Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 30 Juli 2011

Jangan Pernah Dengerin Nightmare Side ini Sendirian | Tagline

Prolog

Buat temen-temen yang tinggal di Bandung, mungkin pernah tau dengan tagline ini. Minimal mungkin pernah mendengarnya walau samar. Buat temen-temen yang tinggal di luar Kota Bandung, cukup aku ceritain aja ya :D

Kalimat “Jangan pernah dengerin nightmare side ini sendirian!” adalah sebuah tagline dari program acara Nightmare Side yang dipandu oleh Radio Ardan FM disiarkan setiap hari Kamis malam antara jam sepuluh hingga jam setengah dua belas. Sebuah tagline yang dibuat oleh Tim Nightmare Side ini biasanya diucapkan atau diumumkan oleh sang narator di awal, di sela-sela acara, dan di akhir acara. Di Nightmare Side, biasanya dibacain 3 cerita serem, dan di antaranya ada beberapa testimoni insan muda Ardan tentang kejadian serem di sebuah daerah. Misal minggu kemarin di daerah Kiara Condong, dan minggu ini di daerah Ciwaruga. Nah, temen-temen Ardan yang mengalami kejadian aneh di suatu daerah itu akan menyampaikan testimoninya yang biasanya ada dua atau tiga orang (bukan dari penyiar Ardan, tapi dari para pendengarnya yang diperdengarkan pada setiap akhir dari satu cerita selesai dibacain). Di pembukaan acara sebelum dimulai *sori aku ga tau istilahnya haha* selain diperdengarkan musik dan suara-suara serem, diselipkan pula penggalan lagu Lingsir Wengi yang konon katanya, lagu Lingsir Wengi itu bisa dipergunakan untuk memanggil sosok kuntilanak. Tinggal memperdengarkan atau menyanyikannya, maka sosok itu akan menghampiri sumbernya.

Memang sewaktu ngedengerin acara ini ada sensasi lain, karena selama pembaca cerita ngebacain cerita seremnya, ada back sound yang mendukungnya sehingga nuansa horor itu benar-benar hadir di rumah. Lumayan serem. Misalnya di cerita itu dikisahkan terdengar suara menangis. Ya back soundnya memperdengarkan suara tangisan melas yang beneran bikin serem lho. Menurutku keren lah untuk urusan back soundnya :D

Terus terang, aku suka ngedengerin acara ini. Tapi ga selalu. Kebiasaanku adalah mendengarnya dari radio hape. Dan jika cerita itu cukup menarik buat ditulis di blog, maka aku akan menuliskannya. Ada kriteria khusus untuk kisah yang bakal aku masukkan di blogku yang berlabel Maha Misteri ini. Nah, aku ada cerita untuk temen-temenku yang aku ambil dari edisi minggu ini, 28 Juli 2011 yang merupakan cerita terakhir dari program Nightmare Side, karena setiap Bulan Ramadhan acara ini dihentikan untuk sementara, dan akan kembali disiarkan setelah Lebaran.
Cukup untuk prolognya karena udah kepanjangan. Mungkin nanti malah bisa lebih panjang prolognya daripada cerita utamanya hehehe.. Oke, selamat mengikuti kisahnya yaaa.

Tagline dan Lingsir Wengi

Adalah Sita yang ga percaya dengan tagline yang dibuat oleh Tim Nightmare Side ini. Lantas dengan sombongnya ia mendengarkan acara itu sendirian di mobil karena waktu itu ia sedang ada di jalanan. Setelah mendengar satu cerita dari Ardan, ia tertawa ngejek sambil berkata, “Ah, ini sih ceritanya cuma buat nakutin anak kecil.”

Tak berapa lama, ia nyampe di rumahnya yang sepi karena kedua orangtuanya sedang pergi. Ia langsung memburu komputernya dan bermain di social networkingnya. Setelah bosan bermain dengan social networkingnya, ia kemudian browsing. Nah, pada saat browsing itu, ia teringat lagu yang tadi didengernya di acara Nightmare Side. Kemudian ia langsung mengetikkan judul lagu itu : Lingsir Wengi. Tak lupa, ia mendownload lagu tersebut, mencari liriknya, dan setelah selesai mendownloadnya, ia memutar lagu itu berulang-ulang. Bahkan sambil mencoba menyanyikan lagu yang berbahasa jawa tersebut. Terus dan terus hingga ia merasa capek dan pergi ke tempat tidurnya.

Mencoba memejamkan matanya karena raganya yang letih. Tapi baru beberapa detik berlalu, ia tiba-tiba merasakan ada sentuhan di kakinya. Sebuah sentuhan yang dingin. Kemudian ia melihat ada sosok perempuan duduk membelakanginya. Rambutnya panjang. Tangan kanan dari sosok itu memegang pergelagan kaki Sita.
“Makhluk apa ini?” desis Sita dalam hati.
Sekarang dirasakan tangannya mencengkeram pergelangan kaki Sita. Karena kesakitan, Sita refleks berteriak, “PERGI! PERGI! PERGI! TOLONG!! TOLONG!!” Sita terus berteriak, tetapi tidak ada yang mendengarnya. Di rumahnya hanya ada dia dan Mba Yanti, pembantunya.

Makhluk itu masih tetap berada di situ. Sita makin lemah dan tak kuasa memberontak. Seiring dengan ketakberdayaan Sita, makhluk berambut panjang itu melemaskan cengkeramannya, dan kemudian berdiri dan membalikkan badannya.
“Ya Tuhan......” Sita ga berani ngeliat wajah dari makhluk itu. Sita menutup matanya, dan saat ia membuka matanya, makhluk itu sudah menghilang.

Setelah kejadian itu, Sita mulai menangis. Kakinya terasa sakit sekali. Ia mau ke keluar menuju kamar pembantunya. Tapi pada saat membuka pintu kamarnya, ternyata pintunya ga bisa dibuka. Ia terus mencoba untuk membuka pintu kamarnya. Tetap ga berhasil. Sita menggedor pintu kamarnya dengan keras dan memanggil nama pembantunya. Sita yang sudah mulai tenang itu kembali merasakan kepanikan yang luar biasa. Dalam keadaan yang mengerikan itu, lampu di kamar Sita mendadak mati. Sita kalut hingga ia terduduk di depan pintu kamarnya.

Saat terduduk itulah, tiba-tiba ada yang membelai kepalanya. Sita cuma bisa nunduk dan nunduk tak berani menengadahkan wajahnya untuk melihat sosok yang membelai kepalanya itu. Di samarnya kegelapan, ia melihat sosok itu dari samping. Sita melihat kaki makhluk itu dengan masih ga berani ngeliat ke atas. Sambil menangis, Sita berdoa agar makhluk itu pergi darinya. Tapi usahanya sia-sia. Sita kembali hanya bisa pasrah. Membiarkan semua yang menimpanya terjadi begitu saja.

Karena lelah menangis, Sita tertidur dengan posisi nyender di pintu kamar. Saat ia terbangun, pagi sudah terang yang ternyata memang sudah jam 6. Sita ga tau lagi sudah berapa lama ia tertidur dengan posisi seperti itu. Satu yang pasti, ia merasakan bahwa tubuhnya benar-benar sakit semua. Ia mencoba berdiri. Kakinya terasa pegal sekali. Ia berusaha mengingat-ingat apa yang sudah terjadi dan ia baru sadar, bahwa ia telah mendengar Nightmare Side dan mencoba menyanyi lagu Lingsir Wengi sendirian..............

Penutup

Pesan dari sang narator di akhir cerita tadi bahwa tagline Nightmare Side, bukan dibuat untuk menakut-nakuti. Karena konon, dengan mendengar atau menceritakannya kembali, maka makhluk dari alam gaib itu akan mendatangi sumbernya.
Sosok wanita yang mendatangi Sita benar-benar ada, karena ia merasa tertarik dengan apa yang telah dilakukan oleh Sita.

***

Buat temen-temen yang pengen tau dan mendengar lagu yang konon bisa memanggil makhluk sejenis kuntilanak ini, bisa mendengarnya di sini. Aku hanya sekadar berbagi. Jika ada yang mau mencoba seperti yang sudah Sita lakukan, silakan. Tapi tentu saja aku ga akan bertanggung jawab atas akibatnya nanti... Kalo aku sih ga akan berani haha...

Aku hanya ingin menyampaikan bahwa sesuatu yang gaib itu memang ada. Dunia lain. Dimensi lain, atau apa pun namanya, ia tetap ada. Jangan pernah remehkan mereka, karena mereka juga makhluk yang diciptakanNya. Mereka sebenarnya hidup berdampingan dengan kita, manusia. Maka sepantasnyalah kita saling menghargai.
 
 
*mohon maaf, lagunya ga bs ditampilin di sini.... :D


Jumat, 29 Juli 2011

Lembayung di Wajahmu

Kusapa kau dalam redup senja kemarin
Ada gundah di wajahmu
Ada rindu
Sekaligus ada senyum merona

Aku dekap lembayung di wajahmu
Ronanya kan kusimpan selamanya
Hingga kelak kubertemu denganmu


* Aku masih mencintai embun pagiku yang tersimpan di senja itu....

Saat Atma Jaya - Parahyangan Saling Jatuh Cinta

“Will you marry me?” Tanya Rio lembut dengan tatapan seteduh telaga bening dan senyum memukau menggetarkan hati Wina yang saat itu menemani Rio menunggu kereta yang akan mengantarkan kembali pulang ke Jakarta. Kota Bandung sejuk di Bulan Januari sore itu dengan tulus menghadirkan angin teduhnya untuk memainkan rambut Wina yang tergerai sebahu.

