"Na, tolong aku dong.... Aku beneran bingung ni..." Ujar Cici tiba-tiba.
"Ada apa Ci..?"
"Kira-kira dua bulan lalu pas aku ke dokter langgananku, dia bilang mau ngenalin aku sama temennya, dan aku udah dua kali makan malem sama temennya itu. Dia seorang pengusaha sukses katanya, dan dia bilang kalo dia ga bakalan nuntut apa pun dariku. Dia bakal nerima aku apa adanya. Tapi dia udah tua Na... Jadinya, si papa ga setuju, juga ade dan kakak-kakakku," Papar Cici tanpa jeda. Wina hanya bisa mendengarkannya sampai Cici habis bercerita. Wina seperti sedang mencoba untuk mencerna setiap perkataan Cici dengan sebaik mungkin.
"Mmhh.. Pasti dia duda ya Ci..." Tebak Wina
"Iya Na... Dia udah punya anak tiga, dan sudah punya cucu pula. Dia duda ditinggal meninggal isterinya enam tahun yang lalu Na." Ujar Cici lagi.
"Trus, selama pertemuan itu, selama dua bulan itu, dengan udah dua kali makan malem, perasaan Cici gimana?" Tanya Wina pelan-pelan.
"Ga tau atuh Na.. Aku bingung. Aku juga kan belum tentu jadi isterinya dia."
"Tapi, kalo Cici emang udah ga suka sama dia, Cici bisa menentukannya dari sekarang. Kalo menurutku sih, mending dengerin kata-kata papa. Biasanya, orang tua suka punya feeling. Punya intuisi tajam buat anak-anaknya. Udah kerasa sama aku soalnya Ci, sama kejadianku yang udah-udah. Seleksi orang tua sangat berguna bagiku. Tapi aku ngomong kaya gini, bukannya untuk ngehalangin lho. Ga ada maksud sama sekali! Semua kembali lagi sama keputusan Cici, karena kan Cici yang bakal ngejalanin....." Ujar Wina panjang kali lebar.
"Terima kasih ya Na.. Apa yang kamu bilang itu akan menjadi bahan pertimbangan untukku," Ujar Cici, dengan wajah yang masih bingung.
***
Senin pagi. Senin yang cerah dan segar, dengan langit biru terang. Cici berjalan ke meja Wina. Ia kembali bercerita bahwa ia sudah menemui seseorang yang dinilai mengerti tentang 'balonnya'. Dan dengan sumringah, Cici bercerita bahwa Ibu Sofi tidak pernah mengetahui hal-hal buruk tentang 'balon' Cici. Ibu Sofi dan suaminya juga mendukung Cici untuk berhubungan lebih lanjut dengan sang duda itu.
"Mmmhhh... Kalo gitu, aku bisa ambil kesimpulan sekarang. Bahwa Cici, ternyata sedikit banyak sudah ada minat sama dia. Bener kan Ci? Waktu itu aku ga tau kalo Cici suka. Karena Cici bilang Ga tau..hehehe" Wina berujar sambil menatap dalam ke mata Cici.
"Mungkin iya Na..." Jawab Cici pelan. Ia sepertinya malu pada Wina.
"Cieeeeeee...." Ledek Wina.
"Wina, ah..."
"Kalo memang Cici suka, ya ikuti kata hati Cici. Jangan pernah ragu lagi. Ga usah dengerin kata-kata orang lain. Jalani sepenuh hati," Kata Wina sok bijaksana. Cici hanya bisa terdiam.
***
Rabu sore sepulang kerja, hape Wina bergetar dan seketika lagu I Love The Way You Lie bergema di kamarnya.
"Hallo..."
"Na, aku ngeganggu ga?"
"Ga.. Ada apa Ci, tumben telepon aku... Hehehe.."
"Terima kasih banget ya Na... Makasih bangettttt..... Pokoknya makasih banget...."
"Cici kenapa sih? Cerita dong. Makasih apaan?" Tanya Wina penasaran.
"Na, ternyata apa yang kamu bilang itu bener. Barusan Ibu Sofi nelepon aku, bahwa untuk sementara jangan mau diajak-ajak sama dia, Na. Bu Sofi juga minta aku ke rumahnya buat dengerin apa yang Bu Sofi tau tentang dia. Nah, setelah aku tau semuanya, baru terserah aku. Mau lanjut atau ga... Makasih ya Na..." Cerocos Cici.
"Oh, itu to....heheheh..."
"Feeling kamu bener Na. Pas Ibu Sofi nelepon aku tadi, aku langsung inget sama kamu. Sama kata-kata kamu. Kamu memang adikku tersayang. Sahabatku tercinta. Nanti mah, kalo aku ada apa-apa, aku mau lapor sama kamu dulu ah," Ujar Cici dengan antusias.
"Lapor? Emang aku komandan Cici? Hahahah... Ada-ada aja deh Cici...." Jawab Wina ringan. Padahal, Wina hanyalah seorang komandan kasur, karena sore-sore dia sering banget udah tertidur pulas.
"Sekali lagi, makasih banget ya Na. Aku sekarang plong. Ibu Sofi udah memperkuat apa yang udah kamu bilang. Jadi, aku ga ragu lagi sekarang,"
"Iya Ci... Sama-sama... Syukurlah kalo Cici udah plong dan ga ragu lagi. Aku ikut seneng...." Jawab Wina dengan senyum yang mengembang. Hanya tembok yang ngeliat manisnya senyum Wina.
***
Wina puas. Batin Wina bahagia. Bahwa apa yang dikatakannya memang murni demi persahabatan. Bukan bermaksud menghalangi sahabatnya untuk meraih keinginan dan mimpi-mimpinya. Sebisa mungkin Wina akan terus menjadi yang terbaik untuk siapa pun. Kalo bisa ia ingin dapat menjadi berkat bagi orang-orang di sekitarnya; selalu.
5 komentar:
ikut gimana gitu bacanya...
bener, feeling ortu peka banget terhadap anak2nya.
OOT mba, tumpeng ijo apaan ya? tumpeng nasi gurih yg berbungkus daun pisang kerucutnya?
atau yg lain lagi?
makasih infonya mba :)
bener2 teman yang baik yah? :)
waduuuh kisah nyata ya Mbak?? hebat ya di jadiin cerita salam :)
Posting Komentar