Suatu malam, hapeku berlagu. Entah siapa yang membuatnya bernyanyi riang. Tak keburu aku angkat, akhirnya dia mati. Aku masih melayani para pembeli di warung tendaku yang menyediakan hidangan laut. Sampai beberapa kali hapeku berlagu, namun aku tak sempat meraihnya juga. Syukur kepada Tuhan, warung tendaku malam itu memang tak sepi pengunjung. Pergi satu, datang lainnya. Begitu silih berganti. Sampai baru saja mau meletakkan pantatku, terus tak terjadi karena pembeli yang datang lagi. Lumayan gempor juga kaki ini....
Karena kecapekan, malam itu aku langsung tertidur. Sewaktu aku hendak menghubungi si penelepon kemarin malam, sengaja aku cari waktu senggang yang pada saat itu aku hanya sebentar saja pergi menengok ke warung tendaku, sebab hari ini Ina sudah bisa membantuku kembali. Aku sempet kaget juga, karena orang ini sudah bertahun-tahun ga pernah ngubungin. Sehingga akhirnya, aku SMS orang yang berteriak-teriak lewat hapeku semalam, yang ternyata temen lamaku, yang masih menganggapku sebagai guardian angel baginya. Ah, ga apa-apa sih, dia mau nganggep aku apa, yang penting, antara aku dan dia sudah ga ada cerita apa pun. Itu kisah lama. Aku garis bawahi, itu kisah lama. Lagian, kan sekarang ini, aku sudah punya kisahku sendiri.
Malamnya, setelah aku SMS ke dia, Harris meneleponku. Ia langsung bercerita tentang sesuatu kejadian aneh perihal mimpi. Mimpi yang dialami oleh kekasihnya. Lantas apa urusannya denganku ya? Batinku saat itu. Aku mendengarkannya terus. Pada awalnya, setelah ia menanyakan kabarku, ia kemudian bertanya kepadaku, "Rin, di minggu-minggu ini kamu pernah mimpi ketemu sama orang yang belum kamu kenal ga?"
"Belum mas. Emang kenapa?" tanyaku heran, karena aku tidak pernah memperhatikan mimpi-mimpiku selama ini. Sejak dulu, kepadanya aku sudah memanggilnya mas, karena ia tidak mau dipanggil Koko, meski ia adalah seorang Cina tulen. Katanya, ia ingin merasakan bahwa ia adalah orang pribumi, orang Indonesia. Tidak membedakan antara aku dengannya. Karena ia berasal dari Semarang, maka aku memanggilnya dengan sebutan Mas.Dan ia cukup senang dengan panggilanku itu.
"Gini, Rin. Cewekku, si Dewi, sekarang lagi ngadat sama aku."
"Gara-garanya dia mimpi aku sama kamu lagi ngobrol berdua, kayak orang yang lagi pacaran gitu lah. Mesra banget gitu katanya. Dia mimpiin kita tuh udah tiga kali berturut-turut,"
"Terus mimpi yang ke dua, katanya aku tuh manggil kamu dengan nama RIN. Masih mesra. Nah mimpi yang ketiga, waktu itu katanya aku sama kamu lagi duduk-duduk gitu, terus kamu dipanggil sama seorang bapak dalam Bahasa Sunda begini: Rin, ke sini, sudah sore dan, mulai dari situ, dia murka sama aku. Aku sampe nyempet-nyempetin cari-cari di internet tentang mimpi. Dan aku Googeling, ga ada satu pun artikel tentang mimpi seperti itu...." cerocosnya tanpa henti. Ga ada dia kasih ruang bicara padaku. Aku masih mendengarkannya dengan tabah.
"Kenapa aku langsung ngubungin kamu, karena ciri-ciri cewek yang ada di mimpi-mimpinya si Dewi itu, mirip banget sama kamu. Aku jadi langsung inget kamu dan langsung telepon kamu kemaren. Eh, ga diangkat juga," imbuhnya.