“Really?” Jawab Wina balik bertanya untuk meyakinkannya.
“Ya...!” Ujar Rio singkat, masih dengan senyum yang mengembang. Tangannya menggenggam jemari Wina.
“Yes, I Will,” Bisik Wina mantap.

Debar aneh segera menyelusup di hati Wina. Seolah ia ingin secepatnya bersembunyi ke bilik jantung di dadanya. Mata mereka saling memeluk dalam kesejukan suasana. Ada sesuatu yang sulit untuk dikisahkan. Hanya rasa yang sanggup mengungkapkannya. Tak ada yang lain.

Cukup lama mereka membiarkan sang rasa berbicara di antara mereka dalam kesunyiannya. Tak ada hari seindah hari ini bagi mereka, yang kemudian dikejutkan oleh suara announcer yang mengabarkan bahwa kereta tujuan Jakarta telah siap mengantarkan para penumpangnya. Sekilas bibir Rio mengecup kening Wina. Wina hanya bisa tersenyum dan pasrah dalam genggaman tangan Rio yang semakin erat. Wina membalasnya seolah tak ingin melepaskan kekasihnya untuk pergi. Pergi untuk kembali berkarya di medan kehidupannya.
Ada air mata yang siap luruh di kedua kelopak mata Wina. Rindu akan segera mengajarkan pada sejatinya hati Wina. Sekali lagi lintasan kecupan di kening Wina. Sesaat. Hanya sesaat. Sesaat yang amat berarti.

“Hati-hati ya......” Sendu suara Wina.
“Oke honey... Saat ini cukup untuk saat ini. Ga boleh lebih... See you...”
“Heiii... Jangan nangis ah. Kita kan deketan. Bentar lagi juga ketemu...” Lanjut Rio yang melihat genangan air mata yang menetes di pipi Wina, sehingga ia berkata sambil menghapus air mata Wina yang memang sudah sejak tadi siap meluncur.

Rio melangkah mantap. Ia telah meninggalkan jejaknya di Kota Kembang ini. Jejak-jejak itu yang akan membuatnya kembali ke kota Wina. Bersama memeluk harapan Wina. Tubuhnya memang ada di tempat lain. Tetapi hati dan jiwanya ada di pelukan Wina. Itu bisa dirasakan Wina yang tiba-tiba hatinya terasa hangat meski sekarang hanya punggung Rio yang ia lihat semakin menjauh. Wina melambaikan tangannya saat kereta itu perlahan melaju. Ia berusaha tersenyum sambil menahan rasa yang begitu berat melepaskan pertemuan indahnya bersama Rio. Saat kereta itu meninggalkan Stasion Bandung yang menjadi saksi keindahan cinta ikut tersenyum bahagia dan Wina melangkah pulang setelah kereta yang membawa kekasihnya itu hilang dari pandangan matanya. Harapannya ada di sana.

***

Entah bagaimana awalnya sehingga mereka, sosok yang sama-sama sederhana itu akhirnya bisa saling jatuh cinta. Rio memiliki tekad sekeras baja. Ia menempuh sekian waktu untuk menemui Wina sang pujaan hatinya.
Satu yang sanggup diingat Wina adalah Adi yang mempertemukan mereka di sela-sela suasana kursus yang diselenggarakan oleh Soegijapranata. Ia satu-satunya utusan dari Atma Jaya yang dikirim ke Soegijapranata. Adi teman Rio satu kelas dengan Wina sewaktu sama-sama merantau di hawanya kota Soegijapranata.

Wina seorang yang mudah melupakan kesalahan orang lain, dengan berusaha mengingat selalu kebaikan orang lain padanya. Ia juga gampang senyum, seolah tak ada masalah di hidupnya. Apalagi setelah pendidikan singkatnya di Soegijapranata yang secara tidak langsung mengajarkan pula empati dan rasa tepo seliro yang cukup tinggi, selain mengajarkan ilmu di bidangnya. Semua itu membuatnya semakin tumbuh dalam berproses.

***

Plop...! Semua bayangan menghilang perlahan tapi sungguh mengagetkan Wina. Sampai detik ini, Rio memang paling tabah tinggal di hatinya. Terngiang selalu ucapan "Will you marry me?" di telinga Wina.
Dalam hati Wina berpikir seandainya Atma Jaya - Parahyangan harus bersatu, mungkinkah bisa berdiri di tempat yang sama, langit yang sama, dan suasana yang sama.....? Seandainya Atma Jaya - Parahyangan menjadi besan, mungkin mereka akan berterima kasih pada Soegijapranata yang berhasil mempersatukan mereka dalam kehidupan fana ini selamanya.

Wina tersenyum sendiri. Manis sekali. Sejenak, ia mengenangkan yang pernah terjadi. Salah satu ukiran jiwanya ada pada Rio. Rio yang biasa saja, tapi sungguh memberi arti di sebagian hidup Wina. Hingga saat ini, ia tak pernah mengerti mengapa hubungannya berakhir begitu saja. Sama seperti sebuah awal yang tak mampu diingatnya, demikian pun saat mereka tak bisa mempersatukan asa, jiwa, dan raganya bersama Rio. 
Sebuah awal dan akhir yang indah. Pertemuan yang indah, perpisahan yang manis, tak ada saling melukai.

Kini Wina telah bahagia dengan pilihan di kehidupannya. Semoga Rio pun demikian adanya. Berbahagia dengan kehidupannya. Setidaknya itu harapan Wina. Sesaat mengingat jejak-jejak dalam kehidupannya yang tak mudah terhapus seperti jejak di pasir yang terhempas begitu saja oleh ombak. Rio ada di pahatan yang terdalam di palungnya. 
Meski kini Wina hanya bisa mengenangkannya, namun ia cukup bahagia dengan kenangan itu. Setidaknya Rio satu-satunya pria yang tak melukai hatinya, seperti pria lainnya yang pernah singgah di hati Wina.

Mungkin, inilah yang disebut mencintai tanpa melukai bagi Wina.

Kamis, 28 Juli 2011

kangen

Kangen saat-saat aku memberi tahu jika kebetulan melihat pengemudi motor di jalan yang lampunya menyala di siang hari karena kelupaan mematikannya.

Kangen saat-saat aku mengingatkan orang-orang di sekitarku pada pagi hari untuk memastikan bahwa lampu yang bekas dipake saat berkendaraan semalam sudah dimatikan.

Kangen saat-saat damai itu, tidak ada razia di jalan raya hanya untuk menilang motor-motor yang lampunya menyala di siang bolong.

Kangen Indonesia pada jaman dulu. Tak ada kekonyolan yang hanya mementingkan kelompok dan pribadi semata; demi keuntungan semata. Tulus tak ada intrik-intrik dan rekayasa.

Kangen Indonesia dengan akal sehatnya yang mementingkan Rakyat. Peraturan yang menomor satukan kehidupan seluruh rakyat. Bukan hanya mendengarkan dari kalangan tertentu saja. Bayangkan jika lampu mobil juga harus dinyalakan di siang bolong, pasti ga akan mau...

Akhirnya, seperti biasa hanya kata 'entahlah' yang terucap.



*Tulisan keukeuh dariku yang masih blom ngerti... Maafkan aku teman-teman :D *sambil mengatupkan tangan dan membungkuk*

Minggu, 24 Juli 2011

Kuas Kehidupan dan Karma

Aku terpejam dalam lautan hening
Tak ada siapa-siapa di sana
Hanya ada biru dan derai angin merebakkan dirinya
Bahwa cinta adalah kuas, karma adalah catnya, sementara kehidupan inilah kanvasnya
Dan, semua berawal dari pengelihatan

***

Akan ada saatnya sejumput asa merekahkan senyummu
Menautkan diri bersama mimpi dan cinta
Menyelaraskan rindu yang berkepanjangan
Membakarnya menjadi sebuah cinta yang tak bertepi

Akan ada saatnya kau yang hanya diam tak bergeming
Pada lambaian cinta setulus rembulan menunggu malam hingga tuntas; hingga ia pucat pasi terbakar mentari
Menenggelamkan dirimu dalam keangkuhan bahwa kau tak balas lambaian itu
Mereguk cawan bangga diri hingga tandas yang menegakkan rasa tegamu

Akan ada saatnya kau robek pakaianmu sendiri
Mempersembahkan dirimu pada keping hati yang tak menginginkanmu sama sekali; dan matamu dibutakan karenanya
Serupa karma yang menghantuimu dengan senyum keadilannya
Sebab langitlah saksinya dan alam ada di genggamannya!

Sabtu, 23 Juli 2011

Menerangi Cahaya

Baru saja aku mencoba untuk sejenak melupakan hiruk pikuk yang terjadi di negeriku tersayang, tercinta, dan terbohay ini :D
Eh, sekarang aku pengen banget mempertanyakan tentang peraturan bagi pengendara motor agar menyalakan lampu utama saat siang bolong.

Dalam pikiranku langsung terbayang bahwa lampu-lampu yang dibuat manusia ini berguna untuk apa jika dipakai saat siang? Sesuatu yang percuma, sia-sia. Seolah-olah kita sungguh meragukan keagunganNya. Tak cukupkah terang sinar matahari yang sudah dirancang Tuhan dengan sedemikian rupa untuk menerangi bumi berikut isinya? Penduduk se-Indonesia, bahkan sampai ke bayi-bayinya sekali pun, ga akan sanggup mengalahkan sinar matahari dengan menyalakan lampu utama pada motor di siang bolong. Apa kabar dengan sepeda? Apa kabar delman dan becak? Apa kabar mobil-mobil? Harus nyalain lampu juga dong.

