Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 13 Desember 2012

Aceng (Masih) Hangat

Tiba-tiba pengen nulis tentang Aceng. Tadinya aku males nulisnya, tapi...ternyata kesekonyong-konyongan itu seakan memaksaku untuk menuliskannya. Duh, beneran ini mah. Aku kudu bilang WOW sambil koprol, sekalian loncat-loncat, terus maen sapintrong karet di halaman dan nyanyi bagian akhir dari lagu sebuah iklan pewangi. Eh aku lupa iklan sabun atau pewangi ya, soalnya iklan itu udah lama ga tayang. Pokoknya pada bagian akhir dari lagu iklan itu kata-katanya begini : "ada bunga di mana-mana" tapi bunganya diganti dengan kata Aceng. Seperti bunga, demikian pun Aceng. Namun ada satu yang membedakannya, yakni keharumannya. Tau sendiri kan kalo wangi bunga itu bisa dijadikan terapi, karena wewangiannya yang menenangkan. Kalo yang satu ini, memang seperti kembang. Tapi wanginya beda. Hingga CNN dan BBC bahkan media lain di luar sana ikut mengulasnya. Terus jadi bangga? Ya ga juga sih... Aku kan hanya bisa bilang WOW :D

 *** 

Terpujilah Tuhan Yang Maha Agung. IA menciptakan manusia dan makhluk lainnya serta alam semesta raya ini dengan penuh cinta, sebab IA adalah cinta itu sendiri dan kita ini adalah gambaranNya. Hingga IA berkenan memberikan nafas kehidupan bagi kita semua, dengan terwujudnya harapan-harapan kita. Dengan kesuksesan dan pencapaian-pencapaian yang berhasil kita raih. IA begitu fasih mengatur bumi dan seisinya, hubungan antarmanusia dan antarmakhluk lainnya dengan sempurna, serta planet-planet luar angkasa lainnya yang IA ciptakan. Jika IA belum memberi kesuksesan sesuai dengan harapan kita, mungkin ada sesuatu yang salah saat kita memohonkannya. Atau mungkin pula karena waktu yang membedakan antara waktuNya dan waktu kita. Kukira, hanya belum selaras saja antara keinginan kita dan kehendakNya. 

Sesungguhnya, apa arti sebuah pencapaian itu bagi kehidupan kita? Hanya untuk mengejar kepuasan pribadikah atau pencapaian itu sendiri digunakan sebagai bentuk bakti kepadaNya yang telah memberikan segala sesuatu keinginan kita? Aku tidak sedang menghakimi Bupati Garut itu. Tulisan ini hadir justru karena Bupati Garut itu telah berhasil memberikan pelajaran berharga bukan saja untuk para pejabat, namun berharga pula bagi kita semua, termasuk untukku. Ya, setidaknya ini menurutku, dan ini menjadi bahan renungan pula bagiku. 

Aceng. Sempat aku dengar bahwa nama Aceng itu sesungguhnya adalah semacam sebuah gelar. Di Garut, jika seseorang sudah dipanggil Aceng, itu artinya ia bukan orang sembarangan. Selain ia adalah berasal dari keluarga berada, ilmu agamanya pun dinilai cukup mumpuni di daerah itu. Jadi, sesungguhnya seorang Aceng Fikri itu bukanlah orang biasa-biasa saja. Ia adalah sosok di masyarakatnya. Ia adalah panutan di daerahnya. Makanya ia dicalonkan menjadi bupati oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin mereka. Terlepas dari asal usul Sang Bupati, aku jadi berpikir bahwa untuk menjadi seorang sosok itu tidaklah mudah. Mungkin saat proses pencapaiannya ada yang mudah karena latar belakangnya sudah mendukung untuk pencapaiannya, namun justru sangat sulit setelah ia berhasil menjadi sosok, dalam hal ini berhasil menjadi pejabat. 

Menjalankan sosok yang dipanuti oleh masyarakat tidaklah mudah, selama ia tidak kuat dan tabah menghadapi cobaan. Cobaan berhubungan dengan kematangan jiwa seseorang. Jika Sang Bupati itu dewasa dan mengayomi, maka ia tidak akan mencari isteri baru (lagi) yang akhirnya hasil dari pencarian itu gagal total hanya karena alasan bahwa isterinya itu bau mulut dan tidak perawan. Ia kemudian kecewa dan tidak terima. Aku sempat heran dengan pencarian itu. Apa pun alasannya. Apalagi jika aslasannya tidak masuk akal. Terus isteri pertamanya bagaimana? Makanya tadi aku bertanya, untuk apakah pencapaian itu? Jika hanya untuk sekadar sebagai pendukung kenikmatan duniawi semata, alangkah mirisnya. Ini sudah lebih dari sekadar egois. Waktu, tenaga, dan pikiran hanya untuk hal-hal pemuas diri, dan pencapaian itu dijalankannya hanya cukup sejauh itu. Hanya sebatas itukah? Heran habis. 

Sebuah peran kecil akan menjadi besar, jika dijalankan dengan keikhlasan, kerendahan hati, dan cinta. Sebuah peran besar akan menjadi sebutir debu dan tidak bermakna jika dijalankan dengan jiwa kerdil dan egosentris. 

Akhir kata, terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Aceng Fikri, yang secara tidak langsung sudah memberikan 'ilmu' bagi masyarakat Indonesia dan bahkan bagi dunia lewat sikap, tindakan, dan ucapan-ucapannya, sehingga kita menjadi cukup tahu dan mengerti tentang sebuah makna yang melekat pada diri seseorang. Ia telah menjadikan dirinya cermin bagi kita semua. Tempat merenung dan introspeksi. 



 *Note : Sapintrong adalah permainan lompat tali seperti skipping, hanya di sini talinya adalah karet-karet yang dijalin.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Aku Ingin Narkoba!

Narkoba bagiku adalah candu
Dalam satu hari, aku bisa mengonsumsinya; pagi - siang - malam
Jika tidak, jangan tanya diriku
Apa jadinya aku tak tahu lagi
Mungkin aku akan kepayahan menahan tubuhku
Mungkin aku akan pingsan
Atau bahkan tak bisa bertemu pagi dengan cintanya

Namanya candu, maka aku tak boleh terlambat untuk mengantarkannya ke tubuhku
Saat aku mengunyahnya, aku akan merasa seperti di surga, karena dia sungguh-sungguh kesukaanku

Mungkin ada pertanyaan, mengapa candu ini aku kunyah?
Ya, karena untuk sampai ke tubuhku, ia harus aku kunyah
Kalau tidak, maka aku akan disebut bukan manusia!
Karena candu bagiku ini sangatlah sederhana dan sangat gampang untuk diperoleh
NAsi Rames KOpi BAla-bala...
Itulah narkoba untukku
Narkoba yang telah menjadi candu!


*Terinspirasi dari salah satu suguhan akustik di Kampung Akustik Cicadas yang dinyanyikan dalam lomba yang diikuti oleh para penyanyi jalanan dalam rangka peluncuran Kampung Akustik Cicadas.
Launching akan aku posting sesegera mungkin berikut foto-fotonya

** Bala-bala : sejenis kudapan khas Bandung, bisa juga disebut dengan bakwan (orang Yogya menyebutnya).

Jumat, 28 September 2012

Akhirnya...

