Prolog
Perjalanan hatiku telah membimbing aku pergi ke Jakarta, hari Jumat tanggal 22 Juni 2012. Moment yang bagiku sangat berharga. Saat-saat yang mengharukan langsung menyeruak di antara pertemuan sederhanaku dengannya. Setelah pertemuan ini, jujur hatiku menjadi lega. Lega karena aku tak lagi merasa tertagih oleh janjiku sendiri. Ya, memang aku sempat berjanji untuk menemuinya, ke tempat tinggalnya. Janji itu telah lama terucapkan baik di dalam hatiku, maupun terucapkan kepadanya. Sepertinya telah setahunan lebih sejak janjiku terucapkan, dan baru bisa terlaksana baru-baru ini. Aku juga ga ngerti awalnya gimana, sehingga aku langsung saja berjanji buat bertemu dengannya, yang pasti semua itu berawal dari harapan yang sama bahwa dia pengen bertemu denganku. Pun dengan aku, yang ingin bertemu dengannya. Aku pernah bilang gini kepadanya, "Iya, nanti ya aku ke Jakarta. Kalo cuacanya udah ga ekstrim lagi, dan kalo akunya sehat...." Karena waktu itu Bandung lagi ga puguh banget cuacanya, tambahan lagi, aku sedang flu berat ditambah batuk waktu bilang begitu. Sebentar panas terik banget, eh ga ada angin ga ada mendung, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya.
Waktu telah mengajarkan aku tentang kesabaran. Mendadak aku jadi banyak tugas dari kantor. Ada yang disuruh mengikuti seminar ini lah, itu lah, dan juga aku koq lumayan sering keluar kota waktu itu ya, sehingga aku susah buat menentukan waktu yang pas untuk bertemu dengannya. Belum lagi kondisi kesehatanku yang ga memungkinkan. Masa aku bawa-bawa virus flu ke hadapannya. Kan ga asik. Ya kalo sekadar pergi ke kantor bahkan untuk tugas kantor pergi ke luar kota sih aku bisa bawa-bawa itu virus, aku ga peduli banget. Kenapa aku ga mo bawa-bawa virus saat bertemu dengannya? Jujur aja, karena aku takut menularkan virusku ini kepadanya, dan aku ga mau menularkannya. Meski pun hanya flu, aku ga tega ngeliat hidungnya jadi buntu gara-gara aku. Ga deh.. Beneran lho, kemaren-kemaren ini virus batuk dan flu lamaaaaa banget ngendon di tubuhku. Sembuh baru sebentar, eh udah bersin-bersin lagi. Bindengnya aja belom sembuh, eh, ini udah meler lagi aja. Mpe cape dehhhh ngerasainnya....
Akhirnya Ketemu Nilla Juga
Hingga Sang Waktu berkata kepadaku, "Pergilah sekarang. Mumpung cuaca bagus dan dia belum pergi ke Padang." Begitu bisik Sang Waktu yang terdengar oleh telingaku.
Tanpa banyak ba bi bu lagi, aku langsung pergi. Sempet nyasar-nyasar di jalan tol. Haha.. Nyampe ke tempat Nilla kira-kira jam setengah dua belas siang. Aku disambut Nilla dan mamanya ga jauh dari rumahnya. Akhirnya aku bisa melihat Nillaku... Dan, ah.. Aku melihat air mata itu seperti hendak menetes di matanya. Aku terharu, tapi aku ga mau ngeluarin air mataku. Haha sombong ya aku, De.. Hihihi..
Baru aja duduk sebentar, Mama Nilla sudah menghidangkan makan siang. Haduh... Sebenernya malu juga sih, dateng-dateng udah disuruh makan.. Haha... Makasih ya Ma, untuk hidangan lezatnya.
Sebuah makan siang istimewa bagiku. Makan siang yang penuh kehangatan dan kasih. Sambil makan, aku nikmati celotehan Nilla. Ah.... Pokoknya asik deh..... Aku terkesan oleh kehangatan kamu De... Juga oleh Mamamu... Salam hormat buat Mama ya De....
Tanpa terasa, satu jam telah berlalu. Sebelum pulang, sampailah pada 'sesi pemotretan'. Sesi ini benar-benar menghebohkan... Haha... Seru penuh gelak tawa hihihi...
Terima kasih Pak Agus, yang udah mengantarkan aku ke Jakarta sampai pulang dengan selamat. Juga buat Mama Nilla yang sudah berkenan 'membuatkan' gambar-gambar untuk kami.... Terima kasih aku buatmu Neng, yang udah mau nemenin aku ke Jakarta. Aku masih belum berani pergi ke Jakarta sendirian soalnya hehehe.
Tentu saja terima kasihku buat Nilla yang udah mempersiapkan kedatanganku. Maafin aku ya De, kalo aku udah ngerepotin Ade dan Mama. Maafin juga kalo ada yang kurang berkenan dariku. Makasih De, udah berbagi. Juga buat Mama, makasih ya Ma. Perjuangan hidup Mama sungguh membuat batinku berteriak : "Salut!"
Sebelum pulang, saat Nilla dan mamanya mengantarkan aku ke depan, aku sempet mengambil gambarnya. Mmhhh... Tau ga De, setelah aku motret kamu dan mama, aku nangis lho di mobil haha.... Akhirnya embun yang sejak dateng itu ada, pecah juga deh pas pulangnya.
Ending
Ah, perjalanan hatiku akhirnya telah menemukan puncaknya; dapat melihat dan menyentuh pipinya, bahkan mencubitnya. Ada banyak sisi dalam kehidupan ini yang dapat aku cerna. Bahwa hidup itu memang semanis es krim buatan kita sendiri. Seberapa takaran gula yang digunakan, itulah yang akan kita nikmati pula. Hidup bukan hanya makan dan minum untuk dapat bernafas, artinya bukan hanya mengejar pencapaian demi pencapaian saja. Tetapi ada sisi dominan yang memang harus diraih, yaitu rasa syukur dan ketulusan menerima setiap peristiwa yang terjadi pada hidup kita. Pertemuan ini, bagiku bukan hanya sekadar saling melihat wajah saja, namun lebih daripada itu semua, bahwa kebahagiaan batin tidak bergantung pada apa yang telah kita peroleh. Namun apakah kita cukup mempunyai harapan-harapan indah untuk bisa diraih pada esok hari.
Sekali lagi, terima kasih banyak ya De.... Aku harus jujur mengakuinya bahwa kamu telah mempengaruhiku tentang bagaimana seharusnya aku bersyukur dan menemukan kebahagiaan lewat hal-hal yang sederhana. Semakin terbukti bahwa memang : bahagia itu sederhana!
Ini dia gambar yang bikin aku nangis untuk beberapa lamanya di mobil. Melihat matamu yang berkaca-kaca De, bikin aku ga nahaaannn mecahin embun-embun di mataku