“Will you marry me?” Tanya Rio lembut dengan tatapan seteduh telaga bening dan senyum memukau menggetarkan hati Wina yang saat itu menemani Rio menunggu kereta yang akan mengantarkan kembali pulang ke Jakarta. Kota Bandung sejuk di Bulan Januari sore itu dengan tulus menghadirkan angin teduhnya untuk memainkan rambut Wina yang tergerai sebahu.
“Really?” Jawab Wina balik bertanya untuk meyakinkannya.
“Ya...!” Ujar Rio singkat, masih dengan senyum yang mengembang. Tangannya menggenggam jemari Wina.
“Yes, I Will,” Bisik Wina mantap.
Debar aneh segera menyelusup di hati Wina. Seolah ia ingin secepatnya bersembunyi ke bilik jantung di dadanya. Mata mereka saling memeluk dalam kesejukan suasana. Ada sesuatu yang sulit untuk dikisahkan. Hanya rasa yang sanggup mengungkapkannya. Tak ada yang lain.
Cukup lama mereka membiarkan sang rasa berbicara di antara mereka dalam kesunyiannya. Tak ada hari seindah hari ini bagi mereka, yang kemudian dikejutkan oleh suara announcer yang mengabarkan bahwa kereta tujuan Jakarta telah siap mengantarkan para penumpangnya. Sekilas bibir Rio mengecup kening Wina. Wina hanya bisa tersenyum dan pasrah dalam genggaman tangan Rio yang semakin erat. Wina membalasnya seolah tak ingin melepaskan kekasihnya untuk pergi. Pergi untuk kembali berkarya di medan kehidupannya.
Ada air mata yang siap luruh di kedua kelopak mata Wina. Rindu akan segera mengajarkan pada sejatinya hati Wina. Sekali lagi lintasan kecupan di kening Wina. Sesaat. Hanya sesaat. Sesaat yang amat berarti.
“Hati-hati ya......” Sendu suara Wina.
“Oke honey... Saat ini cukup untuk saat ini. Ga boleh lebih... See you...”
“Heiii... Jangan nangis ah. Kita kan deketan. Bentar lagi juga ketemu...” Lanjut Rio yang melihat genangan air mata yang menetes di pipi Wina, sehingga ia berkata sambil menghapus air mata Wina yang memang sudah sejak tadi siap meluncur.
Rio melangkah mantap. Ia telah meninggalkan jejaknya di Kota Kembang ini. Jejak-jejak itu yang akan membuatnya kembali ke kota Wina. Bersama memeluk harapan Wina. Tubuhnya memang ada di tempat lain. Tetapi hati dan jiwanya ada di pelukan Wina. Itu bisa dirasakan Wina yang tiba-tiba hatinya terasa hangat meski sekarang hanya punggung Rio yang ia lihat semakin menjauh. Wina melambaikan tangannya saat kereta itu perlahan melaju. Ia berusaha tersenyum sambil menahan rasa yang begitu berat melepaskan pertemuan indahnya bersama Rio. Saat kereta itu meninggalkan Stasion Bandung yang menjadi saksi keindahan cinta ikut tersenyum bahagia dan Wina melangkah pulang setelah kereta yang membawa kekasihnya itu hilang dari pandangan matanya. Harapannya ada di sana.
***
Entah bagaimana awalnya sehingga mereka, sosok yang sama-sama sederhana itu akhirnya bisa saling jatuh cinta. Rio memiliki tekad sekeras baja. Ia menempuh sekian waktu untuk menemui Wina sang pujaan hatinya.
Satu yang sanggup diingat Wina adalah Adi yang mempertemukan mereka di sela-sela suasana kursus yang diselenggarakan oleh Soegijapranata. Ia satu-satunya utusan dari Atma Jaya yang dikirim ke Soegijapranata. Adi teman Rio satu kelas dengan Wina sewaktu sama-sama merantau di hawanya kota Soegijapranata.
Wina seorang yang mudah melupakan kesalahan orang lain, dengan berusaha mengingat selalu kebaikan orang lain padanya. Ia juga gampang senyum, seolah tak ada masalah di hidupnya. Apalagi setelah pendidikan singkatnya di Soegijapranata yang secara tidak langsung mengajarkan pula empati dan rasa tepo seliro yang cukup tinggi, selain mengajarkan ilmu di bidangnya. Semua itu membuatnya semakin tumbuh dalam berproses.
***
Plop...! Semua bayangan menghilang perlahan tapi sungguh mengagetkan Wina. Sampai detik ini, Rio memang paling tabah tinggal di hatinya. Terngiang selalu ucapan "Will you marry me?" di telinga Wina.
Dalam hati Wina berpikir seandainya Atma Jaya - Parahyangan harus bersatu, mungkinkah bisa berdiri di tempat yang sama, langit yang sama, dan suasana yang sama.....? Seandainya Atma Jaya - Parahyangan menjadi besan, mungkin mereka akan berterima kasih pada Soegijapranata yang berhasil mempersatukan mereka dalam kehidupan fana ini selamanya.
Wina tersenyum sendiri. Manis sekali. Sejenak, ia mengenangkan yang pernah terjadi. Salah satu ukiran jiwanya ada pada Rio. Rio yang biasa saja, tapi sungguh memberi arti di sebagian hidup Wina. Hingga saat ini, ia tak pernah mengerti mengapa hubungannya berakhir begitu saja. Sama seperti sebuah awal yang tak mampu diingatnya, demikian pun saat mereka tak bisa mempersatukan asa, jiwa, dan raganya bersama Rio.
Sebuah awal dan akhir yang indah. Pertemuan yang indah, perpisahan yang manis, tak ada saling melukai.
Kini Wina telah bahagia dengan pilihan di kehidupannya. Semoga Rio pun demikian adanya. Berbahagia dengan kehidupannya. Setidaknya itu harapan Wina. Sesaat mengingat jejak-jejak dalam kehidupannya yang tak mudah terhapus seperti jejak di pasir yang terhempas begitu saja oleh ombak. Rio ada di pahatan yang terdalam di palungnya.
Meski kini Wina hanya bisa mengenangkannya, namun ia cukup bahagia dengan kenangan itu. Setidaknya Rio satu-satunya pria yang tak melukai hatinya, seperti pria lainnya yang pernah singgah di hati Wina.
2 komentar:
ih,...cinta dan jodoh memang ga bisa ditebak ya..
:(
aku pengen ikutan kontesnya mbak diana, tp blm jg nemu ide piye yo??? hiks,.
ikutan aja mba..tulis apa aja yang terbersit..heheh..maksa :D
Posting Komentar