Bayi Intan yang diperebutkan akhirnya menemui titiknya. Detak jantungnya sudah tidak bergerak lagi mengiringi setiap hela nafas ibunya.

Jiwa yang suci itu kini telah kembali lagi ke pangkuanNya. Lebih nyaman daripada di dalam rahim. Lebih indah daripada ia melihat dunia. Surga kini memeluknya.

Sayang, aku berdoa untukmu yang telah kembali menjadi cahaya suci, semoga senantiasa damai, tenang, dan memafkan kedua orang tuamu. Tak banyak harapanku, selain kau merengkuh surgamu dan semoga semua orang yang kau tinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan. Amin.....



* Intan, aku turut berduka cita ya.. Seandainya kau tahu, air mataku terus meleleh sejak mendengar kabar itu. Sekarang, pun masih berkaca-kaca di pelupuk mataku.

Kamis, 27 September 2012

"Mamaaaaa... Janinku Menghilang...!!!"

“Mamaaaaa….!!! Kenapa perutku kempesssss?” Teriak Intan panik. Sangat panik. Ia kemudian lari menghambur ke arah ibunya yang sedang memasak. Dengan terkejut mamanya langsung mematikan kompor dan mengusap perut anaknya yang sedang hamil.
“Coba, kita pergi ke bidan aja, Tan…” Ujar ibunya sambil menutupi rasa paniknya dengan sekuat tenaga. Sebagai seorang ibu, ia tidak mau kepanikannya tergambar jelas di wajahnya hingga terbaca oleh anaknya.
***
Sepulang dari Bali, aku mendapatkan kabar yang sangat aneh tentang saudaraku. Intan, saudaraku sedang hamil 4 bulan setelah menikah pada Maret lalu. Ia mengandung anak pertamanya. Sejak ia tahu tentang kehamilannya, ia selalu memeriksakan kandungannya ke bidan yang praktek di dekat rumahnya. Saat itu pagi hari, ketika Intan menyadari perutnya tiba-tiba kempis, seolah tak ada tanda-tanda kehidupan. Ia langsung pergi ke bidan itu, dan sang bidan pun sangat heran, saat ia melihat perut pasiennya yang sedang hamil itu tiba-tiba kempis. Memang tidak ada bayi di dalam perutnya.
Kejadian ini memang sangat aneh. Sampai-sampai sang bidan berkata kepada Intan bahwa ia sangat penasaran mengapa hal seperti ini bisa terjadi. “Intan, jangan sungkan-sungkan ya kalau mau memeriksakan kandunganmu. Meskipun kamu harus bolak balik ke sini, tidak apa-apa. Ibu siap membantu kamu…” Begitu ujar Ibu Bidan menawarkan dirinya kepada Intan yang sedang kesusahan.
Adalah kakak ipar Intan, seorang ustadz. Ia boleh dibilang bisa berkomunikasi dengan makhluk alam gaib. Segera ia melakukan mediasi. Dan ternyata, janin yang dikandung oleh Intan memang sudah tidak ada di rahimnya. Janin itu telah dibawa oleh makhluk astral itu. Tak tanggung-tanggung. Makhluk itu membawanya ke Gunung Kidul!
Singkat kata, setelah dilakukan ‘negosiasi’ dengan makhluk gaib, maka selang tiga hari kemudian, sang janin itu dikembalikan lagi ke dalam rahim Intan. Namun, Intan kembali heran dengan bayi yang dikandungnya. Detak jantungnya dirasakan sangat lemah, sementara sebelumnya, ia bisa merasakan detak jantung anaknya itu lumayan kuat. Apalagi ia secara intesif memeriksakan kandungannya ke bidan.
Kembali sang ustadz mengadakan perbincangan dengan makhluk gaib itu. Ternyata, makhluk gaib itu salah mengembalikan janin itu. Janin yang kini ada di rahim Intan usianya lebih kecil daripada janin yang dikandung oleh Intan. Usut punya usut, ternyata makhluk gaib itu telah ‘mencuri’ janin orang-orang hamil sebanyak 3 janin. Kembali ‘bernegosiasi’ maka makhluk gaib itu pun akhirnya mengembalikan janin yang dikandung oleh Intan. Janin yang memang milik Intan.
***
Kejadian demi kejadian yang ada di semesta raya ini memang beragam. Namun, saat kita dihadapkan pada kenyataan yang sungguh aneh, di luar akal pikiran kita, maka kita pun merasakan hal yang tidak nyata. Tidak percaya, tetapi kenyataan yang berbicara. Bisa dilihat, diraba, dan diterawang dengan mata telanjang kita. Mau percaya, masakan hal seperti itu bisa terjadi.
Hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa membolak balikkan umatNya. Daya pikir manusia yang terbatas, namun Tuhan senantiasa memberi petunjukNya lewat sesama kita. Hidup kita memang selaras dengan alam. Maka seyogyanya kita menyelaraskan pula dengan bagian dari alam itu sendiri.
Memang, dunia fana ini senantiasa menyimpan misteri. Dimensi yang ditawarkan dunia ini sungguh sangat penuh kejutan dengan pernak perniknya yang terkadang membuat jantung serasa copot. Siapkah kita menghadapinya?

Senin, 17 September 2012

Menghormati Area Privasi Seseorang

Gambar diambil dari sini


Suatu hari datang seseorang (tak perlu aku sebut profesinya ya :D) ke meja kerjaku.Ia tampak terburu-buru, dan aku sapa bapak itu dengan senyum ramah tentang keperluannya. Kemudian ia bertanya apakah di tempatku terdapat jaringan internet. Aku bilang ada. Kemudian ia berkata, "Mba, bisa tolong saya ga? Tolong kirimin data ini via email mba ke bla bla bla, ini saya bawa datanya di flash disk. Tolong ya mba..."

Mmhh... Tentu saja aku langsung menolaknya secara halus. Hehe.. Aku tidak mau namaku tiba-tiba nongol ke email address orang lain yang tidak aku kenal dan tidak mengenalku.

Kemudian dengan wajah 'bijaksana' aku bangkit dari tempat dudukku, dan mempersilakan beliau untuk menggunakan internet di komputer kerjaku. Tak berapa lama, ia mengutak-atik keyboard, mengetikkan sesuatu dan beliau juga sudah mempersiapkan flash disknya untuk dikoneksikan dengan pc komputerku.

Aku menunggu... Menunggu... Dan akhirnya, beliau bangkit dari tempat duduknya, dan berkata, "Ah, nggak jadi aja mba... Biar di tempat saya saja mengirimkannya... Tadinya sih biar cepet aja. Tapi ya sudahlah..."

Doeng..... Aku jadi pengen ketawa deh :P Orang Sunda bilang meni rariweuh :D

***

Alamat email, mungkin bagi beberapa orang tidak terlalu penting. Tetapi bagiku, itu sangat penting karena aku menganggapnya sebagai salah satu identitas diri. Terang saja aku tidak 'mengijinkan' siapa pun dia untuk menggunakan alamat emailku, untuk keperluan orang lain yang sesungguhnya tidak aku mengerti urusannya apa. Bukankah setiap pribadi memiliki sisi privasinya masing-masing? Aku tentu sangat tidak merasa berkepentingan dengan data yang ingin dikirimkan via alamat emailku. Lalu? Ya, aku sangat menghormati area privasi seseorang apa pun dan bagaimana pun bentuknya.

