi kegugupannya. 

*** 

Dengan hati berdebar, Amelia menanti kedatangan Rangga. Ia gelisah. Mama sampai senyum-senyum sendiri melihat tingkah polah Amelia malam itu. Apa yang akan dilakukan Rangga, Amelia sungguh tak mengerti. Apakah Rangga bertanya demikian itu untuk ngeledek? Begitu batin Amelia. Sabtu malam. Sudah jam tujuh. Jam apel sedunia. 

Akhirnya Rangga datang dengan balutan kaos dilapis kemeja kotak-kotak krem dipadu celana hitam pantalon, tersenyum cerah pada Amelia. Itulah senyum yang paling Amelia sukai. Hampir berhenti jantungnya demi memandang senyum Rangga. 

Rangga mengajak pergi Amelia yang malam itu mengenakan rok bunga-bunga berwarna biru. Sederhana, tapi manis. Ia masih saja berharap Rangga suka dengan performnya malam ini. Meski hatinya terus bertanya-tanya, tetapi ia tetap saja bersedia saat Rangga mengajaknya pergi ke sebuah kafe tenda yang berjajar di sepanjang Jalan Citarum. 

Rangga memilih kafe yang menyediakan menu seafood. Ceria sekali suasana kafe tenda malam itu. Maklum, selain karena malam itu adalah Malam Minggu, langit bersinar cerah menghadirkan jutaan bintang dan sinar rembulan utuh. 

“Amelia, kau tahu kenapa aku mengajakmu?” Tanya Rangga sambil menyeruput teh tawar hangat yang disediakan kafe itu. 
 “Enggak, Ga. Jujur, aku juga bertanya-tanya dari kemaren. Kenapa tiba-tiba kamu muncul di depanku dan....” Ujar Amelia yang tidak bisa meneruskan kalimatnya, karena tiba-tiba saja telunjuk Rangga menyentuh bibir Amelia. 

“Ini semua terjadi karena Mia,” Lembut Rangga bertutur. Membuat kening Amelia kian berkerut. 
“Mia? Kenapa Mia? Bukankah dia pacarmu?” 
“Mia itu sepupu aku. Ia telah bercerita banyak tentangmu.  Dan kau tahu, aku mencintai kamu, Lia...” Papar Rangga. 
Amelia hanya bisa terdiam. Dia malah bingung. Entah harus sedih atau bahagia. Selama ini ia telah salah duga dan sibuk membuat kesimpulan sendiri. Wajah Mia tiba-tiba berkelebat di pelupuk matanya. Terbayang kembali saat ia cemburu pada Mia atas kedekatannya dengan Rangga. Ada rasa bersalah bercampur malu yang cukup mendalam jika mengingat itu. Amelia menerawang. Ia sama sekali tak sanggup berkata apapun saat itu. Lidahnya tiba-tiba kelu. Kepalanya tertunduk dan tangannya sibuk mengocek sambal yang ada di depannya. 
“Kau mau jadi pacarku kan?” Tiba-tiba suara Rangga membuyarkan segalanya. Amelia hanya bisa mengangguk sambil tersenyum manis, semanis malam ini.

Rabu, 05 Oktober 2011

Ciuman Pertama : Sekejap Melayang Menemani Awan

Rona basah membias di wajahku
Setelah rintik kecil itu menyapaku
Kudekap jemarimu yang lekat di jemariku
Hangatnya menjalar perlahan menuju ke atas kepalaku
Mencoba melawan sang rintik yang sedari tadi mengoyakkan kepala dan tubuhku

Hanya ada kau dan aku
Berdua menapaki jalan setapak ini
Senandung kecil hinggap dari bibir kita
Menggumam lirih seiring melodi jiwa 

Sejenak kupejamkan mataku, menikmati alunan suaramu
Mengalun dengan derap rintik yang kian deras memayungi
Tersentakku di antara pilar-pilar hujan
Saat kau mengecupkan kasihmu ke atas bibirku
Ciuman pertama kita di bawah payung air tumpah itu
Sekejap membuatku melayang menemani awan...

Selasa, 04 Oktober 2011

Mirisku

Aku menikahi seorang pemuda yang menurutku ganteng. Orang tuanya lumayan tersohor, karena kekayaannya. Sebelum aku memilih Roni jadi suamiku, ada satu cinta yang dibawa seorang Asep. Namun aku tak pernah mempedulikannya. Mungkin, waktu itu aku termasuk cewek matre. Entahlah. Yang pasti cinta Roni begitu membiusku. Aku benar-benar terlena dibuatnya.

Dua tahun aku berumah tangga dengan Roni. Tapi tak pernah ada kata bahagia dalam hidupku. Apa yang aku impikan dalam hidup berumah tangga nyatanya sia-sia. Kandas entah kemana. Siksaan fisik sering aku hadapi. Tak peduli malam, tak peduli siang. Jika ia ingin mengabuse-ku, dia harus melakukannya. Hingga aku mengajukan perceraian ke pengadilan agama karena aku sudah tak kuat menahan 'serangannya', kami belum dikaruniai seorang anak. Dan aku sangat mensyukurinya.

Bercerai sepertinya menjadi kata terindah buatku. Aku benar-benar merasakan kebebasan yang sangat luar biasa. Meski terkadang, mantan suamiku masih meneror aku. Tapi sejauh ini aku bisa menghadapinya.

Di lokalisasi.
Kuhisap sebatang rokok mild. Dalam dan kuat. Aku menikmati setiap kepulan asap yang keluar dari mulut dan hidungku. Terasa melayang dan ringan. Aku memandang aktivitas sekitarku di antara nikmatnya rokok yang tinggal separuh. Lamat-lamat kulihat mami bersama seorang pria. Mereka berjalan ke arahku, dan aku sedikit terlonjak. Mami ternyata berjalan bersama mantan suamiku! Aku menajamkan pengelihatanku. Benar. Ia mantan suamiku! Dan ia yang akan memakaiku malam ini....



*sepotong cerita ini semoga bisa jadi novel...bagus ga...? hehehe... tolong masukannya yaaa... :D
makasiiiiihh teman-temanku tersayang... :)