Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 31 Agustus 2010

sunyi yang kian berbatas

Hendak ke manakah kakiku melangkah..?

Sementara raga ini telah terlalu letih untuk kembali melangkahkan kakiku

Ingin kureguk semua hal yang indah

Namun hanya lara yang kudapat

Air mata yang tak kunjung mengering

Menjadi saksi yang tak kan pernah terbantahkan

Kini, di sudut kesunyian ini berteman gelap tanpa ada cahaya dari manapun

Hanya desauan angin yang kian meresap di pori-poriku hingga ke dasar kalbuku; seakan menyayat seluruh organ-organku tanpa kecuali

Aku...
Masih ingin menangis di sini, di haribaan bumi yang kelam

Aku...
Masih ingin menuturkan kepedihanku dengan caraku sendiri, di ambang kesunyian yang kian berbatas ini

Aku...
Ingin menjadi saksi, bahwa kesunyian itu indah; dengan kekekalannya meski dia kian berbatas

Sunyi yang kian berbatas...telah kusambut engkau dengan lara di hatiku

Profile Summiteer : Indonesia Seven Summits Expedition

Sekian waktu berlalu, tatkala perjalanan para pahlawan masa kini-ku, aku mencoba menampilkan profil dari para climbing yang tergabung dalam tim ekspedisi Indonesia Seven Summits Expedition : Mahitala Unpar 2009 - 2012.


Budi Hartono Purnomo (51), Alumni S1 Teknik Jurusan Teknik Sipil Unpar.



Sofyan Arief Fesa (27), Mahasiswa Magister Manajemen Unpar
Alumni S1 FISIP Jurusan Administrasi Negara Unpar.



Frans Tumakaka (23), Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Unpar.



Janatan Ginting (21), Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Unpar.



Broery Andrew (21), Mahasiswa S1 Fakultas Teknologi dan Ilmu Sains Jurusan Fisika Unpar.


Expedisi yang sudah dan akan dijalani :
1.  Puncak Carstensz, Papua - Januari 2009
2.  Puncak Kilimanjaro, Tanzania - Agustus 2010
3.  Puncak Elbrus, Rusia - Agustus 2010
4.  Puncak Vinson Massif, Antartika - Januari 2011
5.  Puncak Aconcagua, Argentina - Februari 2011
6.  Puncak Everest, Nepal - Maret-Mei 2011
7.  Puncak Denali, Alaska - Mei 2011

Itulah profil pahlawan-pahlawan masa kini yang sedang berjuang menaklukkan tujuh puncak dunia. Semoga mereka selalu dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin...

ilalang


Kau selalu ceria digoda angin nan lalu
Kala itu, di sore hari 
Membawa segumpal rinduku padanya
Benarkah kau makhluk yang tak berguna?
Hanya karena jenismu yang mudah diinjak, diludahi, bahkan dibakar?

Ilalang...
Aku belajar darimu
Kau begitu tulus dan ramah
Meski semua cobaan yang datang padamu
Siapakah yang menyiram dirimu sehingga kau tumbuh dengan segarnya?

Selain alam, kau seolah tak punya hak untuk bersuara
Hanya alamlah yang mendengarkanmu
Hanya anginlah sahabatmu
Hanya binatang malam, serangga lainnya, dan matahari juga hujan yang ada bagimu

Segala bintang gemintang dan rembulan serta mentari...
Mereka kan menaungimu selamanya
Selagi tak ada kaki-kaki dan tangan-tangan yang membunuhmu....
Satu lagi, pelajaran darimu....
Bahwa, kau selalu setia pada kodratmu...

Senin, 30 Agustus 2010

New Born



Ketika semua suka duka hidup telah terjalani dengan sempurnanya...

Selanjutnya, apakah sanggup keluar dari zona nyaman ini........?

semarak negeriku tercinta

Negeriku tersayang, dengan berjuta kebudayaan dan kandungan alam yang kaya dan padat. Kemajemukannya menandakan sebuah harmoni terindah dibandingkan dengan negara-negara lain yang ada di dunia ini. Sebuah semarak keindahan dari negeriku yang khas dapat dengan mudah dilihat dari manapun.

