Tampak dari atas, tempat tinggal Mbah Maridjan dalam peringatan 1 tahun meninggalnya Mbah Maridjan
Beberapa hari di Yogyakarta, bagiku sangat berkesan. Meninggalkan jejak yang ga bisa aku lupain seumur hidupku. Saat itu, kami makan malam di sebuah angkringan pendopo, kami diajak sang tuan rumah makan malam di sana. kami bertujuh dijamu makan malam yang bagiku sangat spesial. Bukan karena dijamu lho, acara makan malam itu menjadi berkesan...hehehe, yang kebetulan saat itu pas tanggalnya aku lahir ke dunia ini.
Selain menu spesial yang dipilihkan sepasang tuan rumah ini, diantaranya wedang bledug yang isinya rempah-rempah : gula jawa segandu, sereh, kayu manis, jahe, cengkih, dan... ah, itu yang sanggup aku ingat. Sangat nikmat diminum untuk tubuh yang penat dan lelah, setelah seharian tadi, seusai bertugas, kami pergi ke Lava Tour di Desa Kinah Rejo.
Ternyata, ada kisah yang menyelubungi terkait dengan meninggalnya saudara-saudara kita yang tinggal di sekitar Gunung Merapi. Dikisahkan bahwa abu vulkanik itu menutupi seluruh area. Saat itu, pasca meletusnya Gunung Merapi, para sanak saudara mencari kerabat-kerabatnya yang sudah tidak mungkin lagi bisa ditelusur karena tebalnya abu yang mengubur hidup-hidup mereka. Tetapi, kejadian aneh itu dapat menjadi petunjuk orang-orang yang mencari saudara-saudaranya yang hilang.
Petunjuk itu berupa suara yang berkata, "Aku neng kene, aku neng kene..." yang artinya "Aku di sini, aku di sini..."
Benar saja, setelah menemukan asal suara itu, dan kemudian dibongkar, maka diketemukanlah jenazah saudaranya yang telah meninggal.
Petunjuk lainnya adalah, adanya seekor ayam yang makan di atas tanah itu. Dari mana gerangan ayam itu? Sedangkan kehidupan belum lagi ada, terutama pohon-pohon, apalagi ayam. Bahkan semak belukar pun belum lagi bertunas. Dengan feeling yang dimiliki, di bekas berdirinya ayam itu kemudian dibongkar. Akhirnya, diketemukanlah mayat yang sulit diketemukan itu.
Kisah ini memang tak bisa dimengerti dengan akal dan pikiran kita. Namun, melalui hal itu, Tuhan telah menunjukkan kasih sayangNya, kekuasaanNya kepada umatNya. Memang, tidak semua korban bisa diketemukan dengan cara seperti ini, yang hilang dan belum diketemukan masih sangatlah banyak. Tetapi menurutku setidaknya, alam pun telah turut bersimpati dan berempati kepada manusia dengan caranya sendiri.
4 komentar:
tetap menyisakan kesedihan mba...
tunas2 pohon belum tumbuh, kemana mata memandang hanya batu, arang, pasir, bekas rumah, pemakaman massal, dll...
semoga makin mendekatkan kita pada Allah SWT, amin...
Pic-nya apik mba :)
Semoga dalam setiap bencana akan menyisahkan secercah sinar harapan yang akan membawa kebahagiaan.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah's Blog
aku jadi pengen ke jogja lagi
hmm, apapun yang Allah kehendaki pastilah bisa diterima dengan logika hati.
Salam
Posting Komentar