Sementara katanya sekarang lagi gencar-gencarnya global warming. Listrik dan lampu sebaiknya dipadamkan jika tidak diperlukan. Lha ini? Sungguh bertolak belakang, bukan?

Jika terbukti telah terjadi penurunan angka kecelakaan, bisa saja itu dikarenakan masyarakat kita telah memiliki etika berkendaraan yang sudah bagus.

Kalau kita bersepeda motor di hutan, masuk akal jika siang-siang lampu utamanya dinyalain. Karena di hutan, meski pun siang hari, tentu akan gelap karena cahaya matahari terhalang oleh pepohonan lebat.
Udah gitu, kalo lampu utama motor dinyalakan terus menerus, maka lilitan tembaganya akan cepet rusak. Belum aki-nya. Duh, kebayang aja itu pegawai ekspedisi yang harus terus berada di jalanan.

Beneran ga ngerti deh maksud dari peraturan itu. Menerangi cahaya. Adakah pengaruhnya?

Sahabat-sahabatku ada yang tau ga alesan dikeluarkannya aturan itu? Tolong dong kasih tau jawabannya... Ga pa pa kan kalo aku 'nyontek' sama kalian semua?

Thanks :)

Jumat, 22 Juli 2011

Tali Rasa : Ikatan Alam Semesta Raya [IASR] | Thanks to Nature




Satu ikatan yang hingga kini tak bisa lepas; bahkan tak boleh dilepas dan terlepas meski untuk sedetik saja...

Jangan dikira air di sungai-sungai dan lautan itu mati *kecuali Laut Mati. Ia selalu bergemuruh meluapkan segenap perasaannya untuk dimengerti yang akhirnya akan memberikan timbal balik sesuai dengan kapasitas pengertian manusia kepadanya.

Jangan dikira bumi ini mati. Ia bahkan acap kali menggoyangkannya untuk memperlihatkan eksistensi dari kekuatannya.

Jangan dikira angin ini mati. Ia sanggup menyapa dedaunan, rerumputan. Bahkan menjadi topan dan badai. Apalagi jika ia telah berkolaborasi bersama hujan. kekuatannya akan mampu merobohkan pohon-pohon besar hingga tercerabut dari akarnya!

Jangan dikira api itu mati. Ia sanggup menghanguskan apa pun yang ingin dihanguskannya. Jika ia berkehendak, ia bisa memercikan dirinya melalui petir! 
Matahari yang menjadikan pepohonan berbunga dan berbuah.

Alam telah memberikan semuanya bagi kita. Melalui empat elemen yang menghidupkan kita. Tak inginkah kita menjaganya?
Menyeimbangkannya menjadi sebuah keindahan tiada tara. Harmonisasi antara alam dan manusia.

Kamis, 21 Juli 2011

Sesi Buka-bukaan | Ketika Nyi Iteung Harus Pergi ke Ibukota

Sedikit kisah buka-bukaan di medio Juli 2011.

Keluar dari zona nyaman

Mmmhhh... Awalnya aku pengen banget nolak buat ditugasin ke Jakarta untuk mengikuti sebuah Lokakarya Sehari, mulai dari jam sembilan pagi sampai jam empat sore. Pengen banget aku 'menghibahkan' tanggung jawabku pada yang lain, saat aku tahu bahwa aku ditugasin cuma sendirian.

Tapi, aku pikir-pikir lagi ini kan demi kebaikanku juga; dapat menyerap sebuah ilmu secara live pasti ada kesan tersendiri. Selain itu, aku ingin mencoba mengalahkan rasa gamang saat aku harus pergi ke luar kota sendiri. Seumur hidupku, aku belum pernah sekali pun keluar kota sendirian :D
Akhirnya dengan perasaan gelisah dan cemas aku terima 'tantangan' itu. Panik! Itu perasaanku yang sangat mendominasi jiwa dan pikiranku saat itu. Aku ga bisa sedikit pun ngebayangin suasana yang harus aku hadapi jika sudah nyampe ke ibukota negeriku tersayang ini.

Seminggu sebelum berangkat, aku menghubungi temen lamaku yang sejak kecil tinggal dan sempat bekerja di Jakarta untuk sekian lamanya. Sekarang ia tinggal di Jawa Timur. Bisa dibilang pada 'jamannya', dia itu merupakan temen spesial deh, dan pada jaman itu pula, yang ada cuma dia doang yang nyamperin aku ke Bandung :D
Aku minta tolong padanya untuk nunjukin arah, saat aku tiba di Gambir nanti dan minta ijin padanya juga agar ia bersabar dan ga bosen denger suaraku karena aku pasti akan bolak balik ngubungin dia.

Ah, benar saja. Ia sabar dan tawakal menerima setiap panggilanku. Jika ia tidak keburu ngangkat, ia akan segera SMS "Gimana neng?" Lalu, aku pun langsung meneleponnya. Jujur, sebenernya ga enak juga sih, tapi aku juga bingung kudu ngapain.

Hari H

Pagi jam 03.15 aku kebangun dan ga bisa tidur lagi memikirkan nasibku seharian nanti : saat nyari kereta yang akan aku tumpangi ada di jalur berapa, saat nyari gerbong kereta, saat nyari tempat duduk, dan terlebih saat nanti aku harus bergumul dengan udara dan atmosfer Jakarta untuk nyari dimana lokasi lokakarya. Semua campur baur ga karuan di benakku. Karena bagiku, Jakarta amat mengerikan dan kemrungsung. Di mataku, ibukota ini ga ada damai-damainya. Maafkan aku kalo aku salah menilai. Tapi itulah yang aku rasakan selama ini *ngerasain Jakarta? Baru mau tapi udah ngaku-ngaku ngerasain*

Kereta Argo Parahyangan - Eksekutif *gayanya pake eksekutif :D, padahal kepaksa karena yang Bisnis udah ga bersisa lagi buatku* akan mengantarku ke Jakarta yang bagiku adalah tempat antah barantah untuk sebuah moment yang akan aku jalani ini.

05.30 adalah jadual keberangkatan Sang Argo, dan akan tiba di Gambir sekitar pukul 08.40. Singkat kata, aku nyampe ni di Stasion Bandung. Cuk ucuk ucuk... Aku berjalan dan membayar peron, ga sabar nanyain kereta yang mau berangkat ke Jakarta pagi itu dan tak lupa nanyain gerbong 2 eksekutif. Satpam itu pun menunjukkan kereta dan gerbongnya. Sampai di gerbongnya, aku liat ada penumpang yang berdiri di pintu. Aku nanyain lagi apa yang aku tanya ke satpam tadi, untuk memastikan bahwa aku ga salah ngedeketin kereta :D

Aku naik dan mencari tempat duduk untukku. Ternyata, tempat dudukku tak jauh dari pintu masuk aku tadi (baris kedua dari depan). Sudah ada seorang laki-laki di nomor itu, dan aku bertukar senyum padanya minta ijin untuk duduk di sebelahnya sambil berkata, "Permisi..."
Kursi yang kosong ada di dekat jendela. Tempat favoritku kalo bepergian. Temen sebangku-ku itu lagi asik baca-baca koran. Aku hanya ngoprek-ngoprek hape jadulku dengan berusaha menetralisir suasana asing yang menyerangku. Udara Bandungku yang dingin ditambah AC kereta yang dingin pula, dicampur sama segala perasaan asingku saat itu. Kebayang kan...? Ada sedikit ketegangan di sebagiannya urat-urat sarafku.

Di sepanjang perjalanan, aku diam seribu basa. Aku ga ngajak ngobrol temen sebangku-ku itu, begitu pun sebaliknya. Temen sebangku-ku juga ga ngajakin ngobrol ke aku. Aku hanya melihat ke arah jendela yang gelap. Masih ada bulan purnama di atas sana, menemaniku. Tersenyum, terang dan indah. Laju keretaku seolah membawaku pada sebuah cahaya yang perlahan berpendaran; matahari.

Di Ibukota

JREENNGGG
Nyampe di Stasion Gambir, setelah stasion besar dan kecil berhasil terlewati oleh Sang Argo dengan elegannya. Aku inget temen kantorku bilang, "Pokoknya kalo pas turun, ikuti aja penumpang yang lain."
Aku pun menuruti perkataannya sambil berusaha enjoy. Aku ga mau keliatan bengong, mlongo. Ah... Rasanya aku pengen bisa terbang saat itu!

Aku ikuti terus penumpang yang turun dari kereta. Aku berjalan di belakang seorang mba yang waktu duduknya berada di depanku diagonal. Ia kebagian tempat duduk yang sendirian, ga punya temen sebangku kaya aku. Aku cari toilet di sana untuk buang air kecil yang lumayan lama aku tahan di kereta. Padahal toilet kereta ga jauh juga dari tempat dudukku, tapi entah mengapa aku males banget beranjak dari tempat dudukku waktu itu :D

Saatnya tiba aku ngrepotin lagi temenku. Aku ngubungin dia. Aku minta dia nyebutin arah yang harus aku lewati. Dari lantai dasar stasion itu, aku harus belok kiri *karena kalo ke kanan itu mau ke monas* trus keluar (kayanya belok kanan deh keluarnya, buat nyari halte untuk nunggu taksi karena temenku itu nyaranin aku buat naek taksi yang di luar stasion, bukan taksi yang berderet di dalem stasion) dan aku harus nyari taksi ato ga bajaj untuk nganterin aku ke lokasi. Katanya sih tempatnya ga jauh dari stasion. Karena taksi ga ada, dan waktu udah nunjukin jam sembilan, aku akhirnya naek bajaj yang banyak berbaris di sekitar situ.