Bercengkrama di pelataran jiwa Ibu Pertiwi yang rindang, teduh dengan tingkat kenyamanan yang tinggi, penuh kesantunan, dengan tutur kata yang indah; bukan hanya sekedar tutur kata biasa, tapi boleh jadi mereka merupakan bait-bait doa dan harapan yang terindah bagi seluruh anak cucu di negeri ini. Mampu mengobarkan semangat hidup meski harus dihadapi dengan ketabahan, kesabaran, dan penderitaan dengan peluh dan air mata yang menggenang berubah menjadi sebuah telaga bening yang menyejukkan, bukan hanya bagi mata kita, tetapi bagi seutuhnya jiwa dan raga kita... Mereka, bahkan tak pernah ragu untuk berkorban menumpahkan darahnya untuk membasahi bumi ini.

Dengan unggah ungguh bahasa yang memikat siapa saja yang lewat, menatap, dan mengunjunginya, bahkan bagi siapapun yang tinggal di dalamnya. Pesonanya membuat negeriku ini bagai sebuah tempat yang sakral namun tetap menjaga keramahan, tanpa menjatuhkan harga dirinya. Bahkan dia disinyalir sebagai Benua Atlantis yang hilang itu.

Kedamaian dan suasana alamnya yang indah, dengan buah yang melimpah pada tiap musimnya. Bunga-bunga beraneka warna dengan keharuman tiada tara, mengantarkan setiap kedip mata kita pada keindahan alami yang benar-benar memukau.

Penjaga pantai, penjaga gunung, penjaga hutan, penjaga Indonesia dan makhluk Tuhan lainnya saling menghargai demi keselarasan bumi pertiwi tercinta ini.

Kini, pelataran jiwa Ibu Pertiwiku telah berubah menjadi gersang, tandus, kering kerontang dan panas. Tak ada lagi telaga bening itu...
Kerakusan dirilah yang menggerogotinya. Kepentingan kelompok yang dinomorsatukan dengan atas nama rakyat. Korupsi merajalela dari tingkat paling bawah. Budaya luhur, warisan nenek moyang kita dibabat habis oleh kesadaran yang hanya berbentuk duniawi, harta dan daging semata... Tak lebih dan tak kurang, hanya sebatas itu...

Kejujuran sudah semakin jauh...mungkin malah telah lupa makna dari kejujuran itu sendiri. Kesadisan... bayi disiksa, aborsi yang makin meningkat, pembabatan kayu yang semena-mena, eksplorasi alam yang tidak bertanggung jawab, pembuangan limbah yang menyebabkan pencemaran lingkungan.

Kini, musim-musim yang terlalui tak pernah pasti. Semuanya susah ditebak. Alam murka, menenggelamkan dan menghancurkan apapun yang ada di atasnya. Tak peduli lagi kesakralannya. Tempat-tempat yang dulunya elegan, kini berubah wajah menjadi sebuah tempat yang mengerikan, bahkan dilihat dengan sebelah matapun tak bisa terlihat keindahannya.

Dekadensi moral. Keserakahan dan pesta pora terjadi dimana-mana. Kesenjangan sosial yang teramat sangat, bagai jurang tak bertepi. Penjualan hasil bumi yang berkualitas ke luar negeri, sementara rakyat hanya menikmati sisa-sisa, hanya sampah...!
Semua keadaan ini, menandakan kerakusan tingkat tinggi, dengan sifat duniawi yang sungguh sempurna.

Hati nurani, kejujuran, dan ketulusan sudah jauh menguap entah kemana.
Wajar, jika negeri tercinta ini dijuluki hal-hal yang negatif dengan urutan paling atas. Wajar jika alam tak selaras lagi. Tahun ini, negeri tercintaku hampir dipastikan tak akan ada musim kemarau.

Namun, aku yakin bahwa di balik setiap peristiwa yang ada, pasti ada harapan. Sekecil apapun itu. Meski tak banyak, namun orang-orang yang ada di balik tabir ini senantiasa berdoa dan berjuang semampunya, demi negeri tercintaku ini. Mereka sangat jauh dari semaraknya negeriku...