Aku memang sekali waktu pernah satu kali memberikan password emailku kepada kakakku, untuk keperluanku. Dan setelah kakakku tidak 'mengantarkan' keperluanku, dia langsung suggest aku untuk langsung mengganti passwordnya, biar dia tidak bisa lagi 'mengintip' isi dari emailku. Lagian aku yakin dia tidak akan pernah mengintipnya. Bener kan mas? :P

Aku jadi pengen share sedikit tentang pengalaman per-email-an. Suatu saat, pernah seseorang memberikan pintu akses untukku agar aku bisa membaca sebuah inbox. Pintu akses itu bukan punya dia. Dia sengaja memberikan pintu akses itu agar aku bisa leluasa membaca segala permasalahan di antara dia dan dia. Tentu saja pemberiannya aku tolak dengan cara yang halus. Emang aku tak ada kerjaan apa? :D Masih banyak kerjaan yang lebih penting yang harus aku lakukan daripada hanya sekadar membaca inbox orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya denganku. Bener tidak?

Dari pengalaman yang sudah aku alami, aku belajar banyak dari sana. Karena orang yang kuanggap dekat denganku pun, ia enggan untuk mengetahui password dari area privasi ini. Alangkah bijaknya jika kita sungguh menghargai privasi orang lain, dalam konteks ini adalah email address; ini baru salah satu dari sekian banyak privasi lainnya dari sesama kita, siapa pun dia.

Jumat, 14 September 2012

Riangku

Pangeranku,
Sekian waktu kita telah menjelajahi waktu, mengelana di dalamnya. Tidak. Kita bukan membunuh waktu. Kiasan membunuh bagiku teramat sangat mengerikan. Waktu telah tersedia bagi kita. Waktu juga yang mempertemukan kita dengan caranya sendiri. Sejenak, marilah kita mencoba merenunginya sebagai sesuatu yang paling berharga bagi kita. Kita telah ditahbiskan oleh Sang Waktu sebagai insan-insan yang berbahagia dengan segala kisah dan perjuangan hidup kita yang dengan penuh syukur kita jalani di dalam Sang Waktu. Dalam kurun waktu.
 
Pangeranku,
Dalam kurun waktu yang kita jalani di salah satu lorongnya, terkadang kita mengalami sebuah peristiwa yang tidak bisa menolaknya untuk tidak dihadapi. Saat aku terpuruk, merasa sesak, dan tak bergairah bergaul dengan waktu. Kau datang dengan bunga-bunga di dadamu. Wangimu memesonakan rasaku. Bunga-bunga di dadamu adalah riangmu yang kemudian menjalar menjadi Riangku, Ringanku. Terima kasihku yang setulusnya bahwa kau tidak memberikan aku seikat kembang cantik dengan dedaunannya yang masih segar. Sebab kau tahu, aku tak akan pernah sekali pun menerimanya. Cukup bawalah aku menuju kebun bunga di dekat pertigaan jalan itu. Kuingin duduk berdua denganmu di sebuah bambu kayu itu. Biar aku nikmati bunga-bunga indah dengan warna-warninya dan segenap keharumannya tanpa memetiknya. Aku ingin membiarkan mereka utuh pada tangkainya yang tersaluri sari makanan dari akar-akarnya. Membiarkan wanginya menyejuki hati kita.
 
Pangeranku,
Sederhana tentang kembang itu sudah menjadi pelipur laraku. Di sana kan kau sibak segala perkataanmu tentang beban hidupku. Tentang sikap yang harus aku sikapi. Tentang pemikiranmu yang santun namun tegas. Saat-saat kau ajak aku ke kebun bunga itu adalah saat-saat terindah kau mengajariku. Kaulah Riangku, Ringanku. Kaulah laut bagiku. Embun bagi jiwaku. Ketulusanku kepadamu akan mengaliri setiap senyum yang terpapar di beningnya matamu. Kau peluk aku dalam rimbanya hatimu. Kau rengkuh aku dalam seluasnya batinmu. Maka, ijinkan aku menjadi sebuah nyamanmu dalam bening hening wajahmu pada saat-saat sesakmu. Wahai Riangku, Ringanku. Aku ingin menjadi Riangmu, Nyamanmu. You know, that you always make it easier when life gets hard…


Senin, 10 September 2012

Hujan

Hujanku, hujanmu, hujan kita bersama
Pertama kali mereguk hujan di Bulan September
Selamat datang, Hujan
Basahi kembali bumi dengan segala ketulusanmu
Basahi bumi hingga ke dalam rongga yang paling sulit kau jangkau
Biarkan para petani kembali tersenyum riang
Agar hasil panenan melimpah ruah bagi Ibu Pertiwi
Agar hewan-hewan pun bergembira dengan kesejukan yang kau bawa; meminum air-airmu
Segarkan tetumbuhan dan pepohonan yang lama kehilanganmu

Hujanku...
Pergilah ke sudut-sudut hati yang gersang
Tumbuhkan benih-benih cinta itu
Jangan biarkan ia kerontang tergerus kemarau garang

Hujanku...
Jangan khianati ketulusan embun pagi
Temani ia menggulirkan bening-beningnya
Agar berkatmu merata hingga ke pelosok tanah gersang

Ah, Hujan
Semakin aku menuliskanmu
Dirimu seakan mewakili kerinduanku padanya
Yang pernah bertahan hidup dengan makan hati pisang
Tawa lebarku... Ada untuknya saat ini!

Minggu, 02 September 2012

Pangeranku : Saat Diam-mu Mendidikku | Sebuah Kisah Hati

Pangeranku,
Telah jutaan kata kau tuturkan padaku. Bisa jadi, telah ribuan genggaman tanganmu di jemariku. Telah ratusan pelukan kau hamburkan untukku. Ciuman yang kau kecupkan di keningku, dan usap lembut jemarimu untukku sudah tak terhitung lagi. Itu semua kau persembahkan dengan mata terteduh ketulusanmu melihatku. Dengan senyum terurai; senyum yang paling manis.

Pangeranku,
Jika cinta adalah bakti, aku akan selalu berbakti padamu di seluruh sisa waktuku. Segenap inderaku, aku akan melayanimu, membaktikannya dengan penuh syukur dan senyum.

Pangeranku,
Saat hatiku bergejolak karena sesuatu yang tidak jelas, kau senantiasa mengusap kepalaku; memberiku kekuatan, dengan pancaran matamu nan teduh. Tak ada sepatah kata pun terucap dari bibirmu. Kau ayomi jiwaku dengan sikap sederhanamu.

Pangeranku,
Aku ingat, saat kau tak melakukan semua itu untukku. Beberapa hari lamanya kau hanya diam. Beku. Membisu. Jangankan pelukanmu, usap lembutmu, bahkan tutur katamu pun tak keluar jua dari bibirmu. Kau membuatku berpikir tentang kesalahanku padamu. Memang tak seharusnya aku tak mempercayaimu. Aku tak pantas mengatakan sesuatu yang menyakitimu; wahai jiwa yang santun mencintaiku; menerima aku apa adanya.

Pangeranku,
Saat-saat kau mendidikku adalah saat-saat yang paling berat bagiku. Kau benar-benar menghilang dalam kehampaan. Dalam pekat malam kau biarkan aku yang terduduk sendirian menikmati rindu yang kian menggebu, juga dengan rasa bersalah yang kian menggunung.

