Menjadi 'pelayan' atau lebih tepatnya melayani orang lain memang gampang-gampang susah. Ada kalanya emosional dari orang yang dilayani tersebut lebih dominan ketimbang rasa pemaklumannya. Entah karakternya yang demikian, atau hanya keinginan sesaatnya yang ingin disebut bahwa dia berada di level yang lebih tinggi daripada yang melayani, aku tidak boleh berburuk sangka.
Namun, yang aku alami ketika aku bertugas sebagai salah satu penerima tamu di sebuah acara wisuda Sabtu lalu, yang dimulai sejak pagi hingga siang menjelang sore, aku seperti merasa diancam oleh salah satu tamu undangan yang kebetulan berkomunikasi denganku.
Ucapan "Kalau salah, saya marah lho...." yang keluar dari bibir seorang bapak itu, membuatku berkerut kening. Saat itu, ia masuk ke tempat acara dari pintu yang salah. Karena para tamu undangan yang hadir harus mendaftar dengan memperlihatkan kartu undangannya, untuk mendapatkan kotak snack, maka mereka harus masuk melalui pintu yang ada di selasar barat, yang artinya, dia memang harus balik lagi dari arah dimana dia tadi muncul. Setelah aku beri petunjuk secukupnya, maka ia pun pergi sambil berkata, "Kalau salah, saya marah lho!"
Aku tentu saja heran. Aku sudah memberi dia arahan untuk masuk ke pintu yang seharusnya dia lewati dengan keramahan yang wajar. Tetapi koq aku mendapatkan ucapan yang menurutku tak perlu diucapkan oleh bapak itu. Ah, tapi sudahlah. Mungkin dia tidak bermaksud seperti itu. Ngapain mikirin hal yang tidak jelas itu. Maka, aku segera kembali melakukan apa yang menjadi tugasku : melayani tamu-tamu lain yang memerlukan bantuanku.
Beranjak siang menuju sore, acara telah menemukan puncaknya. Saatnya aku juga bersiap-siap ke satu ruangan untuk mengambil tasku bersama teman-temanku. Di satu lorong, aku bertemu dengan bapak yang tadi pagi mengancam hendak memarahi aku. Tak disangka dan tak diduga, ia pun tersenyum sambil menganggukan kepalanya padaku. Tentu saja aku membalas tersenyum padanya. Toh untuk tersenyum tidak memerlukan biaya, lagi pula senyum juga tidak akan meruntuhkan harga diri seseorang. Aku tak mempertanyakan mengapa dia tersenyum padaku, karena aku telah menganggapnya sebagai bentuk permintaan maaf darinya kepadaku atas ucapannya tadi pagi.
Alangkah indahnya berbagi senyum. Maka, marilah kita tersenyum :)
6 komentar:
Terkadang kata-kata akan meluncur dari bibir tanpa filter ketika kita sedang berusaha menutupi sesuatu. Kata terucap: "Kalau salah, saya marah lho!" sebenarnya adalah untuk menutupi kata aslinya, "Sialan, gue dah sebangkot ini bisa salah pintu masuk"...
Jadi, apa yang mbak denger, jauh lebih mending dari kata aslinya si Bapak...hahah...Happy Blogging aja
@mas iskaruji...hahaha...bener juga itu...haha..duh, jd ngakak sendiri ni...hihihi
seharusnya kalau sudah dikasih tau kan bilang makasih ya. mungkin tu bapak lagi khilaf :D
have a nice day aja deh ^^
@rian..nah itu dia haha! Positive thinking aja deh.. :)
satu senyuman ternyata cukup tuk menghapus segala tanya....
Pakabar Bunda?
Salam hangat & sukses selalu...
@bang pendi...iya, anggapanku untuk menjawab segala tanya hehehe
kabarku baik..thx..
salam :)
Posting Komentar