Mereka sangat sederhana. Bahkan kehadirannya tak bisa terlihat oleh kita, meski mereka kasat mata. Mereka tinggal di pinggiran kota, di pemukiman kumuh, di tempat terpencil, dengan kehidupan yang apa adanya, tetapi mereka tak pernah mengeluh. Mereka mau berkorban bagi sesamanya. Tulus, ikhlas dalam berbagi. Kuantitas mereka tidaklah banyak, namun mereka punya kualitas yang menyentuh langit.
Suatu kualitas prima tidak selalu mewah. Mereka bahkan alergi dengan kemewahan dan derajat yang diagung-agungkan.

Bagaimanapun, kita tinggal di tanah yang sama dalam satu kedaulatan. Usaha dan doa mereka hanya Tuhan yang tahu. Mereka tetap mengibarkan panji-panji warisan leluhur kita; ketulusan, keramahan, rendah hati, keberanian menentang yang jahat, setia pada yang benar, mengayomi dan melindungi setiap makhluk Tuhan pada setiap detiknya.

Mereka tetap pada prinsipnya, apapun dan bagaimanapun kondisi negeri tercintaku ini; cita-citanya ingin mengembalikan negeri tercintaku pada tempat yang semula, yang semestinya. Mengembalikan semarak sejatinya yang telah lama hilang. Mengembalikan seluruh aura positifnya sebagai mercusuarnya dunia...


* haruskah ada istigosah nasional demi kelanggengan negeri tercintaku, dan orang-orang yang berkepentingan dalam hal ini (para sesepuh) berkumpul, mendoakan pula para koruptor dengan doa-doa yang tak lama kemudian membuat para koruptor itu celaka hingga tujuh, bahkan sepuluh turunan?

Minggu, 29 Agustus 2010

defensive

Saat lembayung senja merona dan membelai sukmaku dengan sentuhannya yang khas

Saat angin dengan segala kelembutannya membuai kepalaku dengan mengibar-ngibarkan rambutku

Saat semua ciptaanNya kembali pulang beriringan menuju tempat mengaso

Saat aku mengucap syukur untuk hari ini, atas segala penyertaanNya, sehingga aku sanggup mempersembahkan segala karyaku dengan baik

Saat-saat inilah, yang membuatku sanggup menghadapi kembali hari esok dengan kesulitannya tersendiri

Saat-saat inilah, yang membuatku merasa berarti; duduk bersimpuh, bertelut dalam keheningannya meminta kekuatan dariNya meski hanya setitik saja, namun cukuplah bagiku; bahkan lebih...

Saat-saat inilah yang membuatku peka dengan kegala keajaiban yang ditawarkanNya

Dan...
Saat-saat ini pulalah, yang membuatku sanggup untuk tetap bertahan meski terkadang niatku yang baik ini tak selamanya keterima baik pula, meski aku harus merasakan sakit, kalut, perih, pedih, pahit, terluka, gamang, dan ragu...

Sabtu, 28 Agustus 2010

menarilah, sayang...

Saat kabut mulai turun dan enggan beranjak di negeriku tercinta

Saat semua mimpi dengan tak kenal lelah mengitari segenap langkah

Saat bencana mulai menyapa dengan dahsyatnya

Saat cuaca menjadi extrim; tsunami matahari, badai matahari, menipisnya lapisan ozon, melelehnya es di kutub bumi ini

Saat semua merasa lelah dengan kehidupannya

Saat kaki-kaki kecil dengan gontai menyambut kehidupannya

Saat sepasang mata yang cekung menerawang jauh

Saat lapar membusungkan perut-perutnya

Saat bumi tengah menghadapi sakratul mautnya.........

Ternyata mereka masih sibuk menghitung pundi-pundi keuntungannya dari hasil mencuri, dari hasil memeras keringat orang lain...

Ternyata mereka masih sempat terlena dalam pesta pora yang sungguh sangat memabukkan...

Ternyata mereka masih asyik khusuk masai dengan dekadensi moralnya...

Ternyata mereka masih tetap bertahan dengan dunia kelamnya, dunia malamnya, dunia kegelapannya...

Sayang...
Jangan hiraukan mereka...

Kau telah berusaha menuntunnya ke suatu tempat yang layak bagi mereka di tempatmu...

Kumohon dengan sangat padamu; 
bila perlu aku kan bersimpuh di kakimu dan mencium kedua kakimu...

Tetap, menarilah sayang...

Biarkan segalanya pergi dengan gemuruhnya

Biarkan tarian sakral itu selamanya mengalun dengan senandungnya meski terasa pilu

Tetap, menarilah sayang...