Pangeranku,
Dalam penyesalan dan linang air mataku, aku memohon maafmu yang terdalam, dengan penuh kerendahan hatiku. Ternyata...
Hatiku terlampau sempit dan dangkal; maafkanlah untuk itu...

Pangeranku,
Dalam hal ini, aku hanya ingin kau mendidikku sekali saja. Aku tak mau kehilangan mata teduhmu, saat menatapku yang manja, tempatku berenang-renang dan bermain di sana. Aku telah bertekad untuk selalu berpikir sebelum bersikap dan berkata-kata. Ini bukan hanya aku lakukan terhadapmu saja. Tetapi akan aku lakukan terhadap siapa pun juga!

Pangeranku,
Terima kasih atas bimbinganmu. Terima kasih atas didikanmu. Terima kasih atas kelembutanmu, dalam diam ternyata kau masih saja berdoa untukku. Terima kasih, wahai jiwa yang santun mencintaiku; menerimaku apa adanya... Kau telah mengarahkan aku untuk terlupa bagaimana rasa marah tanpa menghilangkan unsur api dalam jiwaku. Denganmu aku telah terbiasa untuk tidak cepat marah. Sebab saat aku marah, kau malah tak mempedulikan aku barang sedetik pun. Kasihmu seakan hilang di balik kemarahanku. Saat aku mutung, maka saat itu pula kau akan langsung lenyap bagai tersapu angin. Kau telah membuatku luluh dengan sikapku sendiri. Didikanmu sama seperti ibuku. Waktu kecil saat ibu membeli makanan dan ibuku membagi dua makanan itu dengan saudara laki-lakiku, dan aku langsung menangis karena aku ingin makanan itu menjadi untukku utuh. Tentu saja aku menangis karena berharap ibu langsung memberikan makanan itu hanya untukku sendiri. Namun, apa yang terjadi? Ibu mendiamkan aku hingga aku lelah menangis dan tertidur di lantai. Setelah terbangun, aku kemudian berpikir betapa meruginya aku! Makanan aku tak dapat, yang ada malah lelah menangis. Lalu? Apa yang kudapat selain kesia-siaan? Kemudian, aku dengan malu-malu bilang pada ibuku bahwa aku menginginkan sepotong makanan itu. Ibuku langsung memberikan makanan itu seraya tersenyum dan mengusap kepalaku. Ibu telah mengajarkan aku sesuatu, selain berbagi!

Pangeranku,
Sosok yang amat aku banggakan, aku hargai, aku sayangi, dan aku cintai. Kau sosok smart yang rendah hati dan tegas. Ijinkanlah aku untuk tetap menyimpanmu sebagai bingkai hidupku. Kau mengingatkanku pada sosok yang melahirkanku. Dan kau telah melahirkan cintaku kembali. Peluklah aku dalam damai cinta di dadamu. Rengkuhlah aku dalam taman surgamu. Kecuplah keningku dengan keharuman jiwamu. Genggamlah tanganku dengan sucinya hatimu. Lumatlah aku dengan belaian lembutmu. Aku... Ingin menempelkan senyummu di senyumku.

I love you so much..

Minggu, 26 Agustus 2012

Seandainya Aku Menjadi

Aku seorang awam di bidang politik *eh, sepertinya tepatnya awam dalam segala bidang deh :D* Tetapi aku adalah bagian dari rakyat Indonesia *itu pasti!* yang lahir di bumi Indonesia yang sangat kucintai ini. Jadi, boleh dibilang aku ini darahnya 100% Indonesia *karena aku pun tidak ingin menjadi warga negara mana pun, selain Indonesia (kecuali kepepet harus eksodus :D) dan aku tidak begitu ingin berkeliling dunia (kecuali diongkosin :P) sebelum aku menjelajahi Indonesia tercinta. Jadi, secara psikologis, jangan diragukan lagi tentang cintaku, baktiku yang meski kecil ini *ngambil sampah sebiji saat aku lihat dia ada di deket kakiku : sebiji doang :D* terhadap negeri yang sejak dulu terkenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi. 

Baik... Sebagai rakyat yang lugu dan tidak mengerti apa-apa ini *halah lugu... Sing ora lugu ki sing kepiyejal? :D* Ya, maksudnya lugu itu karena aku hanya tahu jalan pergi dan pulang kantor *ah, itu mah kuper atuh, bukan lugu :P* wis embuh jenenge opo..pokoke aku ga ngerti dunia politik aja :D. 
Ya, ya... Sebagai rakyat yang serba awam ini boleh dong kalo aku mempunyai ketersediaan pengandaian di dalam hati dan otaknya. 

Begini. Aku melihat dalam berbagai pemilukada di Indonesia maupun pemilu presiden itu sepertinya kebanyakan rasa persaingannya deh. Kalo diibaratkan dalam masakan itu kebanyakan garam. Garam itu sangat-sangat berguna lho *tapi bagi penderita hipertensi ojo akeh-akeh ya* sehingga, garam yang dinilai sangat berguna itu jika terlalu banyak ditumpahkan ya jadi nggilani kan..? Bener ndak...? Persaingan di ranah politik ini menurutku serba berlebihan. Lebih ke arah curangisasi dan gontok-gontokan. Kayane ki belum dewasa gitu. 

Maka, jika aku menjadi : Pak Jokowi, aku mending mundur aja deh. Kata orang bijak, mundur itu bukan sebuah akhir lho. Saat melihat lawan politiknya itu koq sepertinya ngotot banget pengen menjabat, sampai melakukan segala-galanya demi jabatan itu. Toh, Pak Jokowi bisa melanjutkan karyanya yang dahsyat itu di daerahnya kan? Jadi, pernyataan mundur bukan berarti sebuah akhir itu memang logis. Keputusan mending mundur, apalagi jika sudah melibatkan rakyat. Semua yang dilakukan demi rakyat kan...? Kalo misal rakyat jadi kisruh... Ah, jangan sampai deh, meski udah ada tanda-tandanya :D 

Ya, itulah sekelumit ketersediaan pengandaian di dalam hati dan otakku yang serba minimalis ini. Mundur bukan berarti melepas tanggung jawab. Tetapi jiwa bebas dan legowo itu sangat-sangat bermanfaat dan menenangkan. Terutama buat para penjabat yang kelihatannya tidak pengen turun dari jabatannya.

Sabtu, 18 Agustus 2012

Selamat Hari Raya Idul Fitri

Hari kian berganti hari. Harapan demi harapan kian bermunculan bagai tunas pohon pisang. Namun, di antara banyaknya harapan kita, tentu tidak semua sesuai dengan kenyataan hidup yang kita hadapi. Ada kesal, kecewa, marah, dan sedih.

Kini saatnya segala rasa negatif itu menepi pada Bulan Ramadhan, yang mengajarkan tentang kerendahan hati, bersyukur, kesabaran, dan ketulusan hati. Ramadhan ini sungguh penuh berkah bagi semua insan.

Di penghujung Bulan Ramadhan ini, ijinkanlah aku untuk mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433H dan dengan tulus menyampaikan permohonan maaf lahir dan batin kepada sahabat-sahabatku terkasih, apabila selama ini aku bersikap kurang berkenan di hati sahabat-sahabatku lewat tulisan-tulisanku di sini.  

