“Ya, dia kan cakep bu....”
“Apa? Dia cakep? Apanya yang cakep? Kaya gitu koq dibilang cakep!” Sambar Ibu Ani sedikit sewot.
“Dia itu egois! Pada setiap hari kerja, telinganya selalu ditutup pake headset buat dengerin lagu. Itu membuktikan bahwa selain egois, dia itu sombong, seolah tidak mau diajak berinteraksi dengan teman-temannya. Emang dia kerja cuma sendirian?” Bu Ani melanjutkan kekesalannya. Gara-gara aku bilang dia cakep, dia langsung seperti disulut api kemarahan.
***
Cakep adalah keindahan secara fisik yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Indah. Fisik merupakan cashing jiwa. Dia yang membungkus batin dan jiwa manusia. Dia bisa dibilang cakep, ketika kita dapat melihat secara fisik pula, bagaimana balutan daging dan kulitnya yang mengikat pada tulang belulang di tubuhnya.
Namun, cakep secara fisik tidak akan selalu dikatakan cakep apabila tidak dibarengi dengan cakepnya batin. Saat selintas aku bilang bahwa seseorang itu cakep, maka orang yang paling dekat dengannya akan langsung memprotesnya. Itulah kekurangannya saat kita hanya mengandalkan keindahan fisik semata.
Bahkan ada, orang yang cakep tetapi tidak bisa dibilang cakep karena bisa jadi, dalemannya tidak sesuai dengan keindahan luarnya. Misalnya saja aku ambil contoh orang yang kita kenal : Chef Juna. Di kalangan para pemudi, dia banyak diidolakan, karena cool, katanya. Tetapi, setelah mendengar ia berkata yang tidak semestinya (dengan banyaknya sensor saat ia berkata) kepada salah satu peserta, apa ia akan tetap dibilang cakep?
Dalam konteksnya sebagai juri, galak boleh, karena ia mau membentuk seseorang menjadi hebat di bidang memasak menurut versinya. Tetapi kan caranya tidak harus seperti itu. Unggah ungguh bahasa masih tetap harus digunakan kepada semua orang, khususnya kepada orang yang lebih tua usianya; meski ia seorang pengambil keputusan.
Lain halnya dengan cashing yang biasa-biasa saja, namun ia memiliki keindahan batin. Cukup hanya dengan keindahan batin yang ia miliki. Ia akan senantiasa dikenang sebagai orang yang memiliki aura yang memancarkan keindahan batinnya. Maka, ia akan terlihat cakep untuk selamanya. Ia akan lebih abadi untuk dikenang. Tidak ada orang yang memprotes keindahannya, ketika ada orang yang bilang bahwa ia cakep. Bahwa ia menarik. Mungkin di sini aku ambil contohnya : Coki Sitohang yang selalu menjaga ucapannya. Santun dan ramah, tampak ‘merangkul’ pada orang yang diajaknya berkomunikasi. Sudah cakep, makin cakep kan? :D
Memang, ukuran cakep itu relatif. Sangat bergantung kepada mata yang melihatnya; dari sudut mana ia melihat. Tetapi alangkah lebih indahnya, jika bisa melakukan keseimbangan bagi keindahan tubuh dan jiwa kita. Dengan pakem yang sudah ada, kita bisa mengembangkan diri menjadi seseorang yang bukan hanya indah dilihat, namun bisa menunjukkan diri dengan kerendahan hati yang dimiliki, dan friendly bagi orang-orang terdekatnya.
***
Chika, semoga ini bisa membantumu yaaa... Meski mungkin udah telat juga haha...
Oya, mohon maaf pula jika ada kata-kata yang tidak berkenan, karena postingan ini hanya sebagai contoh belaka. :)
Oya, mohon maaf pula jika ada kata-kata yang tidak berkenan, karena postingan ini hanya sebagai contoh belaka. :)
2 komentar:
kakak
wah makin keren aja niy
sorry, baru bisa mampir
hehehe
elok rupanya belum tentu hatinya juga
Posting Komentar