Apapun yang kau rasakan;
bagaimanapun perihnya, pedihnya, kejamnya, aku mengerti semua yang kau rasakan, meski empatiku tak banyak membantumu keluar dari semua himpitan ini

Tetap, menarilah sayang...

Masih ada putera puterimu yang menyayangimu dengan segenap batin dan budinya; 
mereka tinggal tak jauh darimu, meski mereka mungkin tinggal di tempat-tempat yang kumuh, 
dan di tempat terpencil biasanya mereka berkarya...
Merekalah pahlawan sejatimu...

Tetap, menarilah sayang...

Karena engkaulah Ibu Pertiwiku,
yang tangisannya sanggup kudengar dimanapun aku berada, dan gaungmu akan selalu tersimpan di dadaku...

Lakonkanlah sendratarimu dengan gemulai
Kau tak kan pernah mati

Menarilah dan menarilah bersama mataharimu, selamanya...

Jumat, 27 Agustus 2010

Lagi-lagi Aku Harus Tenggelam Dalam Ceruk Kenikmatan Itu

Malam itu, sekitar jam delapan, hari Rabu kemarin banget. Aku tak sengaja melewati sebuah rumah sakit. Tampak di selasar rumah sakit itu satu wanita yang kelihatannya sedang hamil, terbaring lemah dengan nafas satu-satu.Bisa jadi, wanita itu juga hendak melahirkan.

Tak jauh dari tempatnya berbaring, ada sekitar enam orang mengerumuninya, mungkin mereka adalah anggota keluarganya, dan dua orang suster yang ikut mempersiapkan yang perlu dipasang untuk wanita hamil ini, seperti infus dll. Mobil ambulance juga telah tersedia di situ, tak jauh dari wanita itu. Mungkin, wanita ini hendak dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar lagi, yang masih satu yayasan dengan rumah sakit ini.

Miris, sedih, dan.... Entah apalagi yang terlintas di benakku waktu itu. Yang pasti, bersyukur karena saat ini aku sehat, tak harus pergi ke rumah sakit. Itu yang pertama.

Ada perasaan ikut gelisah juga, setelah melihat pemandangan itu. Padahal aku tak mengenalnya. Aku hanya melihat bahwa dia tengah berjuang, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi dia hendak bersalin. Melahirkan bayi suci tanpa noda, mewujudkan penciptaanNya, hingga bisa dipastikan bayi itu benar-benar terlahir ke dunia fana ini dengan selamat. Itu yang kedua.

Keterkaitannya dengan dunia wanita yang ditugaskan oleh Tuhan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui bayi yang dititipkanNya... Bahwa, orang-orang hebat di dunia ini, dilahirkan pula melalui "gua" suci itu. Tak ada satupun manusia yang terlahir dari batu. Di sini, aku berharap bahwa kaum lelaki yang juga pernah dilahirkan dari kaum wanita, untuk menghormati dan menyayangi para wanita, atas segala perjuangannya. Itu yang ketiga.

Dari pemandangan singkat yang kudapat malam itu, ternyata aku harus semakin tenggelam dalam ceruk kenikmatan itu. Tak ada alasanku untuk tidak bersyukur, atas segala karunia yang telah diberikanNya padaku. Tak setitikpun aku sanggup memungkiri dan menepis kasihNya yang teramat tulus buatku, dan sambil berlalu, hatikupun berdoa untuk wanita itu, agar dia senantiasa diberikan yang terbaik....AMIN...


Malam Seribu Bulan : Puncak Bulan Ramadhan

Sebagai seorang awam yang berdiri di luar garis Ramadhan ini, apalagi tentang Malam Seribu Bulan... Namun aku ingin mencoba melihat tabir di balik Malam Seribu Bulan ini menurut hasil resapanku dari seorang sumber yang dengan sabar mau share tentang hal ini kepadaku.

Tidak semua orang tahu tentang sebuah misteri agung di malam-malam ganjil (setelah tanggal 21) yang dipercaya umat Muslim sebagai Malam Seribu Bulan ini.