Terima kasih kepada sahabat-sahabatku terkasih yang telah menyempatkan berkenan mampir ke blogku. Namun aku minta maaf banget kepada sahabat-sahabatku yang sudah berkunjung ke sini tetapi aku tidak berkunjung balik ke blog kalian. Ini semua bukan karena aku tak sayang, melainkan waktu yang memang tidak memungkinkan. Semoga di waktu-waktu mendatang aku bisa bersilaturahmi ke blog sahabat-sahabatku.


* Bagi yang masih dalam perjalanan mudik, mohon bersabar ya... Karena di jalanan pasti mengantri *kecuali bagi yang mudik bersama kereta api, kapal laut, dan pesawat terbang :D. Semoga selamat sampai tujuan. Amin.
  

Senin, 13 Agustus 2012

Ibu : Serpihan Surga yang Turun ke Bumi



Ibu, 
Ladang cinta tak berkesudahan 
Engkau serupa serpihan surga yang diturunkan Tuhan bagiku 
Engkau bahagia melahirkan aku, dan aku bangga hadir ke dunia ini melalui rahimmu 
Sungguh aku tak sanggup menandingkan cintamu dengan semua cinta yang pernah kurasakan di dunia ini

Ibu, 
Doa-doamu kian mengalir bagai air bening yang mengaliri benih-benih padi 
Tak akan pernah kering meski kemarau melanda hingga hasil panen tiba 
Selebrasi sederhana nan penuh syukur mewarnai makna doa-doamu bagiku 
Ia serupa nafas dalam rohku; serupa darah yang mengaliri setiap helai syaraf-syarafku

Ibu, 
Kini kau pantas menjadi peri bagi para malaikat 
Bersatu bersama para kudusNya 
Segala doamu yang pernah melimpahi tubuh dan jiwaku kini kian mengurungku 
Semua kembali menjadi kemuliaan sucimu 

Ibu, 
Dalam helai-helai kerinduanku padamu; aku mengenangmu 
Di antara air mata yang tiba-tiba mengalir di pipi 
Aku melihat langit kelam malam ini 
Aku melihat rasi bintang yang tertata indah di seluas langit itu 
Itukah dirimu? 
Yang bersinar paling terang itu? 
Seakan tersenyum memandangku yang tengadahkan wajahku dari bawah kolong langit ini 
Itukah kau yang menjelma? 
Tengah berkumpul bersama Bapak, Nenek, Kakek, dan saudara-saudara lainnya? 
Salam hormat dan baktiku buat mereka ya Bu...

Ibu, 
Senyummu akan senantiasa menempel di senyumku 
Akan kubagikan bagi siapa pun juga 
Karena kesederhanaan itu nyata membahagiakan 
Doaku pun kan selalu diselingi senyum 
Karena aku bahagia mendoakanmu, wahai roh dan raga yang mencintaiku dengan segenap nafasmu 
Aku rindu senyummu, Ibu… 
* I love you so much! 
Sembah bakti anakmu………


12082012
in the middle of the night

Selasa, 07 Agustus 2012

Seindah-indahnya Topeng, Tetap Topeng

“Ya, dia kan cakep bu....” 
“Apa? Dia cakep? Apanya yang cakep? Kaya gitu koq dibilang cakep!” Sambar Ibu Ani sedikit sewot. “Dia itu egois! Pada setiap hari kerja, telinganya selalu ditutup pake headset buat dengerin lagu. Itu membuktikan bahwa selain egois, dia itu sombong, seolah tidak mau diajak berinteraksi dengan teman-temannya. Emang dia kerja cuma sendirian?” Bu Ani melanjutkan kekesalannya. Gara-gara aku bilang dia cakep, dia langsung seperti disulut api kemarahan. 

*** 
Cakep adalah keindahan secara fisik yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Indah. Fisik merupakan cashing jiwa. Dia yang membungkus batin dan jiwa manusia. Dia bisa dibilang cakep, ketika kita dapat melihat secara fisik pula, bagaimana balutan daging dan kulitnya yang mengikat pada tulang belulang di tubuhnya. 

Namun, cakep secara fisik tidak akan selalu dikatakan cakep apabila tidak dibarengi dengan cakepnya batin. Saat selintas aku bilang bahwa seseorang itu cakep, maka orang yang paling dekat dengannya akan langsung memprotesnya. Itulah kekurangannya saat kita hanya mengandalkan keindahan fisik semata. 

Bahkan ada, orang yang cakep tetapi tidak bisa dibilang cakep karena bisa jadi, dalemannya tidak sesuai dengan keindahan luarnya. Misalnya saja aku ambil contoh orang yang kita kenal : Chef Juna. Di kalangan para pemudi, dia banyak diidolakan, karena cool, katanya. Tetapi, setelah mendengar ia berkata yang tidak semestinya (dengan banyaknya sensor saat ia berkata) kepada salah satu peserta, apa ia akan tetap dibilang cakep? 

Dalam konteksnya sebagai juri, galak boleh, karena ia mau membentuk seseorang menjadi hebat di bidang memasak menurut versinya. Tetapi kan caranya tidak harus seperti itu. Unggah ungguh bahasa masih tetap harus digunakan kepada semua orang, khususnya kepada orang yang lebih tua usianya; meski ia seorang pengambil keputusan. 

Lain halnya dengan cashing yang biasa-biasa saja, namun ia memiliki keindahan batin. Cukup hanya dengan keindahan batin yang ia miliki. Ia akan senantiasa dikenang sebagai orang yang memiliki aura yang memancarkan keindahan batinnya. Maka, ia akan terlihat cakep untuk selamanya. Ia akan lebih abadi untuk dikenang. Tidak ada orang yang memprotes keindahannya, ketika ada orang yang bilang bahwa ia cakep. Bahwa ia menarik. Mungkin di sini aku ambil contohnya : Coki Sitohang yang selalu menjaga ucapannya. Santun dan ramah, tampak ‘merangkul’ pada orang yang diajaknya berkomunikasi. Sudah cakep, makin cakep kan? :D 

Memang, ukuran cakep itu relatif. Sangat bergantung kepada mata yang melihatnya; dari sudut mana ia melihat. Tetapi alangkah lebih indahnya, jika bisa melakukan keseimbangan bagi keindahan tubuh dan jiwa kita. Dengan pakem yang sudah ada, kita bisa mengembangkan diri menjadi seseorang yang bukan hanya indah dilihat, namun bisa menunjukkan diri dengan kerendahan hati yang dimiliki, dan friendly bagi orang-orang terdekatnya. 

*** 

Chika, semoga ini bisa membantumu yaaa... Meski mungkin udah telat juga haha...
Oya, mohon maaf pula jika ada kata-kata yang tidak berkenan, karena postingan ini hanya sebagai contoh belaka. :)

Kamis, 02 Agustus 2012

Tips untuk yang Berpuasa 'di Jalan'

Niat berpuasa, sejak sahur tiba tentu tak bisa menghalangi cobaan-cobaan yang datang silih berganti pada saat kita beraktivitas. Justeru dengan niat, maka kita dikuatkan dalam menjalankan puasa. 