Aku nunjukin alamat Jl. Gunung Sahari Raya setelah naek bajajnya. Tapi tukang bajajnya bilang kalo Jl. Gunung Sahari itu banyak. Ada Gunung Sahari 1, 2, 3, 4 *dia nyebutin sampe 4 :D*
Lalu aku bilang Loji ***. Eh, dia ga tau juga. Aku mulai panik. Halah..Trus aku bilang lagi alternatif lain dari gedung itu. Akhirnya dia tau deh, dan nunjukin kalo udah nyampe. Wew... Sekarang giliran nyari tempat buat bertatap muka dengan orang hebat yang akan menjadi pembicaranya. Di situ ada beberapa gedung, dan setelah nanya-nanya satpam, ternyata aku salah masuk, karena yang kumasuki itu adalah gerbang belakang. Sementara gedung yang aku tanyakan itu ada di depan. Akhirnya sesuai petunjuk dokter..ehhh..satpam, aku pun ngikutin apa yang dikatakannya. Aku harus muter dan pas nyampe depan, aku nanya lagi ke orang yang yang baru dateng pake motor pas di tempat parkir. Eh, dia juga ga tau tempatnya hihi. Berjuang sampai tetes keringat bercucuran deh pokoknya. Ada seorang bapak yang berjalan agak tergesa. Aku pun bertanya padanya, dan ternyata ia sama tujuannya denganku. Nanya lagi ke satpam dan gedungnya ada di sebelah. Aku pun kembali memastikan ke satpam yang ada di sana. Yup.. Benar! Aku sudah berdiri di gedung yang benar. Tinggal aku naek lift ke lantai 7. Ternyata, di depan pintu lift itu, sudah ada beberapa orang yang tujuannya sama lagi denganku. Jadinya banyakan deh naek lift barengan :D

Acaranya seru. Ga bikin ngantuk. Pesertanya juga banyak ga melulu dari Pulau Jawa saja, tapi dari luar pulau juga banyak yang hadir. Para pesertanya juga intens banyak nanya. Ga sia-sia perjuanganku untuk mendapatkan ilmu secara live ini. Pas istirahat makan, aku sempet bikin satu postingan. Ternyata, banyak para peserta yang nyasar, karena ga tau lokasinya. Mungkin karena jalan Gunung Sahari itu ada banyak, jadinya nyasar deh. Beda denganku yang udah tau nama gedung itu dari temen lamaku, jadinya aku ga nyasar :D

Saat Pulang

Usai sudah acara itu. Acara yang mengesankan bagiku. Sungguh mengesankan. Saatnya pulang ke rumah. Ke kotaku tercinta. Temenku bilang, untuk pulangnya, aku juga harus naek bajaj lagi, ato ga taksi. Eh, lagi-lagi aku ketemunya bajaj. Jadilah aku naek bajaj. Cuma waktu pulangnya ini agak berbeda, karena aku udah dapet temen seorang mba dari Surabaya, setelah dia tau kalo aku mau naek bajaj. Asiiikkk ada temen... Dia sama tujuannya denganku, karena dia mau ke pangkalan Damri yang ada di Stasion Gambir, buat nganterin dia ke bandara.

Turun dari bajaj, sejenak kami saling berpamitan. Cipika cipiki *kebiasaan cewe* Dia ke arah sana, dan aku masuk ke Stasion Gambir (lagi).
Aku kembali ngubungin temenku. Seperti biasa, aku minta dia ngarahin langkahku. Aku sempet nongkrong di kedai bakso malang, untuk ngulur waktu, karena masih jam lima kurang, sementara kereta yang akan membawaku ke Bandung adalah jam tujuh malem. Lumayan lama kan aku harus nongkrong?
Abis makan bakso malang, aku nongkrong di atas. Melihat Tugu Monas yang makin lama gelap tertutup malam. Melihat Monas di waktu malam, dari Stasion Gambir. Banyak penumpang di sore itu yang mau pergi ke Jawa Timur atau Jogja. Banyak sekali yang berbahasa jawa. Ah, jadi pengen ke Jogja naek kereta :D

Kira-kira setengah tujuh, seabis dari toilet, aku naek ke atas. Beda dengan saat pergi, pulangnya aku pake Bisnis. Kembali aku berjuang untuk nyari jalur kereta yang akan ke Bandung dan nanyain gerbong bisnis. Masih ada rasa panik, tapi ga setegang waktu aku dari Bandung.

Naek ke bisnis. Suasananya berbeda saat berada di eksekutif. Di sini lampunya terang namun agak redup. Ada kipas angin di mana-mana. Jendela yang kebuka atasnya, biar udara masuk. Kereta masih sekitar setengah jam lagi berangkat. Aku kembali dapet tempat duduk deket jendela, dan temen sebangku-ku saat pulang ini seorang ABG yang baru lulus SMU. Ia naek dari stasion yang aku udah ga perhatiin lagi. Kalo sama temen sebangku-ku ini, aku agak ngobrol pas deket-deket nyampe di Stasion Bandung.

Sambil nunggu kereta melaju, aku kembali ngubungin temenku dan mengucap terima kasih sekali sama dia yang udah mau aku repotin selama perjalanan hari ini.

"Aku ga ngapa-ngapain koq," katanya

"Eh, kamu ga tau aja, banyak peserta yang kesasar tau...! Karena mereka ga tau nama gedung itu dan Jalan Gunung Saharinya kan banyak... Kalo bukan karena kamu, aku juga pasti bakal kesasar kaya mereka," ujarku.

"Haha... Nyi Iteung pergi ke ibukota," godanya sambil tertawa lepas dan renyah.

"Yeeee..." kataku. Aku udah ga bisa berkata-kata lagi, selain rasa syukur atas perlindunganNya, dengan memberikan seorang malaikatNya, meski dari jauh.

Sebenernya, tadinya aku juga mau ngajakin temen dari Bandung, biar aku ga sendiri banget. Tapi berhubung tiket keretanya kehabisan, jadinya aku bener-bener pure pergi sendiri! Setelah lebih dari 19 tahun ga pernah lagi naek kereta :D

Nyi Iteung yang udah nyerap ilmu, dan ngeliat Monas dari dekat secara live dari sore, hingga lampu monasnya dinyalakan. Pulang ke desanya dan kini menjalani rutinitasnya kembali dengan bangga, karena udah bisa ngalahin kegamangannya, meski masih dengan ngerepotin orang lain.

Satu yang pasti, Nyi Iteung udah ngelakonin semuanya dengan baek. Pergi dan pulang kembali ke kampung halamannya dengan selamat :D

Selasa, 19 Juli 2011

UPDATE Mencintai Tanpa Melukai

Terima kasih yang setulusnya aku ucapkan untuk sahabat-sahabatku atas kesediaannya menjawab pertanyaanku, yang dengan rendah hati memaparkan pada tulisannya   :

1.  Ferdinand : Dapatkah Kau Mencintai Tanpa Melukai
2.  Mas Iskaruji
3.  Mas Sukadi
4.  Ajeng Sari Rahayu
5.  Bang Pendi : Bunda Diana Mencintai Tanpa Melukai
6.  Nilla Gustian
7.  Mbak Kenia
8.  Dhykta
9.  Vheytha
10.Dee : Indahnya Mencintai Tanpa Melukai 
11.Mood
12.Ifat
13.Arief Bayoe Sapoetra
14.Masbro

Silakan bagi yang ingin menuliskan Mencintai Tanpa Melukai, masih ada waktu hingga tanggal 7 Agustus 2011.

Senin, 18 Juli 2011

Jakarta (oh) Jakarta

Jakarta,
Mengapa aku belum pernah bisa untuk mencintaimu?
Mengapa kau begitu gerah bagiku?
Mengapa...?

Jakarta,
Kau terlalu sibuk dengan dirimu sendiri
Saat Monas terpampang di depan mataku
Kau terlalu hiruk pikuk...

Akankah aku mencintaimu?
Setelah kucoba melebur denganmu seharian kini...
Akankan kau mengenalku, dan memberikan senyummu kepadaku kelak?
Setelah dengan peluh bercuruan sepanjang pagi tadi aku teteskan di atas bumimu, hingga habis riasan bedakku?

Ah, Jakarta...
Jakarta (oh) Jakarta

Sabtu, 16 Juli 2011

Sendiri di Kotamu

Untukmu yang pernah singgah
Di beranda hati yang penuh warna
Kau pun sempat menyirami banyak kembang di sana
Dengan tawa, sedih, suka, dan dukamu

Entah untuk berapa lama kita merengkuh jarak
Menjejakinya dengan harap dan cinta
Merayakan cinta kita dengan apa adanya
Sebab, pertemuan kita adalah emas bagiku

Terima kasih
Kau telah berkenan singgah
Meski hanya di beranda hatiku
Dengan santun tutur senyummu, juga sejuk tatap matamu

Terima kasih
Kau masih menganggapku ada
Meski hanya terangkul angin
Dengan tabah kau bimbing aku

Terima kasih
Kau masih saja membuatku tenang
Menyandarkan segenap kecemasan yang kini melanda
Bahwa semuanya bisa kulalui; sendiri, di kotamu......


