Sememi dalam siang
Sememi pada suatu malam.
Saat seorang teman harus pergi ke sebuah daerah yang bernama Sememi. Malam itu
sekitar pukul 11. Jalanan terlalu sepi dan gelap untuk dilewati. Namun apa mau
dikata. Seorang teman itu, sebut saja Mas Daniel, harus pergi ke rumah yang berada di satu
perumahan di daerah itu untuk suatu keperluan. Bagi yang tinggal di Surabaya,
mungkin pernah mendengar nama daerah ini. Sememi, yang masuk di wilayah
Surabaya Barat.
Kisah Sememi yang
hampir merenggut nyawa Mas Daniel. Kebetulan, rumah yang hendak ditujunya itu
melewati jalur rel kereta api. Dalam keadaan gelap gulita - jika pun ada lampu
menyala - ia hanya melihat sinar yang remang-remang saja di seberang jalan di
mana ia berada saat itu. Karena perlintasan kereta api itu tidak ada palang pintunya, maka ia mencari seorang kakek
yang selalu setia setiap saat berada di sekitar perlintasan kereta api itu. Entah kakek itu ada yang
menggaji atau ia bekerja dengan suka rela, tidak ada yang
mengetahuinya. Namun Mas Daniel selalu memberi sedikit rejekinya untuk Sang Kakek penjaga
perlintasan kereta api, setiap ia lewat di perlintasan
itu. Sekian
lama ia mengedarkan pandangannya ke arah kakek itu biasanya berada, tapi ia tidak menemukan
kakek berhati mulia itu.
Laju mobil ia
jalankan dengan lambat. Lajunya sekitar 5 – 10 Km per jam. Matanya masih
mencari sosok kakek penjaga pintu perlintasan itu. Setelah ia yakin bahwa kakek
itu tidak ada, maka ia terus melanjutkan perjalanannya untuk menyeberangi
lintasan kereta api itu. Namun, alangkah terkejutnya saat ia melihat satu sinar
yang semakin lama semakin terang, sementara mobilnya sudah berdiri sekitar 1
meter dari rel kereta api. Ia tentu saja sangat panik. Mau mundur sudah susah.
Mau dilanjut untuk maju, juga berisiko jika berhenti di tengah rel kereta api, karena
sudah tidak ada ancang-ancang lagi untuk tancap gas. Dengan doa-doa di hatinya,
ia pasrahkan jiwa dan raganya hanya kepadaNya. Kemudian dengan reflek, ia tancap gas. Sambil tancap gas dan berdoa dalam sekejap
supaya Tuhan meluputkannya dari maut. Apa yang terjadi kemudian? Ternyata mobil yang ia kendarai meloncat bagai kodok yang
melompat dari satu teratai ke teratai lainnya. Meloncat sekencang-kencangnya! Dan, sesaat mobil yang ia kendarai
meloncat sampai di seberang, hanya sepersekian detik saja, kereta api barang
meluncur deras di belakangnya. Alangkah bersyukurnya Mas Daniel. Ia tak
henti-hentinya mengucap syukur kepadaNya, Sang Pelindung kehidupannya. Apa
jadinya jika mobil yang meloncat itu tidak sampai di seberang, dan setengah
badan mobil itu ada di atas rel kereta api? Pastinya, pulang hanya tinggal
puing-puing yang tersisa.
Masih dalam
kegelapan Sememi,
ia mencoba meneruskan
perjalanannya ke rumah yang hendak ditujunya dengan perasaan yang tak menentu.
Jantungnya berdebar hebat, disertai kaki kanannya yang langsung kesemutan, dan
kekagetan yang luar biasa kaget itu membuat lututnya lemah. Tuhan masih
menolongnya dalam kegelapan dan sepinya jalanan itu. Akal sehatnya masih bisa
digunakannya dengan baik, meski raganya terasa rapuh. Ia terus saja bersyukur
atas kelimpahan kasihNya yang tiada terhingga itu. Pasca kejadian ini, seorang
Mas Daniel menjadi semakin menyadari betapa ia disayangi dan dilindungi
olehNya. Bagaimana caraNya melindungi sungguh terasa, meskipun sampai kini ia
masih bergidik jika harus melewati jalanan di daerah Sememi.
Himbauan kepada para pengguna jalan, khususnya yang harus melintasi
daerah Sememi, harap berhati-hati. Karena selain tidak ada palang pintu di
perlintasan itu, tumpukan bantalan untuk rel kereta api itu disusun sangat
tinggi, sehingga dari jarak dekat pun, tidak akan bisa melihat kereta yang akan
lewat. Jika dilihat dari suasananya, daerah ini memang sepi sekali seperti tidak
ada kehidupan, meskipun pada siang hari.
Mengapa perlintasan kereta seperti ini tidak ada palang pintunya? Apakah
karena bukan stasiun besar? Apakah harus menunggu ada korban terlebih dahulu
untuk memerbaiki sesuatu yang menyangkut nyawa manusia? Mungkin, kondisi
seperti ini tidak hanya ada di Sememi saja. Bisa jadi, di setiap daerah
dipastikan ada. Apa buruknya, setiap jalanan yang harus bertemu dengan kereta
api diberi palang pintunya? Apa harus dipasang plang begini : SEMEMI = Seram-seram
Medeni? (seram-seram menakutkan – red.)
Dan jika sudah dipasang palang pintu dan penerangan yang wajar, plang
itu bertuliskan : SEMEMI = Senyum-senyum Bersemi (lebih sumringah kan).