Aku pernah berdebat dengan seseorang yang bilang kalo orang yang suka nulis puisi itu adalah seorang pengkhayal, imajiner, seorang yang jiwanya selalu berada di antah barantah, seorang yang intinya adalah penuh dengan daya khayal, imagination, pengkhayal berat yang ga mau menghadapi realita hidup.
Jujur, aku sempat -sedikit- sewot denger penilaian seperti itu tentang seorang yang suka nulis puisi, karena aku emang penyuka berat dalam hal menulis puisi.
Kenapa aku agak sewot dengernya? Karena aku ga merasa diri menjadi pengkhayal yang cuma bisanya diem, nunggu wangsit untuk menghasilkan satu buah karya *yang meskipun cuma untuk dipublish di blog ini*
Aku, memang bukan seorang penyair. Aku juga ga akan memberikan referensi apa itu puisi dan quote dari para penyair terkenal, karena aku mau menjelaskan apa yang aku alami sendiri dengan 'menikahi' huruf-huruf. Aku suka menulis puisi karena aku suka menerjemahkan apa yang terjadi di sekitarku dengan rangkaian kata-kata yang semampuku dibuat indah. Diusahakan ada diksi, penyamar, dan garis tegas di sana tentunya dengan pembawaan natural yang aku punyai sendiri. Alias original, pure keluar dari hati dan pikiranku dalam menuangkannya.
Saat aku melihat daun jatuh melayang, dan ia hinggap di atas kakiku.
Aku menerjemahkannya sebagai kematian. Aku menceritakannya sebagai sebuah ketidak abadian di dunia ini. Sebuah kefanaan. Sebuah akhir. Maka, lahirlah untaian kata dari pikiranku yang diterjemahkan ke dalam huruf menjadi sebuah puisi berjudul Saat Daun Jatuh. Apakah ini yang disebut pengkhayal?
Justeru, kalo dilihat dari awal mula lahirnya sebuah puisi, aku sangat realistis dong. Karena, di sana aku mencoba memaparkan apa yang aku lihat dan rasa. Daun jatuh bukan cuma aku koq yang bisa ngeliat. Bintang-bintang yang berpendar cahayanya, langit biru yang indah mendayu, rembulan yang manja dan setia menunggu malam.
Kemudian saat merasakan cinta, kasih dari orang lain, rindu yang berkepanjangan. Saat merasakan indahnya mencinta, terpuruknya dilukai. Bukan aku saja kan yang bisa merasakan semua itu? Aku pikir, setiap manusia pernah merasakan apa yang aku tulis di atas, termasuk dia yang menghakimi aku bahwa aku seorang pengkhayal!
Memang, tidak selalu setiap suasana yang aku rasakan aku tulis. Artinya tidak selalu apa yang aku tulis itu sedang aku alami. Biasanya -lebih sering- aku menulis apa pun dengan mengalir.
Bukankah Tuhan juga Maha Indah, yang di dalamnya tersembunyi sastra yang paling puisi? Tengok dan perhatikanlah Kitab Suci - Kitab Suci yang menuliskanNya...
7 komentar:
Pertanyaan tentang Mengapa suka menulis dan membacakan puisi itu bagi saya sama dengan pertanyaan mengapa orang yang masih bernafas harus makan...Jadi kenapa menulis puisi karena ada rasa. Mengapa makan? iaya karena masih "idup"..hehe. Nice curhat!
Oh iya...biar keliatan update-nya pake url: http://www.iskaruji.com/feeds/posts/default
Thanks
krena daya khayal atau imajinasi..segala sesuatunya terwujud..
hmm,kalo penyair itu pengkhayal, bagaimana dengan penulis novel yang khayalannya mengerikan......?
nyindir diri sendiri..
terus menulis puisi, karena puisi itu sangat indah :D
Tidak selalu begitu ah, memang dunia imajinasi adalah pelarian paling nyaman, tapi bukan berarti orang yg suka menulis itu tidak realistis, mungkin lebih peka pada apa yang terjadi di dunia tapi cara mereka bukan berdemontrasi, saling debat, tapi dengan cara yang lebih halus, dan lebih menakankan pada keindahan dan kedamaian dibanding pertengkaran dan pertikaian.
tergantung minatnya jga sihh :p
yang betul sebnarnya org yang suka buat puisi itu kreatif heehhee *narsis*
puisi itu curahan perasaan atas apa yg kita nikmati,..jadi jangan mudah terhalangi dg opini yg tidak menyetujuinya mbak,..tetap rajin menulis ya:)
kalo aku sih sederhana saja, kalo ada kalanya kebahagiaan perlu di rencanakan, bagai sebuah seni... Cin7a seperti untaian mutiara..., sa7u demi satu utuk Satu ( "Satu", yg huruf besar "S" bagi aku, untuk berbagi yg baik, ridho Allah ) a9ar mjadi indah...,
Posting Komentar