*Benarkah kau adalah cinta paling tabah yang masih terdiam di beranda hatiku?
Kubiarkan tanya ini diam menggumpal, sebab kau telah berubah menjadi angin; sosok yang tak tersentuh namun teraba rasaku
Sosok yang tak mungkin lagi kupeluk dan kucumbui; cukup kumiliki saja jiwamu yang diam di atas jiwaku

Jumat, 15 Juli 2011

Tak Cukup Kata : Bangga Menjadi Bagian Dari Indonesia

Bangga... Cinta... Kagum... Kayaknya ga cukup kata untuk menunjukkan bahwa aku memang benar-benar menyayangi Indonesia. Bagaimana tidak? Nyawaku hadir di sini. Udara yang kuhirup dan kemudian kuhempaskan kembali, itu aku dapat di Indonesia, sejak masih dalam kandungan ibu. Belum lagi air, terus tanah yang bisa membuatku berlindung di atasnya. Pekerjaan yang layak, dan sebagainya dan sebagainya.

Bangga menjadi bagian dari Indonesia karena kebudayaannya, ragam bahasa, ragam suku, sungguh bisa menambah warna tersendiri di dalamnya. Saat ke Bali, kita bisa menemukan nuansa Dewata yang sungguh sakral. Saat ke Yogyakarta, kita bisa menemukan keanggunan dan ciri khas yang lain, yang hanya 'rasa' kita saja yang bisa menikmatinya. Akan berbeda nuansanya saat kita ke Jawa Barat. Banyak kearifan lokal di Bumi Pertiwi ini.

Bangga menjadi bagian dari Indonesia bisa dilakukan dengan hal-hal sederhana. Ikut upacara bendera tiap 17 Agustus, ngadain lomba ala kadarnya untuk merayakan hari ulang tahun bangsa Indonesia, dan masih banyak lagi. Tapi bagiku, setidaknya hal itulah yang bisa menumbuhkan rasa sayang, rasa bangga menjadi bagian dari Indonesia.

Aku bermimpi untuk menjelajahi kepulauan di seluruh Indonesia, daripada ke negeri lain. Semoga, suatu saat nanti aku bisa berjalan di atas mimpiku ini, dan menemukan hal-hal indah, menarik, dan unik tidak hanya melihatnya lewat siaran televisi saja :D

* Sejenak melupakan hiruk pikuk yang sedang terjadi di tanah air tercinta ini...


Tulisan ini disertakan dalam acara Give Away Competitions yang diselenggarakan oleh Ferdinand

Kamis, 14 Juli 2011

Mencintai Tanpa Melukai

Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?
Menghilangkan sejenak cinta diri yang kian lama membuatmu sekarat!

Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?
Saat kau dapati dirimu dicintai oleh keping hati sederhana yang tak pernah lelah berdoa untukmu

Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?
Melupakan sejenak asal usul dirimu

Sebab, cinta adalah saat angin menggoda dedaun dan bebungaan; saat ia menerpa wajahmu dengan kelembutan
Ia tak kan pernah banyak kata dalam kehadirannya
Di mana pun, kapan pun, dan bagaimana pun caranya ia kan menyentuhmu serupa cahaya; tak terlihat namun terekam indera lainnya

Mengatupkan awan saat panas menyengat menjelangmu
Memberikan pakaian saat kau kedinginan
Memberikan makanan minuman saat kau lapar haus
Memberikan sandaran saat kau terkulai
Memberikan analogi khusus saat kau bingung tak mengerti tentang sebuah ilmu
Membuatmu tersenyum bahkan terbahak saat kau sedih
Membiarkan dirimu hidup menjadi seutuhnya dirimu; apa adanya dalam lingkar lengannya

Sanggupkah kau mengakuinya?
Jika ya...
Maka sekali lagi aku bertanya :
Dapatkah kau mencintai tanpa melukai?



*Jawablah pertanyaanku dengan kejujuran hatimu. Jawab dengan kalimat semenarik mungkin minimal satu paragraf. Akan ada tiga buah buku novel berjudul 5 cm karya Donny Dhirgantoro sebagai kenang-kenangan dariku untuk tiga orang pemenang.

1. Membuat tulisan di blog masing-masing dengan judul : Mencintai Tanpa Melukai. Panjang tulisan minimal 1 (satu) paragraf. Tulis apa pun asal terkoneksi atau 'nyambung' dengan pertanyaanku di atas.
Postingan yang sahabat-sahabatku tulis bisa diperuntukkan bagi pasangannya masing-masing, anak kepada orang tuanya, kekasih, sahabat, saudara kandung, untuk alam, bahkan untuk Tuhan Yang Maha Kaya.

2. Mohon di akhir postingan menyertakan link dari postingan ini.

3. Batas 'pengumpulan' tulisan hingga 07 Agustus 2011 dan diumumkan 17 Agustus 2011.

Selamat menulis ya teman-teman
Salam Mencintai Tanpa Melukai :)

Update peserta Mencintai Tanpa Melukai bisa dilihat DI SINI

Rabu, 13 Juli 2011

5 cm : a Novel by Donny Dhirgantoro | Review

Novel ini pertama kali diterbitkan tahun 2005, tapi baru aku baca di cetakan ke 17, tahun 2011 ini (telat kali aku bacanya) :D
Mungkin juga sahabat-sahabatku udah banyak yang tau. Tapi ga papa juga ya, aku telat baca...dari pada ga  sama sekali *ngeles*

Dengan bahasa dan dialog yang kocak, novel ini bercerita tentang persahabatan, harapan, cinta, cita-cita, dan mimpi. Ada nasionalisme di dana. Makna kehidupan juga sarat di sana.

Aku bisa bilang, novel ini bukan sekadar novel. Aku seperti melihat nuansa baru yang lain daripada biasanya yang bisa mengubah. Sebenernya sederhana, tapi petualangan lima sahabat menuju Puncak Mahameru ini dikemas menjadi luar biasa karena isinya yang bisa membuat kita menjadi luar biasa.

Terakhir, kesanku sehabis baca buku ini adalah betapa ia bisa menyentuh. Dibalik seru dan kocaknya dialog; bahkan bisa dibilang ancur dan gila-gilaan. Ya, aku setuju dengan kata ancur dan gila-gilaan :D
Ada haru menyelinap di sana, yang bisa membuatku nangis *aku emang gampang banget nangis -liat foto aja bisa nangis, karena bagiku, foto bisa menceritakan tentang banyak hal, tanpa kata #ehhh ngelantur :D

Oke, satu kata buat novel yang masuk dalam list Buku Indonesia Sepanjang Masa versi goodreads indonesia ini memang keren!
Daaannn... Tak lama lagi buku ini akan dipersembahkan sebagai kenang-kenangan dariku untuk sahabat-sahabatku yang (rencananya) dibagikan untuk tiga orang pemenang. Bagi yang berminat mengikutinya, tunggu postinganku sehabis ini yaaaa...

Sssssttttt... Paling akhir ni beneran... Jujur aja ya, aku jadi kepikiran untuk menyelenggarakan sesuatu yang meskipun kecil-kecilan ini, untuk sahabat-sahabat mayaku terkasih;
Inilah efek dari baca buku 5 cm! :D
Itulah 'keajaiban' yang aku rasakan. Emang aku udah berencana ngadain hal seperti ini, tapi untuk nanti-nanti (masih lama bangeeettt). Eh, sekarang jadi berubah *blushing*
Kalo ga percaya, tanya deh Ferdinand, sang admin dj-site :D

*Sori, kavernya lupa diphoto....

Senin, 11 Juli 2011

Pengkhayal; Imajiner dan Puisi

Aku pernah berdebat dengan seseorang yang bilang kalo orang yang suka nulis puisi itu adalah seorang pengkhayal, imajiner, seorang yang jiwanya selalu berada di antah barantah, seorang yang intinya adalah penuh dengan daya khayal, imagination, pengkhayal berat yang ga mau menghadapi realita hidup.

Jujur, aku sempat -sedikit- sewot denger penilaian seperti itu tentang seorang yang suka nulis puisi, karena aku emang penyuka berat dalam hal menulis puisi.
Kenapa aku agak sewot dengernya? Karena aku ga merasa diri menjadi pengkhayal yang cuma bisanya diem, nunggu wangsit untuk menghasilkan satu buah karya *yang meskipun cuma untuk dipublish di blog ini*

Aku, memang bukan seorang penyair. Aku juga ga akan memberikan referensi apa itu puisi dan quote dari para penyair terkenal, karena aku mau menjelaskan apa yang aku alami sendiri dengan 'menikahi' huruf-huruf. Aku suka menulis puisi karena aku suka menerjemahkan apa yang terjadi di sekitarku dengan rangkaian kata-kata yang semampuku dibuat indah. Diusahakan ada diksi, penyamar, dan garis tegas di sana tentunya dengan pembawaan natural yang aku punyai sendiri. Alias original, pure keluar dari hati dan pikiranku dalam menuangkannya.

Saat aku melihat daun jatuh melayang, dan ia hinggap di atas kakiku.
Aku menerjemahkannya sebagai kematian. Aku menceritakannya sebagai sebuah ketidak abadian di dunia ini. Sebuah kefanaan. Sebuah akhir. Maka, lahirlah untaian kata dari pikiranku yang diterjemahkan ke dalam huruf menjadi sebuah puisi berjudul Saat Daun Jatuh. Apakah ini yang disebut pengkhayal?