Khusus bagi yang harus berpuasa di jalan, pastinya ribet banget ya. Karena perjalanan jauh, maka bisa saja selama perjalanan itu bisa mencakup sahur sekalian berbuka, atau bisa sebaliknya; berbuka sekalian dengan sahur. Mungkin pada saat di perjalanan darat kita berharap sang sopir bisa berhenti dulu saat kita hendak berbuka puasa. Berhenti sebentar untuk sekadar membiarkan tukang asongan masuk ke dalam bis. Tapi kan tidak selamanya bisa seperti itu. Lah, kalo di udara gimana? Meski Pak Pilot sudah memberi bewara bahwa saat berbuka puasa telah tiba, tapi kalau ga bawa makanan apa-apa gimana? Cara paling simpel adalah menunggu pramugari menjajakan menu. Tetapi tidak semua penumpang bisa sreg dengan makanan yang ada di pesawat. 

Cara lain adalah dengan berbekal. Bekal segelas air, dan bisa cokelat, atau roti (kalau bekal makanan terlalu ribet dan berat). Kan biasanya kalau para lelaki agak sungkan untuk bekal yang berat-berat. Gak enak juga, katanya hehe… Mengapa cokelat? Karena cokelat bisa mengembalikan energi kita. Minimal bisa membuat seimbang energi kita. Memang terkadang saat buka di bis, pasti ada saja yang menawari kita makanan. Tapi kan ga bagus juga kalau kita selalu mengharapkan hal yang demikian setiap kali kita berbuka di jalan. Untuk amannya sih memang mending bawa sendiri perbekalan kita yang memang sudah harus disiapkan sebelum kita berangkat. 

Selamat menjalankan ibadah puasa :)


* Buat kamu yang sedang selalu berpuasa di jalan, hati-hati selalu. Meskipun kamu bekal roti, jangan lupa bawa juga cokelat kesukaanku dan kesukaanmu :D :P

Selasa, 31 Juli 2012

Kalau Salah, Saya Marah Lho!

Menjadi 'pelayan' atau lebih tepatnya melayani orang lain memang gampang-gampang susah. Ada kalanya emosional dari orang yang dilayani tersebut lebih dominan ketimbang rasa pemaklumannya. Entah karakternya yang demikian, atau hanya keinginan sesaatnya yang ingin disebut bahwa dia berada di level yang lebih tinggi daripada yang melayani, aku tidak boleh berburuk sangka.

Namun, yang aku alami ketika aku bertugas sebagai salah satu penerima tamu di sebuah acara wisuda Sabtu lalu, yang dimulai sejak pagi hingga siang menjelang sore, aku seperti merasa diancam oleh salah satu tamu undangan yang kebetulan berkomunikasi denganku.

Ucapan "Kalau salah, saya marah lho...." yang keluar dari bibir seorang bapak itu, membuatku berkerut kening. Saat itu, ia masuk ke tempat acara dari pintu yang salah. Karena para tamu undangan yang hadir harus mendaftar dengan memperlihatkan kartu undangannya, untuk mendapatkan kotak snack, maka mereka harus masuk melalui pintu yang ada di selasar barat, yang artinya, dia memang harus balik lagi dari arah dimana dia tadi muncul. Setelah aku beri petunjuk secukupnya, maka ia pun pergi sambil berkata, "Kalau salah, saya marah lho!"

Aku tentu saja heran. Aku sudah memberi dia arahan untuk masuk ke pintu yang seharusnya dia lewati dengan keramahan yang wajar. Tetapi koq aku mendapatkan ucapan yang menurutku tak perlu diucapkan oleh bapak itu. Ah, tapi sudahlah. Mungkin dia tidak bermaksud seperti itu. Ngapain mikirin hal yang tidak jelas itu. Maka, aku segera kembali melakukan apa yang menjadi tugasku : melayani tamu-tamu lain yang memerlukan bantuanku.

Beranjak siang menuju sore, acara telah menemukan puncaknya. Saatnya aku juga bersiap-siap ke satu ruangan untuk mengambil tasku bersama teman-temanku. Di satu lorong, aku bertemu dengan bapak yang tadi pagi mengancam hendak memarahi aku. Tak disangka dan tak diduga, ia pun tersenyum sambil menganggukan kepalanya padaku. Tentu saja aku membalas tersenyum padanya. Toh untuk tersenyum tidak memerlukan biaya, lagi pula senyum juga tidak akan meruntuhkan harga diri seseorang. Aku tak mempertanyakan mengapa dia tersenyum padaku, karena aku telah menganggapnya sebagai bentuk permintaan maaf darinya kepadaku atas ucapannya tadi pagi.

Alangkah indahnya berbagi senyum. Maka, marilah kita tersenyum :)

Kamis, 19 Juli 2012

Tell Me More About Love

Cinta,
Kumohon ceritakanlah kembali kisah-kisahmu
Tentang langit biru dengan kedalaman samudera luas
Tentang ketabahan menimba air mata menjadi suka cita

Cinta,
Aku ingin mencintaimu hingga cinta itu menjadi luka
Luka dan hampa karena memuja
Seperti pujangga yang memuja kehidupannya
Seperti seorang biara tanpa memoles keindahan duniawi
Seperti Bunda Teresa; hampa karena mencintai

Cinta,
Bagiku, kamu bukan luka
Kamu hadir tidak melukai; tapi mencintai dirimu sehabis-habisnya akan aku lakukan
Sekali lagi, hingga cintaku menjadi luka-luka yang manis

Cinta,
Terus kisahkanlah tentang dirimu kepadaku
Bangunlah aku bukan hanya menjadi sosok
Namun lekatkanlah dirimu di hatiku
Agar aku bisa membantu berkisah tentangmu ke seluruh dunia!

Selasa, 03 Juli 2012

Saat Sang Waktu Berkata Kepadaku

Prolog

Perjalanan hatiku telah membimbing aku pergi ke Jakarta, hari Jumat tanggal 22 Juni 2012. Moment yang bagiku sangat berharga. Saat-saat yang mengharukan langsung menyeruak di antara pertemuan sederhanaku dengannya. Setelah pertemuan ini, jujur hatiku menjadi lega. Lega karena aku tak lagi merasa tertagih oleh janjiku sendiri. Ya, memang aku sempat berjanji untuk menemuinya, ke tempat tinggalnya. Janji itu telah lama terucapkan baik di dalam hatiku, maupun terucapkan kepadanya. Sepertinya telah setahunan lebih sejak janjiku terucapkan, dan baru bisa terlaksana baru-baru ini. Aku juga ga ngerti awalnya gimana, sehingga aku langsung saja berjanji buat bertemu dengannya, yang pasti semua itu berawal dari harapan yang sama bahwa dia pengen bertemu denganku. Pun dengan aku, yang ingin bertemu dengannya. Aku pernah bilang gini kepadanya, "Iya, nanti ya aku ke Jakarta. Kalo cuacanya udah ga ekstrim lagi, dan kalo akunya sehat...." Karena waktu itu Bandung lagi ga puguh banget cuacanya, tambahan lagi, aku sedang flu berat ditambah batuk waktu bilang begitu. Sebentar panas terik banget, eh ga ada angin ga ada mendung, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.

