Seorang pengamen jalanan menghampiri angkot yang aku tumpangi. Ia berselendangkan gitar, dan bernyanyilah ia di muka pintu angkot. Suaranya ga bagus, tapi juga ga pas di dalam iringan gitarnya. Cukup membuat telinga ga nyaman, memang. Tetapi dengan percaya diri, ia tetap bernyanyi untuk para penumpang angkot.
Seseorang di sampingku mengeluarkan koin dari dompet recehannya, dan ia berikan pada pengamen itu setelah ia menyelesaikan lagunya yang masih menyisakan penggalannya. Ia menganggukkan kepala dan mengucapkan terima kasih. Penumpang di sampingku itu hanya tersenyum saja. Pastinya, seseorang itu memberikan kepadanya sebuah koin, tak lebih karena ia hanya ingin memberikannya. Itu saja. Tak peduli apa yang ia nyanyikan dan bagaimana suaranya. Sepertinya ia menghargai pengorbanannya menembus rintik-rintik hujan. Terus terang, aku belajar dari penumpang mulia di sampingku ini...
Terkadang, aku heran dengan orang-orang yang menghakimi pengamen yang suaranya tak layak diperdengarkan. Bilang suaranya fals dan itulah alasan mengapa ia tak memberikan koin yang ia miliki. Menurutku sih, jika ga akan memberi, ya sudah diem aja. Ga usah bilang apa-apa. Prinsipku, jika aku mau ngasih, ya ngasih. Kalaupun aku ga mau ngasih, ya aku akan diem, ga akan ngomong apapun mengenai performance nya. Kalau aku sih, pengennya ngasih yang agak banyak, jika pengamennya nyanyinya asik dan menggunakan biola atau keyboard hehehe.
1 komentar:
setidaknya ia sudah berani mengeluarkan suaranya dibandingkan hanya mengangkat tangan dan meminta2. Atau juga membalut kakinya dengan terseok2 seakan2 luka...anyway, apapun cara yang dilakukannya seharusnya memang tidak ada hubungannya dengan niat untuk memberi...happy blogging!
Posting Komentar