Di sebut Seribu Bulan, karena keberadaan manusia di muka bumi ini yang umumnya hanya berusia puluhan tahun saja, tak seperti keberadaan manusia yang pada jaman nabi terdahulu, diberi usia yang sangat lanjut, hingga ribuan tahun lamanya, sehingga mereka beroleh kesempatan lebih lama lagi untuk beribadah kepadaNya di sepanjang hayatnya. Oleh karenanya, atas kebijaksanaan Nabi Muhammad yang memohonkannya kepada Tuhan, lahirlah pahala nan istimewa ini.

Bahwa, ada satu malam di bulan Ramadhan ini, di mana Tuhan mengutus para malaikatnya untuk turun ke bumi, hingga anginpun berhenti sesaat, segala tanaman dan pohon merunduk, juga gunung-gunung. Seluruh sungai-sungai dan lautan berhenti sejenak riaknya. Bumipun tafakur untuk sesaat.

Bahwa di malam itulah Tuhan memberikan rahmatNya yang sangat spesial bagi seluruh umatNya ini. Beliau menjanjikan kepada umatNya sebuah "bonus" pahala yang nilainya sama dengan ibadah seribu bulan. Moment ini juga bisa jadi ada keterkaitannya dengan hidayah yang diberikan Tuhan untuk orang-orang terpilihnya, agar bertobat, kembali ke jalanNya dengan kesadaran penuh, meninggalkan hal-hal yang buruk di hadapanNya.

Mengejar pahala Seribu Bulan, merupakan keinginan dan kebahagiaan sejati untuk setiap insan yang beriman kepadaNya, yang selama bulan ramadhan ini khusuk menyambut pengampunanNya, dengan amal ibadah dan kerja keras memenuhi kebutuhan rohaninya. Karena di sanalah puncak dari masa puasa ini.

Satu yang ingin dicatatkan, bahwa semangat mengejar Malam Seribu Bulan ini, hendaknya bisa dilaksanakan dengan konsisten, bukan hanya di bulan ramadhan ini saja, dan apalagi semangat itu berhenti hanya untuk satu malam itu saja, melainkan dapat bertahan terus hingga Tuhan memanggil kita, sehingga kita dapat meninggal dalam keadaan baik; khusnul khotimah...



Tulisan ini merupakan kolaborasi posting yang digagas oleh Trimatra.

Kamis, 26 Agustus 2010

percikan air surgawi




Kesejukan itu...

Ingin aku menyentuhnya, namun aku bagai mengejar angin

Kebeningan itu...

Ingin aku memeluknya, namun lagi-lagi aku bagai memeluk angin

Kristal itu...

Ingin aku mengecupnya, namun hanya sepersekian detik saja ia kemudian menghilang

Kau tak gampang untuk disentuh, apalagi untuk diraih

Kau tak gampang untuk dipeluk, apalagi untuk dimiliki

Kau tak gampang untuk dikecup, apalagi untuk dicumbui

Aku hanya sanggup merasakanmu sebagai pengayomku, penghiburku, penyembuh lukaku, pelindungku...

Aku hanya sanggup membuatmu ada di hatiku, dengan segenap rasa bagai bias pelangi yang enggan luruh; bahkan sampai malam hari sekalipun, sampai di penghujung hari-hariku...

Biarlah dirimu begitu adanya, bagai sebuah kodrat yang hanya bisa dinikmati dan disyukuri, apapun itu...


Rabu, 25 Agustus 2010

suddenly...

Saat hari kian dingin dan atis
Seusai hujan badai sore ini...

Aku terkapar sendiri, di antara keletihanku dalam remangnya dian di dinding kamar

Gelap yang bercelah sinar gemintang, sangat redup...

Tiba-tiba...entah angin apa yang membawa suasana ini

Begitu menyayat, pedih, parau suaraku tercekat...

Mataku seperti ingin menumpahkan air-airnya

Tapi entah apa yang menahannya sehingga ia tak pernah tertumpah setitikpun

Hati meradang, sesak di dada melengkapi aroma kepedihan yang tak beralasan ini...

Mengapa rasa ini tiba-tiba muncul dengan air mata yang tertahan di dadaku..?

Mengapa pula air mataku tak sanggup untuk menebar balik aroma kepedihan itu...?

Mengapa...tiba-tiba akupun terkulai jatuh, tersuruk, tumbang,dan akhirnya benar-benar kolaps....???