Waktu telah mengajarkan aku tentang kesabaran. Mendadak aku jadi banyak tugas dari kantor. Ada yang disuruh mengikuti seminar ini lah, itu lah, dan juga aku koq lumayan sering keluar kota waktu itu ya, sehingga aku susah buat menentukan waktu yang pas untuk bertemu dengannya. Belum lagi kondisi kesehatanku yang ga memungkinkan. Masa aku bawa-bawa virus flu ke hadapannya. Kan ga asik. Ya kalo sekadar pergi ke kantor bahkan untuk tugas kantor pergi ke luar kota sih aku bisa bawa-bawa itu virus, aku ga peduli banget. Kenapa aku ga mo bawa-bawa virus saat bertemu dengannya? Jujur aja, karena aku takut menularkan virusku ini kepadanya, dan aku ga mau menularkannya. Meski pun hanya flu, aku ga tega ngeliat hidungnya jadi buntu gara-gara aku. Ga deh.. Beneran lho, kemaren-kemaren ini virus batuk dan flu lamaaaaa banget ngendon di tubuhku. Sembuh baru sebentar, eh udah bersin-bersin lagi. Bindengnya aja belom sembuh, eh, ini udah meler lagi aja. Mpe cape dehhhh ngerasainnya....


Akhirnya Ketemu Nilla Juga

Hingga Sang Waktu berkata kepadaku, "Pergilah sekarang. Mumpung cuaca bagus  dan  dia belum pergi ke Padang." Begitu bisik Sang Waktu yang terdengar oleh telingaku.
Tanpa banyak ba bi bu lagi, aku langsung pergi. Sempet nyasar-nyasar di jalan tol. Haha.. Nyampe ke tempat Nilla kira-kira jam setengah dua belas siang. Aku disambut Nilla dan mamanya ga jauh dari rumahnya. Akhirnya aku bisa melihat Nillaku... Dan, ah.. Aku melihat air mata itu seperti hendak menetes di matanya. Aku terharu, tapi aku ga mau ngeluarin air mataku. Haha sombong ya aku, De.. Hihihi..

Baru aja duduk sebentar, Mama Nilla sudah menghidangkan makan siang. Haduh... Sebenernya malu juga sih, dateng-dateng udah disuruh makan.. Haha... Makasih ya Ma, untuk hidangan lezatnya.
Sebuah makan siang istimewa bagiku. Makan siang yang penuh kehangatan dan kasih. Sambil makan, aku nikmati celotehan Nilla. Ah.... Pokoknya asik deh..... Aku terkesan oleh kehangatan kamu De... Juga oleh Mamamu... Salam hormat buat Mama ya De....

Tanpa terasa, satu jam telah berlalu. Sebelum pulang, sampailah pada 'sesi pemotretan'. Sesi ini benar-benar menghebohkan... Haha... Seru penuh gelak tawa hihihi...

Terima kasih Pak Agus, yang udah mengantarkan aku ke Jakarta sampai pulang dengan selamat. Juga buat Mama Nilla yang sudah berkenan 'membuatkan' gambar-gambar untuk kami.... Terima kasih aku buatmu Neng, yang udah mau nemenin aku ke Jakarta. Aku masih belum berani pergi ke Jakarta sendirian soalnya hehehe.
Tentu saja terima kasihku buat Nilla yang udah mempersiapkan kedatanganku. Maafin aku ya De, kalo aku udah ngerepotin Ade dan Mama. Maafin juga kalo ada yang kurang berkenan dariku. Makasih De, udah berbagi. Juga buat Mama, makasih ya Ma. Perjuangan hidup Mama sungguh membuat batinku berteriak : "Salut!"

Sebelum pulang, saat Nilla dan mamanya mengantarkan aku ke depan, aku sempet mengambil gambarnya. Mmhhh... Tau ga De, setelah aku motret kamu dan mama, aku nangis lho di mobil haha.... Akhirnya embun yang sejak dateng itu ada, pecah juga deh pas pulangnya.


Ending

Ah, perjalanan hatiku akhirnya telah menemukan puncaknya; dapat melihat dan menyentuh pipinya, bahkan mencubitnya. Ada banyak sisi dalam kehidupan ini yang dapat aku cerna. Bahwa hidup itu memang semanis es krim buatan kita sendiri. Seberapa takaran gula yang digunakan, itulah yang akan kita nikmati pula. Hidup bukan hanya makan dan minum untuk dapat bernafas, artinya bukan hanya mengejar pencapaian demi pencapaian saja. Tetapi ada sisi dominan yang memang harus diraih, yaitu rasa syukur dan ketulusan menerima setiap peristiwa yang terjadi pada hidup kita. Pertemuan ini, bagiku bukan hanya sekadar saling melihat wajah saja, namun lebih daripada itu semua, bahwa kebahagiaan batin tidak bergantung pada apa yang telah kita peroleh. Namun apakah kita cukup mempunyai harapan-harapan indah untuk bisa diraih pada esok hari.

Sekali lagi, terima kasih banyak ya De.... Aku harus jujur mengakuinya bahwa kamu telah mempengaruhiku tentang bagaimana seharusnya aku bersyukur dan menemukan kebahagiaan lewat hal-hal yang sederhana. Semakin terbukti bahwa memang : bahagia itu sederhana!

 








Ini dia gambar yang bikin aku nangis untuk beberapa lamanya di mobil. Melihat matamu yang berkaca-kaca De, bikin aku ga nahaaannn mecahin embun-embun di mataku

Jumat, 15 Juni 2012

Lima Belas Menit yang Berharga



Awalnya kau selalu gamit tanganku
Kau bimbing ke depan agar tanganku melingkar di pinggangmu
Aku yang duduk di belakangmu hanya bisa tersipu malu
Merasakan setiap kehangatan yang kau jalarkan lewat jemarimu

Awalnya kau selalu membuatku tertawa renyah, bahkan terbahak
Di bangku Taman Dewi Sartika di bawah bayangan rimbun pepohonan tangguh
Bercerita tentang kupu-kupu berwarna warni yang sebelumnya adalah kepompong; keindahan setelah sekian lama dalam masa kepengapan
Bercerita tentang pelangi di atas taman ini yang terbit sehabis hujan badai

Awalnya....
Awalnya kau berbincang tentang segenap alam raya dan semua siklus kehidupan
Memang, tak ada yang abadi, selalu berganti dengan generasi barunya
"Jangan kau kira batu itu hanya bisa diam. Ia tetaplah bernafas dan menjadi saksi atas segala peristiwa"
Begitu katamu yang kau ucapkan berulang-ulang kepadaku

Lima belas menit yang berharga
Menjadi sebuah ruang yang amat mewah dan penuh berkat
Saat kau bercerita tentang semua itu dalam lima belas menit terakhir
Kau hembuskan nafasmu, yang katanya hanya ingin kau persembahkan untukku

Padu padan antara duka dan suka seirama dengan lagu yang menyayat
Duka karena aku tak kan pernah melihat senyummu lagi
Suka karena kau terhempas ke tempat terindah dengan senyum terkulum
Kau telah menjadi kupu-kupu itu
Kau telah berubah menjadi pelangi
Namun, kau adalah batu yang tak hanya bisa diam saja
Kau akan selalu menjadi saksi atas peristiwa sedih dan senangku
Tangis dan tawaku
Aku tak boleh egois!

Terima kasih atas persembahanmu yang tak kan kulupakan dalam setiap hentak nadiku


Selasa, 12 Juni 2012

Sebuah Rose Buat Cintaku




Menemukan bait-bait puisi dalam secarik kertas. Aku tak tahu, untuk siapa puisi itu. Entah dari siapa, aku juga tak mengetahuinya.
Tetapi, membaca rangkaian kata-katanya terasa indah dan menggetarkan jiwa. Cukup membuat terharu pula, karena sepertinya isi dari bait-bait puisi ini menunjukkan bahwa diantara mereka tidaklah bersatu. Namun, mereka sempat saling mengenali, saling merindukan, hingga terciptakan saling mencinta diantara mereka. Untuk mengenangkan mereka, maka tak berlebihan jika aku membagikannya di blogku tercinta ini sekaligus dengan ilustrasi gambarnya.