Justeru, kalo dilihat dari awal mula lahirnya sebuah puisi, aku sangat realistis dong. Karena, di sana aku mencoba memaparkan apa yang aku lihat dan rasa. Daun jatuh bukan cuma aku koq yang bisa ngeliat. Bintang-bintang yang berpendar cahayanya, langit biru yang indah mendayu, rembulan yang manja dan setia menunggu malam.
Kemudian saat merasakan cinta, kasih dari orang lain, rindu yang berkepanjangan. Saat merasakan indahnya mencinta, terpuruknya dilukai. Bukan aku saja kan yang bisa merasakan semua itu? Aku pikir, setiap manusia pernah merasakan apa yang aku tulis di atas, termasuk dia yang menghakimi aku bahwa aku seorang pengkhayal!
Memang, tidak selalu setiap suasana yang aku rasakan aku tulis. Artinya tidak selalu apa yang aku tulis itu sedang aku alami. Biasanya -lebih sering- aku menulis apa pun dengan mengalir.

Bukankah Tuhan juga Maha Indah, yang di dalamnya tersembunyi sastra yang paling puisi? Tengok dan perhatikanlah Kitab Suci - Kitab Suci yang menuliskanNya...

Minggu, 10 Juli 2011

Persahabatan, Pertengkaran, dan Kematian

Persahabatan selalu indah. Kalau tak indah, bukan persahabatan namanya. Tetapi sering kita lupa bahwa dalam persahabatan diperlukan pengertian dan kesabaran yang sungguh-sungguh dan mendalam. Karena jika tidak, akan menyebabkan pertengkaran yang berakibat sangat fatal dan menghadirkan penyesalan tiada akhir, seperti kisah nyata di bawah ini.

***

"Tania, kamu gimana sih? Koq ngerjain kayak gitu aja ga becus," Semprot Yuli sangat ketus.

"Maafin aku Li. Aku memang ceroboh. Gara-gara aku semua jadi berantakan," Ujar Tania memohon.

Mereka satu tim dalam sebuah bisnis EO. Tania yang menjadi penanggung jawabnya.

"Ah sudahlah. Kamu benar-benar membuatku malu, tauuu...!!" Teriak Yuli geram, yang membuat Tania mendadak turun dari mobil mereka.
Di sinilah awal mula kejadian yang menimpa Yuli. Tania tertabrak mobil sesaat setelah turun dari mobil Yuli. Tania meninggal di tempat!

***

Malam sepi telah merambat pelan tapi pasti, namun Yuli tidak bisa memejamkan matanya. Ia tampak gelisah. Sayup-sayup terdengar suara tangis di sudut kamarnya. Ia mendengarkan dengan seksama. Suara tangisan itu semakin jelas. Ia terkesiap manakala didapatinya Tania tiba-tiba muncul di kamarnya dengan wajah yang hancur. Yuli hanya bisa diam membisu. Gemetaran.

Tania mendekati Yuli dan berkata, "Jika kau tak mau melihatku lagi, minta maaflah kepada keluargaku. Maka aku tak akan mengganggumu lagi," Tania membuat bulu kuduk Yuli merinding dan hampir saja membuat Yuli pingsan.

Setelah kejadian itu, keesokan harinya Yuli mengirimkan SMS pada keluarga Tania. Yuli tidak bisa ke rumah Tania karena kesibukannya. Ia kini sedang menunggu SMS balasan dari keluarga Tania. Ia kaget saat membaca SMS masuk dari Tania. Ternyata itu SMS dari ibunya Tania, yang menggunakan sim card Tania. Isi SMSnya adalah : Keluarga Tania memaafkan Yuli.

Yuli memang menyesali dirinya yang marah-marah di luar kendalinya pada Tania. Seandainya ia tenang sedikit saja menghadapi masalah itu, mungkin Tania masih hidup hingga sekarang.

Yuli yang lega setelah mendapat maaf, namun ternyata pada malam-malam tertentu suara tangisan itu masih saja terdengar di sudut kamar Yuli.



* Inspirasi kisah : Ardan FM.

Sabtu, 09 Juli 2011

Sekuntum Pagi

Ingin kupersembahkan pagi ini buatmu
Menjadi sekuntum pagi yang wangi
Serupa kembang setaman yang keharumannya dititipkan angin
Serupa cinta yang tertuang lewat secangkir kopi

Ingin kusentuhkan pagi ini buatmu
Serupa sentuhan lembut sang dewi pada dewanya
Serupa senyum yang di dalamnya bersembunyi luka
Sebab, engkau kini berada jauh dari lintasanku

Aku tetap menyajikannya;
Inilah sekuntum pagi buatmu
Penuh madu dan embun yang siap kau kecup
Dimana pun kamu
Semoga berkenan






*I love you, beib

Jumat, 08 Juli 2011

Divorce

Hhihh..sempet bergidik juga aku mau nulis tentang perceraian. Tapi demi sahabatku, aku akan tetap mencoba menuliskan ini sebatas yang aku ketahui.
Aku tidak mau menggurui, apalagi berniat untuk menghakimi. Aku hanya mencoba mengangkat kejadian yang bisa saja terjadi pada diri kita. Amit-amit *sambil ketok meja tiga kali*

Pertemuan, merupakan sebuah keajaiban, apalagi jika sudah berhubungan dengan jodoh. Lewat getaran-getaran yang ada, dua manusia berlainan jenis ini berharap untuk duduk di pelaminan. Keputusan ini bijak. Namun, dengan happy ending karena sudah berhasil untuk bersatu dalam suka duka, itu baru fase awal. Minimal satu fase telah terlewati dalam seluruh rangkaian hidup kita. 

Perjalanan hidup memang tidak selalu mulus. Tiba-tiba orang tua kita memutuskan untuk bercerai. Kita sebagai anak sudah menjelaskan efek buruk dari perceraian, dan mencoba untuk mencegahnya. Memberi solusi yang kita bisa. Tetapi orang tua tetap ngotot ingin bercerai, karena suatu dan lain hal. Sebagai seorang anak, kita telah melakukan kewajiban kita, yakni mengingatkan agar tidak bercerai. Namun, jika pada akhirnya segala upaya kita gagal. Tolong kembalikan itu sebagai sebuah tulisan, memasukannya ke dalam kotak kejadian yang tak bisa diubahkan.

Jika saat ini kita sendiri yang akan memutuskan untuk bercerai, karena suatu dan lain hal. Tolong flash back. Ingat masa-masa susah dan senang bersama. Ingat kembali pendidikan dan jiwa anak-anak kita, jika kita bercerai. Raihlah kebahagiaan yang sebenarnya tak jauh dari jangkauan kita. Ia hanya sebatas hati yang mengerti. Hati yang tulus.

Tulisan ini aku dedikasikan untuk siapa pun yang rumah tangganya sedang diguncang prahara dan bagi anak-anak yang orang tuanya berniat untuk bercerai. Tulisan ini sederhana. Memang terkesan klise. 
Semua keputusan bermuara pada sang pelaku. Namun aku ingin, jadilah pelakon yang tangguh dan rendah hati; lakonilah dengan menjadi yang terbaik. Terbaik bagi agama, bagi sesama, terlebih bagi Tuhan.

Semoga bermanfaat :)

Kamis, 07 Juli 2011

Kepada Rinduku

Kepada rinduku yang bersembunyi di sudut-sudut air mata
Maafkan aku yang tak bisa membendungmu
Mengalirkan riuhnya kepingan-kepinganmu seolah tanpa makna
Merebakkan pedihnya dalam setiap derai nafas

Kepada rinduku yang terserak pada daun-daun jatuh
Ditimpa embun yang mengasihinya
Lembut sekaligus liar tak kuasa dihempas angin
Meronta menginginkan sebuah telaga paling sunyi

Kepada rinduku yang tersamar pada cahaya rembulan
Menguak sinar pada pendar bintang yang kau lihat
Melaju mengikuti sinar matahari saat pagi hingga terbenam; pada senja ia bernaung
Pada hujan ia pandai menyelinap

Kepada rinduku yang merona
Lewat alam engkau terbentuk
Lewat udara engkau memasuki paru-paruku
Kepadamulah aku luruhkan segenap cintaku
Kepadamulah aku titipkan jiwa dan harapku hanya dalam sunyi...

Lampu Utama

Berjalan di atas aspal di kota Yogya *pake bis tentunya :P* membuatku tenggelam di dalamnya. Aku nikmati segenap pemandangan yang ada dengan hati yang membiru..

Tepat di sebuah perempatan, *aku lupa nama persis dari perempatan itu* bis terjebak traffic light berwarna merah. Di atas lampu merah-kuning-hijau itu terdapat detik angka untuk menunggu. Di bawah angka detik, aku baca tulisan berjalan kira-kira begini : "Untuk Motor Nyalakan Lampu Utama Siang Malam"

Memang sudah cukup lama himbauan yang aku baca itu ada. Bahwa lampu motor harus dinyalakan saat dikendarai, tak peduli waktu gelap atau terang.

Aku sempat tertegun dan mempertanyakannya. Untuk apa lampu utama dinyalakan pada siang hari? Toh, motor tetap bisa terlihat oleh pengendara lain di waktu siang.
Aku jadi berpikir. Oh, mungkin inilah wajah Indonesiaku yang sesungguhnya. Lampu utama tetap harus dinyalakan. Aku jadi inget semua yang terjadi di negeri ini. Hukum sudah demikian parahnya. Sampai-sampai pengadilan itu bisa disuap dengan uang. Para koruptor kabur seenak udelnya sendiri, dan masih banyak kasus lainnya.