"Haahahahahha..." ketawaku meledak saat itu juga.
"Lah, koq malah ngetawain.... Ini serius Rin. Dia sekarang ga mau ngomong sama sekali ni sama aku. Ditelepon, dia ga mau ngangkat teleponnya. Padahal jelas-jelas hapenya aktif koq..."
"Ya abis, mau gimana lagi Mas. Namanya juga mimpi. Aku musti bantu gimana coba? Kenal pun aku ga sama dia." Kataku sambil menahan tawa.
"Nah, itu dia Rin. Aku juga sempet bilang kayak gitu sama dia. Sapa tau aja yang di mimpinya itu namanya Ririn, Rina, Rini ato Merin. Bukan kamu, Karin. Lagian kenapa ga ditanyain aja sekalian di mimpinya, siapa maksud dari nama RIN itu. Trus si Dewi bilang, ya mana aku tau. Masa di mimpi bisa nanya-nanya kayak gitu. Gitu Rin jawabannya..." Harris nampak kesal dengan ceweknya yang marah-marah ga jelas hanya gara-gara mimpi. Tapi aku akui, bahwa Harris adalah seorang yang easy going. Dia cowok yang simpel dan ga neko-neko. Dulu, aku ga pernah bisa marah padanya, saking easy goingnya. Karena, marah pun percuma saja bagiku. Ah, ternyata masih tidak berubah. Mungkin itulah salah satu point dariku buatnya.
"Ya, aku sih ga papa dia mau ngambek kaya gitu sampe kapan pun juga. Tapi aku tuh pengennya dia dengerin dulu penjelasanku." Suaranya kini agak lunak.
"Ya udah, kamu berjuang lagi deh Mas... Bilang aja gini, kalo pun emang bener itu tuh pacarku di mimpimu itu yang bernama Karin, dia itu ga banget deh. Dia itu bukan tipe aku."
"Pokoknya, jelek-jelekin aja aku mas." Lanjutku lagi.
"Ga, Rin. Ga papa. Aku juga pengen tau, sampai dimana dia mau bertahan kayak gitu terus. Satu yang pasti, aku cuma pengen terus jadi sahabatmu. Meski apa pun yang terjadi. Aku ga takut koq sama suamimu."
"Wah-wah...hati-hati ah..." Ujarku.
"Ya udah deh Rin... Aku cuma pengen nanyain itu aja koq. Sapa tau kamu juga mimpi hal yang sama dengan si Dewi. Ga ngerti deh tuh anak. Percaya banget sama mimpi-mimpinya sebagai petunjuk buat dia. Emang bener sih, kita pernah deket. Tapi bukan berarti dia harus menelan mentah-mentah mimpinya itu." Katanya dengan emosi yang hampir memuncak lagi.
Akhirnya pembicaraan selesai. Ada sesuatu yang menggelitik hatiku. Bukan hanya dengan persoalan mimpi itu. Mau tidak mau itu memang merupakan petunjuk buatku. Sepertinya, Harris masih menaruh harap padaku, yang akhirnya dia masih mencari-cari sosok sepertiku. Aku yang langka di matanya. Ia begitu menyanjungku sebagai perempuan sederhana yang ga neko-neko, ga matre, dan sebangsanya, yang membuat dia menganggapku sebagai perempuan langka yang harus dilestarikan. Hanya saja, karena strata sosial yang begitu menyolok, aku mundur dari kehidupannya, meski dari awal pertemuan dia begitu heran, karena di jaman sekarang masih ada perempuan seperti aku. Ah, dunia sungguh berwarna. Mimpi oh mimpi.
* Diceritakan kembali dalam bentuk AKU.
Semoga kedua temanku ini mendapatkan yang terbaik dari masalah ini. Meski aku tahu, Harris cowok easy going itu, pasti akan meninggalkan ceweknya.
0 komentar:
Posting Komentar