Ini dia puisinya :



SEBUAH ROSE BUAT CINTAKU

Aku mencarimu di setiap tetes hujan yang jatuh dari langit,
di setiap rose di musim semi,
di setiap nafas dari sebuah cinta,
di setiap butiran embun pagi.

Aku bisa melihatmu di balik mimpi-mimpiku,
dengan wajahmu yang siap menawan dan mempenjarakan hatiku,
sama seperti bunga-bunga mawar yang mekar indah di kebunku.
Aku mengamati wajahmu yang bersinar seperti matahari yang membawa terang bagi kabut yang gelap.

Aku mencintaimu walau hujan, rose, nafas dan embun tidak ada lagi
aku membutuhkanmu..
aku ingin berbagi saat ini sampai  yang Ilahi membaca daftar nama kita
berbagi tentang  hujan rintik-rintik di  musim semi sampai tentang kebun-kebun mawarku.

Aku mencintaimu
walau jarak dan waktu membelah kita
kamu adalah satu-satunya yang mendekorasi pikiranku
kamu adalah lautan mimpi-mimpiku

Aku menemukanmu disetiap ombak yang bergelora
di dalam buih yang memanjakan tubuhku
kamu adalah putri duyung yang mendekat ke sisi mimpi-mimpiku
yg berubah menjadi wanita yang paling menakjubkan.
Tentu itu adalah kamu sayang…

Rabu, 06 Juni 2012

Sedikit Cerita Dibalik Myasthenia Gravis dan Pengaruhnya Bagiku




Sebenarnya, aku bingung mau nulis apa tentang Myasthenia Gravis. Setahuku, Myasthenia Gravis itu adalah penyakit yang berhubungan dengan auto imun. Yayasan yang menaunginya adalah http://www.mgindonesia.org.  Bagi yang ingin mengetahui lebih lanjut, silakan kunjungi webnya. 

Nah, pada postingan ini, aku ga akan bercerita tentang apa itu Myasthenia Gravis, bagaimana gejala-gejalanya, dan bagaimana pengobatannya. 
Di sini, aku justeru ingin menulis cerita tentang dibaliknya. Cerita yang sungguh manis, setidaknya menurutku. Cerita yang menurutku juga bukan cuma cerita biasa. Ini merupakan sebuah keajaiban buatku. Adalah lewat dunia blogging aku mengenal apa dan bagaimana penyakit yang disebut Myasthenia Gravis itu, lewat seorang gadis manis yang mandiri, dan aku telah mencoretkan rangkaian kata-kata yang aku persembahkan buatnya. Jika teman-teman ingin menengoknya, bisa dilihat di sini. Dan jika teman-teman ingin mengetahui lebih jauh dan mendalam lagi tentang Myasthenia Gravis, bisa menengok tulisan Ari Tunsa di sini dan tulisan Mbak Keke di sini sebagai bentuk dari kepedulian untuk para MGers. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Tak ada sesuatu yang kebetulan di dunia ini, sehingga aku bertemu dengan sahabatku ini. Banyak hal yang telah terjadi antara aku dan dia, meski belum pernah bertemu muka. Banyak kesamaan feeling yang seperti kataku tadi, bahwa buatku ini merupakan keajaiban-keajaiban kecil, dan keajaiban itu masih terus berlangsung sampai hari ini. Satu pola pikir dan nyambung banget saat ngobrol, mulai dari hal-hal sederhana sampai hal-hal yang berat sekali pun. Baru kali ini aku mengalami hal ini.

Aku bersyukur bisa mengenalnya, karena sosoknya yang ceria, mandiri dan penuh motivasi, selalu berpikir positif. Dan aku akui hal itulah yang aku serap darinya. Aku banyak belajar darinya tentang apa itu bersyukur. Menikmati pagi adalah sesuatu yang sungguh-sungguh aku syukuri. Dan aku juga penikmat dari doa-doa yang keluar dari hatinya yang tulus. Makasi banget ya de...

Ari peduli, Mba Keke peduli, dan aku juga ingin peduli, meski hanya lewat tulisan. Namun aku berharap, semoga para MGers dapat selalu memupuk dan menghirup setiap harapannya.

By the way, Selamat Ulang Tahun yang pertama buat YMGI, semoga senantiasa ceria dan semakin berkembang dengan harapan-harapan indahnya. Amin...



Selasa, 05 Juni 2012

Tentang Indonesian Idol

Indonesian Idol telah membawa banyak penyanyi berbakat. Khusus Indonesian Idol edisi para juri Ahmad Dani, Anang Hermansyah, dan Agnes Monica, aku mengikuti, tapi ga dari awal banget sih ngikutinnya. Semua berjalan dengan baik. Tak kurang dan tak lebih. Tak ada yang aneh. Tapi ketika telah mencapai 5 besar, hak veto yang telah digunakan untuk mempertahankan Sean.

Sebenernya sih, sah-sah aja jika para juri menggunakan haknya. Tapi, menurutku, sepertinya jadi hal yang janggal, manakala jurinya seringkali bilang bahwa Indonesian Idol hanyalah miniatur dari real entertainment. Jadi, jika sekarang ini salah satu dari peserta harus pulang, maka belum tentu yang pulang itu jelek.

Memang, Sean ga jelek. Dia bagus. Bagus banget di usianya yang masih sangat-sangat muda. Tetapi, menurutku, hak veto itu ga harus dipake kan? Rasanya ga adil aja, karena hak veto itu cuma satu. Sementara, peserta lainnya jika nanti pulang, ya udah ga bisa lagi dapetin hak veto. Seandainya, hak veto itu berlaku buat semua peserta, ya bolehlah....

Ah, tapi itu hanya pemikiranku aja. Hanya pendapatku aja koq... Toh, aku kan ga rugi apa-apa dengan keputusan jurinya.

Jumat, 01 Juni 2012

Menangis

Untuk apa menangisi rindu yang tak bertepi?
Sebaiknya, menekuri pagi dengan angin lembut di kepala
Embun yang menetes rindu memerciki bumi dan seisinya, termasuk ke seluruh poriku
Pagi berembun, serupa doa-doaku yang tersemai buatmu

Untuk apa menangis?
Saat seseorang yang dicinta begitu bahagia di luar sana
Sesungguhnya, milik siapakah dia?
Tubuh, jiwa, dan pikirannya tentu hanya dimiliki oleh Sang Maha Wenang

Untuk apa menangis?
Saat sehat ini pergi berlalu
Sesungguhnya, siapakah pemilik kesehatan ini?
Lagi-lagi, tentu Sang Maha Pemurah lah pemiliknya

Untuk apa menangis?
Saat pekerjaan tak lagi bisa menghidupi
Saat orang lain tak memandang dengan sebelah mata pun
Saat cibiran orang-orang yang bertemu dan di seberang sana kian bersemi

Aku hanya ingin menangisi diriku
Yang tak tak mengerti kasihNya
Aku hanya ingin menangisi diri ini
Saat aku tak lagi bisa bersyukur
Saat aku tak lagi bisa meminta apa pun kepadaNya



* Welcome June… I will loving you, more and more