Inikah tandanya, bahwa lampu itu harus tetap dinyalakan bukan hanya dalam gelap? Untuk menerangi sesuatu yang jelas-jelas sudah terlihat. Terpampang dengan kontras di depan mata dengan keadaan terang benderang. Menerangi sesuatu di tempat terang sama dengan hal yang sia-sia. Percuma. Meski yang salah terlihat, namun tetap tak terlihat meski sudah jelas di depan mata.
Itulah................ *bisa ngisi titik-titiknya kan...? :D

Jangan Kau Kira : Pertemuan yang Tertunda

Jangan kau kira aku tak rindu
Mendengar suaramu sungguh membuatku sendu
Jangan kau kira aku tak kangen
Mendengar senyummu sungguh membuatku menangis

Jangan kau kira aku tak kecewa
Saat aku tak kuasa memberikan waktuku untukmu
Saat aku tak kuasa meredam apa yang harus aku lakukan
Saat aku tak kuasa melebur dalam degup jantungmu

Jangan kau kira aku kuat
Menahan segala yang kian menggunung ini
Menyentuhmu sungguh telah menjadi sebuah mimpi untukku
Aku ingin merekam sorot matamu saat menatapku
Dan membiarkan aku luruh sekejap dalam pelukmu

Keberanianku, keteguhanku kan membawaku ke hadapanmu...


Rabu, 06 Juli 2011

HTS : Hubungan Tanpa Status

"Raka, aku minta kepastian tentang hubungan ini," Ujar Tika saat mereka duduk di taman kampus di dekat kantor mereka sore itu.

"Kenapa kamu minta kepastian? Koq hubungan harus pake kepastian segala," Jawab Raka dengan entengnya.

Tika terdiam. Ia tak mengerti sama sekali dengan hubungan yang ia jalani. Dibilang pacar bukan. Tapi kalau dibilang bukan pacar juga tidak. Di antara mereka ada kedekatan khusus. Debar jantung pun menjadi berbeda saat mereka bertemu.

"Ya sudah. Terserah kamu deh. Tapi jangan ngambek ya kalau suatu saat nanti aku punya pacar," Papar Tika sambil bangkit dari kursinya dan pergi meninggalkan Raka yang masih duduk di situ.

"Tikaaaa, tunggu!" Panggil Raka. Terlambat. Tika sudah menghilang di tikungan jalan itu.

Tika memang berhak menanyakan kejelasan hubungannya dengan Raka, karena hubungan ini telah hampir satu tahun berjalan. Namun, Raka tak pernah memproklamirkan perasaannya pada Tika. Tika sadar juga, bahwa cinta tak perlu diucapkan, namun cukup dengan sikap yang menunjukkan bahwa Raka mencintainya. Tapi akibat atmosfir yang dibuat oleh Raka atas dirinya, itu membuat Tika ragu untuk melangkah ke depan. Tak berlebihan juga jika Tika menginginkan kepastian itu. Setidaknya ia bisa meletakkan rasa cemburunya (jika ada) pada Raka. Setidaknya ia bisa meluruhkan segenap perasaannya dengan utuh, menyandarkan rindunya pada Raka dengan indah. Karena ia tak mau bertepuk sebelah tangan.

***

Hubungan tanpa status marak terjadi. Ini disebabkan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Bisa karena keragu-raguan mengikatkan komitmen *kebanyakan cowok yang ga mau terikat, tapi cewek juga ada sih :D* Alasannya klasik; belum siap untuk ke jenjang selanjutnya. Bisa juga karena perbedaan agama.

Kasus seperti Tika tak sedikit. Tapi tak sedikit pula yang merasa enjoy dengan hubungan tanpa status ini. Jika kuat dan menganggap hubungan ini ga wasting time, silakan diteruskan. Tapi jika hubungan ini dirasa terlalu membebani, mending cepat ambil sikap, sebelum terlambat. Sebelum rasa sayang dan cinta mengubur hidup-hidup dirimu atas dirinya.

Hidup itu pilihan. Bukan hidup yang memilihmu...

A True Happiness From LDR : LDR cases Vol.3

Penggalan sebelumnya *masih case one* :

Riri sebenarnya sudah mulai capek. Riri letih. Setidaknya itulah yang dirasakannya karena sudah berkali-kali Givan membatalkan janjinya untuk bertemu Riri.

***

"Riri sayang, maafin aku ya. Please keep longing. Aku bukannya ga kangen sama kamu. Aku kangen banget. Tapi kerjaanku ga bisa ditinggal..."

"Iya, aku ngerti mas. Tapi sampai kapan kamu ingkari janji kamu untuk ketemu aku?"

"Oke, sabar ya... Semoga minggu depan aku bisa luangin waktu untuk ketemu kamu," Ujar Givan yang tak bisa menutupi rasa bersalahnya.

"Iya mas... Kamu hati-hati ya, jaga sehatnya. Kamu jangan terlalu mikirin aku. Pikirin aja bisnismu. Biar papi juga seneng dan bangga ngeliat kerjaan anaknya," Ujar Riri lembut dan tegas namun terdengar rapuh. Ia berusaha meredam gejolak yang ada di tungku hatinya. Antara sedih, kecewa, marah, gelisah, dan sedikit cemburu.

Itulah Riri. Ia tak boleh marah, setidaknya di depan Givan melalui ucapan dan sikap. Ia harus bisa berperan menjadi yang terbaik bagi Givan dan bagi dirinya sendiri dengan bersikap anggun dan hati-hati, demi menjaga hubungan ini. 

Sempat terlintas di benak Riri untuk mengakhiri hubungan ini. Selain karena jarak, ia juga minder dengan strata sosialnya. Givan anak seorang yang kaya raya, sedangkan ia hanya anak seorang pegawai negeri sipil yang sederhana. Namun, dengan ketelatenannya Givan berhasil meyakinkan Riri terlebih soal kesenjangan sosial yang merebak di antara mereka. Meski tak mudah, namun setidaknya hal itu bisa membuat Riri kembali berani bersikap untuk tetap menjaga hubungan ini hingga akhir nanti.

Riri seperti  disadarkan kembali akan resiko berhubungan jarak jauh seperti ini. Ia harus percaya apa yang dikatakan Givan padanya. Seperti saat ini, Riri harus percaya bahwa Givan berhalangan pergi ke kotanya karena urusan pekerjaan. Tak ada yang lain. Givan sibuk. Titik. Bukan ia berpacaran dengan mantannya yang tempo hari ia ceritakan kepada Riri lewat telepon.
Saat itu Givan tak sengaja bertemu mantannya di sebuah bank dan mereka akhirnya pergi untuk makan malam bersama. Ada resah. Namun ditahan keras oleh Riri. Givan tak mungkin melukainya, meski pun sang mantan sering menghubungi Givan.

***

Hari-hari berlalu dalam balutan peristiwa-peristiwa yang menyenangkan, menegangkan, mengharukan, menjenuhkan, dan lain sebagainya khususnya di kehidupan Riri.

Tak terasa menjelang lima tahun sudah ia menjalani LDR.

"Ri, papi mami pengen ketemu kamu tuh. Aku pengen kamu ke Jakarta ya. Bulan depan adikku Lisa juga datang dari Amerika. Sisca juga udah pengen ketemu kamu katanya," Ujar Givan di suatu siang di balik ponselnya.
Riri terperangah. Riri terkejut. Tak bisa dibayangkannya jika ia bertemu keluarga Givan. Rasa minder kembali menderanya. Namun di lain sisi, inilah moment yang ditunggu-tunggu. Selama lima tahun berhubungan dengan Givan, baru sekarang ia ke tempat cowoknya, Givan. 
Dengan keberanian yang ada, Riri pergi dengan dijemput Givan. Pertemuan yang mendebarkan dalam sepanjang hidupnya. Belum lagi masalah fashion yang harus dikenakannya.

***

Semenjak pertemuan dengan kedua orang tuanya Givan, Givan semakin sibuk. Ia benar-benar tenggelam dalam pekerjaannya. Sementara Riri masih menunggu dengan setia. Di kota ini dengan balutan kepercayaan dan positive thinking yang harus ia bangun dengan sekuat tenaga.

Segala pengorbanan waktu dan jiwanya rupanya tidak sia-sia. Air mata yang tertumpah kini mengembalikannya dengan senyum yang merekah. Riri dilamar, dan kini sedang menentukan hari pernikahannya. Air mata Riri kembali merebak, saat ada namanya tertulis di kartu itu; kartu undangan yang sebentar lagi disebar. Ada debar aneh saat menatap namanya di sana. Nama lengkapnya bersanding dengan nama lengkap Givan. Sebentar lagi, ia akan meninggalkan kota ini, dan hidup di kota tempat Givan bekarya. Riri tak mau lagi menempuh LDR dalam sepanjang hidupnya yang telah berstatus Ny. Givan ini. Ia akan menyesuaikan diri dengan sekuat tenaga, tanpa henti demi keharmonisan rumah tangganya.

Air mata itu kembali menitik. Air mata LDR. Persembahan dari LDR untuk Riri. Jika bukan karena Givan yang bisa meyakinkannya untuk tetap berdiri di atas kesabaran, kesetiaan, ketabahan, dan rasa percaya yang tinggi. Maka dari dulu sudah rubuh, luruh, dan terkapar. Namun karena kekuatan cinta jua yang mempertemukan mereka di pelaminan. Meski pedih, namun dengan kesabaran dan upaya-upaya yang positif, akhirnya air mata itu dapat menggantikannya dengan kebahagiaan sejati.