Entahlah...
Aku hanya ingin sejenak diam di titik ini
Agar doaku jelas mengusik pada  tiap detik-detikku...

Selasa, 24 Agustus 2010

ceruk kenikmatan

Dalam serpihan jiwa yang berlapis-lapis

Dalam sempurnanya roh tercipta

Dalam kumparan waktu dengan siklusnya yang senantiasa terjaga

Dalam gegap gempitanya seluruh alam dari setiap detiknya

Dalam cerah cerianya susunan tata surya semesta raya

Dalam damai dan angkara murkanya dari jagat ini

Dalam segenap rangkaian cerita cinta yang membuat derita sekaligus bahagia dengan segenap rasa yang dipersembahkannya

Terdapat satu rongga kecil namun dapat memberi suatu kedamaian jika kita mampu menyikapinya

Dialah ceruk kenikmatan itu

Sebuah ceruk yang dinamakan dengan rasa syukur

Dari ceruk inilah kemudian tercipta keindahan, kenikmatan, kedamaian, dan kebahagiaan sejati

Bagi kita : apapun, siapapun, dan bagaimanapun keadaan kita...

Satu ceruk yang meliputi rasa yang sanggup melampaui segalanya...

Senin, 23 Agustus 2010

Tropisliving : Blog Kolam Renang Bagi yang Cinta Nusantara

Tropis Living, sesuai namanya, blog ini memaparkan tentang seluk beluk Indonesia. Mulai dari kebudayaannya, adat istiadat, makanan, snack traditional, dan hal-hal unik dan ngetrend lainnya yang ada di negeri tercinta ini.

Dengan gaya bahasa yang santun dan terkesan pendiam, namun kadang ada humor segarnya, blog ini mencoba memaparkannya dalam bentuk Bahasa Inggris, meski sebagian masih berbahasa Indonesia. Namun, usahanya untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia di kancah internasional, jelas tersirat di sana. Atas upaya inilah, aku menulis review ini.
Dengan ngeliat blog ini, perasaan rasa sayangku sama Indonesia semakin bertambah, dan selalu membuatku kangen tentang Indonesia, terlepas dari segala masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh negeri ini...

Blog ini juga kadang nakal, dengan menampilkan sesuatu yang nyleneh. Tengok saja ke sana jika penasaran...hehehe...

Saranku, jika akan bertandang ke sana, siapkan teh manis, pisang goreng atau cemilan lainnya, agar dapat semakin menikmati sajiannya, tentu saja dengan foto-foto uniknya yang dapat dinikmati pula di sana...
See you there....:)

Pengakuan Tulus Seorang Blogger

Ramaditya Adikara, seorang blogger tunanetra yang mengaku telah menciptakan musik sebuah game di Jepang, ternyata kemarin, tertanggal 20 Agustus 2010 dengan ketulusan hatinya mengakui bahwa dia telah melakukan kebohongan publik. Dengan bahasa yang lugas dan tegar, dia menjawab seluruh wawancaranya di sebuah stasion televisi (TV1).

Minggu, 22 Agustus 2010

hujan kali ini...

Mengapa rinai hujan kali ini terasa berbeda?

Tak seperti biasanya, hujan yang mesra dan penuh kesyahduan ini bagai menyimpan kepedihan yang begitu mendalam...

Kudengar angin yang semilir menemani jatuhnya hujan kali ini...

Mengapa desau anginnya juga sanggup menghadirkan perih di dadaku?

Hujan kali ini seolah mengisyaratkan cinta yang terpendam bagai di ruang penjara bawah tanah...dingin...gelap...lembab...kosong dan senyap...

Hujan kali ini seolah mengantarkan bisikan cinta yang tak kan pernah mungkin menjadikannya bersatu...

Hujan kali ini menaburkan wangi kegusaran, kegelisahan, dan kecemasan yang pilu, hingga membuat ranting pohon ini pun berderak...dan...akhirnya patah...

ANAK SMP : dari masa ke masa

Pergeseran jaman tentunya mempengaruhi gaya hidup tiap pribadi pada masanya.

Dulu anak SMP apalagi yang berdomisili di kampung-kampung, mereka pergi ke sekolah dengan tanpa alas kaki dan bahkan mungkin belum ada seragam. Namun tekadnya untuk belajar tak pernah surut.


