Penggalan sebelumnya *masih case one* :
Riri sebenarnya sudah mulai capek. Riri letih. Setidaknya itulah yang dirasakannya karena sudah berkali-kali Givan membatalkan janjinya untuk bertemu Riri.
***
"Riri sayang, maafin aku ya. Please keep longing. Aku bukannya ga kangen sama kamu. Aku kangen banget. Tapi kerjaanku ga bisa ditinggal..."
"Iya, aku ngerti mas. Tapi sampai kapan kamu ingkari janji kamu untuk ketemu aku?"
"Oke, sabar ya... Semoga minggu depan aku bisa luangin waktu untuk ketemu kamu," Ujar Givan yang tak bisa menutupi rasa bersalahnya.
"Iya mas... Kamu hati-hati ya, jaga sehatnya. Kamu jangan terlalu mikirin aku. Pikirin aja bisnismu. Biar papi juga seneng dan bangga ngeliat kerjaan anaknya," Ujar Riri lembut dan tegas namun terdengar rapuh. Ia berusaha meredam gejolak yang ada di tungku hatinya. Antara sedih, kecewa, marah, gelisah, dan sedikit cemburu.
Itulah Riri. Ia tak boleh marah, setidaknya di depan Givan melalui ucapan dan sikap. Ia harus bisa berperan menjadi yang terbaik bagi Givan dan bagi dirinya sendiri dengan bersikap anggun dan hati-hati, demi menjaga hubungan ini.
Sempat terlintas di benak Riri untuk mengakhiri hubungan ini. Selain karena jarak, ia juga minder dengan strata sosialnya. Givan anak seorang yang kaya raya, sedangkan ia hanya anak seorang pegawai negeri sipil yang sederhana. Namun, dengan ketelatenannya Givan berhasil meyakinkan Riri terlebih soal kesenjangan sosial yang merebak di antara mereka. Meski tak mudah, namun setidaknya hal itu bisa membuat Riri kembali berani bersikap untuk tetap menjaga hubungan ini hingga akhir nanti.
Riri seperti disadarkan kembali akan resiko berhubungan jarak jauh seperti ini. Ia harus percaya apa yang dikatakan Givan padanya. Seperti saat ini, Riri harus percaya bahwa Givan berhalangan pergi ke kotanya karena urusan pekerjaan. Tak ada yang lain. Givan sibuk. Titik. Bukan ia berpacaran dengan mantannya yang tempo hari ia ceritakan kepada Riri lewat telepon.
Saat itu Givan tak sengaja bertemu mantannya di sebuah bank dan mereka akhirnya pergi untuk makan malam bersama. Ada resah. Namun ditahan keras oleh Riri. Givan tak mungkin melukainya, meski pun sang mantan sering menghubungi Givan.
***
Hari-hari berlalu dalam balutan peristiwa-peristiwa yang menyenangkan, menegangkan, mengharukan, menjenuhkan, dan lain sebagainya khususnya di kehidupan Riri.
Tak terasa menjelang lima tahun sudah ia menjalani LDR.
"Ri, papi mami pengen ketemu kamu tuh. Aku pengen kamu ke Jakarta ya. Bulan depan adikku Lisa juga datang dari Amerika. Sisca juga udah pengen ketemu kamu katanya," Ujar Givan di suatu siang di balik ponselnya.
Riri terperangah. Riri terkejut. Tak bisa dibayangkannya jika ia bertemu keluarga Givan. Rasa minder kembali menderanya. Namun di lain sisi, inilah moment yang ditunggu-tunggu. Selama lima tahun berhubungan dengan Givan, baru sekarang ia ke tempat cowoknya, Givan.
Dengan keberanian yang ada, Riri pergi dengan dijemput Givan. Pertemuan yang mendebarkan dalam sepanjang hidupnya. Belum lagi masalah fashion yang harus dikenakannya.
***
Semenjak pertemuan dengan kedua orang tuanya Givan, Givan semakin sibuk. Ia benar-benar tenggelam dalam pekerjaannya. Sementara Riri masih menunggu dengan setia. Di kota ini dengan balutan kepercayaan dan positive thinking yang harus ia bangun dengan sekuat tenaga.
Segala pengorbanan waktu dan jiwanya rupanya tidak sia-sia. Air mata yang tertumpah kini mengembalikannya dengan senyum yang merekah. Riri dilamar, dan kini sedang menentukan hari pernikahannya. Air mata Riri kembali merebak, saat ada namanya tertulis di kartu itu; kartu undangan yang sebentar lagi disebar. Ada debar aneh saat menatap namanya di sana. Nama lengkapnya bersanding dengan nama lengkap Givan. Sebentar lagi, ia akan meninggalkan kota ini, dan hidup di kota tempat Givan bekarya. Riri tak mau lagi menempuh LDR dalam sepanjang hidupnya yang telah berstatus Ny. Givan ini. Ia akan menyesuaikan diri dengan sekuat tenaga, tanpa henti demi keharmonisan rumah tangganya.
Air mata itu kembali menitik. Air mata LDR. Persembahan dari LDR untuk Riri. Jika bukan karena Givan yang bisa meyakinkannya untuk tetap berdiri di atas kesabaran, kesetiaan, ketabahan, dan rasa percaya yang tinggi. Maka dari dulu sudah rubuh, luruh, dan terkapar. Namun karena kekuatan cinta jua yang mempertemukan mereka di pelaminan. Meski pedih, namun dengan kesabaran dan upaya-upaya yang positif, akhirnya air mata itu dapat menggantikannya dengan kebahagiaan sejati.
1 komentar:
semoga happy ending...
tentu tak mudah untuk menjalani LDR :)
Posting Komentar