Selasa, 05 Juli 2011

Selembar Tissue yang Menampar

 Sciences UI - Depok diambil dari ruang seminar terapung

Sebuah obrolan ringan di sela-sela acara seminar di Universitas Indonesia - Depok beberapa waktu lalu, namun sangat membuat aku seperti ditampar berkali-kali. Perkataan yang singkat dan lembut. Tapi telah membuat pipiku merona pula karena malu.

Di Toilet.
Mencuci tangan di wastafel, saling senyum dan bertanya asal lembaga. Kemudian aku melihat ibu itu, yang ternyata ia adalah seorang kepala perpustakaan IPB - Bogor *aku lupa nanyain namanya :D* sudah selesai mencuci tangannya, dan aku berkata, " Ibu, memerlukan tissue? Ini saya ada bu..." Sambil berkata, aku mengeluarkan tissue dari tasku yang kebetulan pula, aku memang hendak memakainya.
"Oh, ga usah bu. Saya punya koq. Saya membiasakan diri untuk selalu membawa sapu tangan," Ujarnya sambil tersenyum

"Kalau kita terus-terusan memakai tissue, nanti hutan kita cepet abis. Jadinya, saya ga pernah membeli tissue. Murah koq bu, selusin sapu tangan hanya sekitar sepuluh ribu rupiah. Minimal saya bisa menguranginya dengan membeli sapu tangan untuk menggantikan tissue," Lanjutnya sambil terus tersenyum.

Ruang seminar terapung UI - Depok

Plaaakkkk!!! Pipiku serasa ditampar keras sekali. Panas dan bertubi-tubi. Aku malu, dan aku hanya bisa tersenyum sambil mengiyakan, menanggapi setiap tuturnya. 
Memang benar apa yang dikatakannya. Tissue berasal dari alam, dan untuk mewujudkannya kayu-kayu yang menjadi korbannya. Aku tersadar dan berniat untuk mengikuti 'jejaknya'. Jika bukan kita, lalu siapa yang menjaga dan melestarikan pohon-pohon itu...?

Well, pelajaran berharga yang menemukan kita pada kesadaran diri tak selalu berasal dari obrolan yang wah, yang formal. Justru di tengah kesederhanaan, kita menemukan satu titik yang amat berharga untuk mengubah cara hidup kita dengan sederhana pula namun dapat memberikan sumbangsih yang sangat berpengaruh.

Senin, 04 Juli 2011

Ternyata Kamu Masih Manis, Sayang

Lekuk tubuhmu
Pusar menyibak anggun
Sepanjang malam
Aku jelajahi tubuhmu
Sepanjang waktu
Aku nikahi jiwamu

Raga lunglai jiwa menyesap intimu
Galau sempat tertinggal di situ
Air mata menggenang riang
Bersahutan tak kenal subuh, pagi, siang, sore, dan malam
Aku pacu segenap rindu menjadi kenangan bersamamu

Yogyakarta,
Belum habis aku merekam jejak
Di seluas Laut Kidul
Di sepanjang Kali Opak
Di dalamnya bumi Merapi
Debumu pun aku bawa, bungamu aku sematkan di rambutku

Yogyakarta,
Belum habis aku mengecup tubuhmu
Dedaun dan bebatu yang menyimpan berjuta sejarah
Belum habis aku menyantap keindahanmu
Menyetubuhi air-airmu; sungguh aku belum puas!

Aku luruh dalam pelukan yang tak tersentuh
Aku tenggelam dalam senyum yang samar tak teraba mata
Aku rebah dalam kecupan demi kecupan yang tak terjamah
Aku merasakan udaramu menghembus
Sungguh aku sanggup mengecapmu
Ternyata kamu masih manis, Sayang...

Jemputlah aku di bawah pohon asoka itu, saat aku kembali...
Menjelajahi cinta dan jiwamu dalam deru ombak, dan belai sang bayu...

Sabtu, 02 Juli 2011

Kosong Tak Berarti Hampa

Kubuka mataku perlahan
Borobudur tiba-tiba telah berdiri di depan mata
Tak jauh dari tempatku berada kini
Perlahan kurebakkan senyum, memeluk pepohonan dan udara yang kureguk

Kulangkahkan kaki, kutebarkan pandangan
Kupijak dengan mesra bumi di atasku
Setitik air mata jatuh membasahinya
Ini yang menyambutku; ini yang membuatku semakin mencintaimu

Telah habis nyawa leluhurku di sini
Kosong, namun tak hampa
Kering, namun tak kerontang
Pedih, namun tak menyayat

Masih ada sepotong jiwa yang menyambutku
Ada energi baru yang perlahan mengisi satu bejana jiwaku
Ada semburat senyum yang diam-diam menjadi hadiah bagiku
Yogyakarta, kau merengkuhku selamanya meski sudah tak ada lagi yang bersisa
Menyentuhku dengan udaramu; dengan sejatimu untukku

Jumat, 01 Juli 2011

Ngayogyakarta Hadiningrat, I'm Coming

Yeay..!! Akhirnya aku bakalan ketemu lagi sama Malioboro, sama Jogja yang sangat istimewa.

Mungkin dan semoga tidak ada yang berubah...
Rinduku terlalu luas dan penuh untuk kuceritakan. Moga dia masih mengenalku dan mengasihiku seperti aku mengenal dan mengasihinya.

Semangat di jalan... Tapi sebentar lagi aku mau bobo :D
Biar besok perjalanannya semakin asik dan berkesan :)

Untuk sahabat-sahabatku terkasih, aku pamit dulu ya.. Mohon maaf tidak bisa mengunjungi kalian. Aku mungkin hanya bisa posting aja, dan diam-diam mengunjungi kalian tanpa meninggalkan komentar.
Maklum hape jadul, jadi ga support buat ninggalin komentar; ga semua blog yang aku kunjungi bisa dikomentari :D

CRUSH : a novel by Meutia Halida Khairani | Review



Allysha Al-Farishi, seorang puteri pengusaha minyak yang kaya raya mempunyai seorang kakak bernama Haekal Al-Farishi. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia sejak Allysha masih kecil.

Sebagaimana kakaknya, Allysha mempunyai kemampuan untuk memanggil guardian yang diturunkan oleh sang ayah. Guardian adalah para pembantu Allysha dari dimensi lain. Jika Allysha memerlukan bantuannya, maka guardian itu muncul ke hadapan Allysha.

Sosok Allysha sebenarnya baik. Namun sayang, ia tidak bisa bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain. Itu disebabkan karena Allysha semasa kecil hingga SMU, ia memanggil guru-guru terhebat untuk mengajar di rumahnya, alias home schooling. Itulah sebabnya, di Universitas Amazon ini, Haekal menyuruh Allysha untuk tinggal di asrama agar Allysha memiliki teman, bukan hanya guardian-guardian saja yang menjadi temannya. Di asrama, Haekal melarang keras Allysha agar tidak memanggil guardian. Dari sanalah, ia mengenal sosok Tania yang sakit-sakitan dan Augy yang tomboy dan berantakan.

Allysha memiliki sisi jahat. Itu sebabnya, Haekal menghapus memori di masa kecilnya. Namun seiring waktu, Haekal tetap harus membuka kunci ingatan Allysha, meski resikonya adalah kekuatan dari sisi jahat Allysha akan membangunkan Darre Fifth, TerraGuardian yang bisa menghancurkan pulau-pulau dengan kekuatannya. Mr. Leo dan Ms. Silvi yang akan memanfaatkan sisi jahat Allysha demi kepentingan pribadi mereka. Mr. Leo dan Ms. Silvi adalah mantan pekerja Tuan Al-Farishi, selain Mr. Yayat, Mr. Iqbal, dan Mr. Irham. Mereka juga dibekali kekuatan oleh Tuan Al-Farishi sebelum ia meninggal dunia. Namun Mr. Leo dan Ms. Silvi berhenti menjadi pekerja Al-Farishi dan berkhianat. Mereka memilih menjadi dosen di Universitas Amazon. Pertemuan mendebarkan antara Ms. Silvi dengan Allysha, juga antara Allysha dan Mr. Leo.
Ini pula awal mula pertarungan hebat antara Haekal dan Darre Fifth yang telah berhasil dibangkitkan oleh Mr. Leo dan Ms. Silvi. Sebuah pertarungan yang sengit dan sangat panas mendebarkan. Panjang dan alot. Darre Fifth adalah tingkatan TerraGuardian yang paling tinggi.

***

Sebuah novel fantasi ini dituturkan dengan gaya bahasa seorang Meutia Halida Khairani yang mengalir. Tak ada istilah-istilah asing di novelnya. Penyampaiannya yang membuat penasaran, hingga membuat aku, sebagai pembaca merasakan keinginan untuk membaca dan membacanya terus sampai tamat. Penulis buku ini adalah seorang blogger yang mengelola Meutia's Diary.
Jika ada teman-teman yang berminat dengan novel ini, silakan kunjungi di sini.

Nada-nada

Malam mulai merajut gaun keindahannya
Menjuntai mesra menyentuh langitnya hingga ke bumi
Wangi penuh keharuman alami
Malam yang cerdas, malam penuh nada

Malam mulai mengisahkan tentang kekelamannya
Tentang sebuah sepi yang sungguh sunyi
Tentang alunan angin berbisik pada dedaunan
Tentang rembulan yang enggan tersenyum meski hanya sabit

Kau ada di sana, saat malam mulai menyenandungkan nada-nada itu; untukku
Kembali memeluk seluruh inderaku
Menyematkan rindu yang tak kan pernah bertaut
Nada-nada itu menyerukan tentang punggungmu yang benar-benar nyata bagiku