Tak ada penerangan listrik; hanya ada dian atau lentera, atau teplok, atau petromax. Tapi lagi-lagi, semangat belajarnya tetap kenceng.

Beda dengan sekarang, kemajuan jaman yang tak bisa terelakkan lagi; salah satunya internet sudah menjadi sesuatu yang tidak aneh. Bisa browsing dan mencari pengetahuan seluas-luasnya, selain yang didapat di bangku sekolah.

Ciri khas anak SMP pada masa lampau, tentu berbeda dengan ciri khas anak SMP di masa sekarang. Itu semua disebabkan oleh tingkat kesulitan yang dialami anak-anak SMP dari masa ke masa.

Tentunya, tantangan dari jaman ke jaman juga berbeda. Karena era globalisasi, semuanya bisa merambah masuk ke setiap pelosok negeri. Oleh karenanya, tantangan sekarang yang lebih berat adalah menjaga mereka, agar tak sampai menyentuh hal-hal buruk yang tidak diinginkan.

Menjaga mereka sekaligus menjadi sahabatnya. Orang tua juga harus mengetahui bahasa-bahasa gaul mereka, agar kita tetap mengetahui apa yang mereka bicarakan.

Semoga usaha kita dalam membina anak-anak kita yang masih belia ini senantiasa penuh kasih sayang dan cinta kasih. Agar mereka tetap tumbuh berkembang dengan serinya yang tak kan pernah kunjung padam.


* tulisan ini mendukung gerakan SEO positif tentang anak SMP...

Sabtu, 21 Agustus 2010

godaan itu kembali datang

Ketika kecemasan mulai menyebar di setiap selasarnya jiwa

Ketika sebatang lilin tak sanggup menyala kembali

ANAK SMP: masa pencarian jati diri

Kisah seorang anak SMP yang merasa selalu disakiti, dipermalukan, disepelekan keberadaannya, dan selalu merasa terdzolimi oleh lingkungan yang membesarkannya.

harga diri yang tercabik

Benarkah para penguasa kita mencintai Indonesia dengan sepenuh hatinya?

Jumat, 20 Agustus 2010

Blogernas : blog kolam paradigma baru dalam jagat perbloggingan

Pertama kali mengenal istilah "blogger kentut" dari  Blogernas, berawal dari satu pertemuan yang tak sengaja (waktu itu dalam rangka BW-red.). Aku lupa, dari kotak komentar siapa, sehingga aku kemudian terdampar di 'sarang penyamun' ini. Mengapa aku bilang 'sarang penyamun', karena dari sekian banyak pengunjung di blognya,  aku tak menyadari bahwa saat itu hanya akulah seorang kaum hawa yang bertengger di sana sehingga sempat membuat tuan rumah ini tersentak kaget.

Paradigma baru yang diusung oleh si empunya blog ini jelas tergambar dengan bahasanya yang lugas. Semua masalah tetek bengek seputar blogging ditumpahkannya di sana dengan berdasar pada hasil analisa yang dilakukannya. Melalui pemikirannya, dia mendobrak dan membuat terobosan baru dengan racikan-racikan khasnya. Ga ada basa basi di sana, yang ada hanya kejujuran dengan gaya bahasa yang mungkin bisa membuat pembaca mempunyai perasaan yang berbeda saat membaca postingannya.  Ga jarang pula, 'pertempuran' sengit bisa saja terjadi di sana hingga 'berdarah-darah'. Tetapi dibalik itu semua, ketulusannya sungguh bisa dirasakan.

Blogger yang satu ini juga tak pernah berhenti untuk melakukan uji coba atas hasil dari apa yang dibaca, apa yang dirasakan, dan apa yang dianalisanya. Bahkan, demi percobaannya itu, dia mengaku pernah mencuri kata di myworldwords, yang dijadikannya satu postingan untuk tutornya saat itu, dan mengeluarkan pemikiran baru lagi untuk 'mengawinkan' antara puisi dan tutorial. Dia selalu diterkam banyak ide. Memang, idenya selalu menggila. Apapun, bisa jadi ide buatnya yang bisa dijadikan bahan tutornya dengan kata-kata unik dan nyleneh.

Itulah kesanku dan menurutku, dia memang seorang blogger gila, yang karena kegilaannya, dia bisa membuat banyak postingan dalam satu hari, berkat ide gilanya. Harus jujur aku akui, bahwa dialah satu-satunya blogger gila yang pernah kutemui selama ini.

Pesanku jika ada yang mau ke TKP, siapkan mentalnya, dan hati-hati di jalan...hehehe...

Kamis, 19 Agustus 2010

Tuhanku...

Tuhanku...
Betapa waktu telah berlalu, dan telah Kau sediakan bagiku berikut suka dan dukaku...

Tuhanku...
Betapa aku bersyukur atas segala yang Kau berikan padaku; aku bangga punya orang tua dan saudara-saudara, dan semua kerabat yang mengasihiku dengan tulus,
bahkan saat-saat yang manis,
saat-saat yang Kau berikan padaku atas kebersamaan yang indah ini...

Tuhanku...
Betapa aku tak sanggup menahan air mataku; saat-saat penuh keajaiban bahwa Kau berkenan mempertemukan aku dan dia dalam sebuah keadaan yang sangat alami dan penuh keunikan tersendiri dengan sentuhan rasa yang sangat istimewa di dalamnya...

Tuhanku...
Betapa Kau sangat mengenal wajahku berikut detilnya, 
saat dia sanggup membuatku tersenyum bahkan tertawa lebar, terbahak dengan segenap ketulusanku dan ketulusannya, 
saat dia sanggup membuat pipiku merona bagai buah tomat yang ranum, 
saat dia sanggup menggetarkan seluruh sanubariku di segenap kedalamannya, saat dia sanggup membuatku menangis penuh haru atas perhatian dan kasih sayangnya yang sederhana namun terasa meneduhkan dan bermakna bagiku...

Tuhanku...
Betapa Kau ciptakan wajah yang teramat bening buatnya; senyumnya, keningnya, matanya, alisnya, pipinya, hidungnya, kupingnya, dagunya, rambutnya, jemari tangannya, dan....hingga membuat sosoknya demikian membayang lekat di pelupuk mataku...

Tuhanku...
Betapa hati ini sanggup untuk mencemaskan dia saat  harus pergi untuk karyanya, betapa hati ini sanggup merindu bahkan hanya sekedar membaca barisan-barisan huruf darinya dan mendengar suaranya, tawanya...

Tuhanku...
Betapa saat ini aku mengasihi dia dengan berdiri di atas ketulusanku;
tak ada rasa cemburu di sana,
tak ada rasa negatif sedikitpun di sana...

Tuhanku....
Betapa syahdunya hati ini saat aku mengingatnya,
betapa bangganya aku akan dirinya...
Betapa.......
Aahhh..betapa indahnya Kau menciptakan dia untukku...



* embun pagiku...aku menyayangimu di sepanjang musim yang telah disediakanNya bagiku

Rabu, 18 Agustus 2010

SMP

Anak-anak berseragam putih biru, dengan badge kuning di depan sebelah kiri bertuliskan OSIS atau Organisasi Siswa Intra Sekolah. Sekolah Menengah Pertama.

Merekalah yang akan mengenyam pendidikan selama tiga tahun, mulai dari kelas 7 dan berakhir bila berhasil menyelesaikan hingga lulus di kelas 9.

Merekalah masa depan bangsa yang generasinya harus kita jaga dengan segenap hati, segenap pikiran, segenap budi, dan segenap kasih sayang kita.

Merekalah matahari cerah bagi perbaikan negara tercinta ini. Di tangan merekalah segala pembangunan dan hiruk pikuk bangsa akan terolah.

Maafkan kami, yang selama ini  mungkin tak begitu mempedulikanmu; pengerusakan di segala elemen yang nantinya haruslah kau perbaiki dari segala sisi pula.

Berjuang dan berjuanglah... 
Tinggalkan yang buruk, dan kejarlah kebenaran yang hakiki...!



* tulisan ini ada, berkat special request dari Bang Atta, demi berpartisipasi untuk internet yang sehat dan mendukung manajemenemosi.blogspot.com dalam menaikkan khusus untuk keyword SMP yang berarti positif di mesin pencari google. 
Pengecekan pada hari Sabtu, 14 Agustus 2010 jam 13.00 pada halaman pertama google.co.id ternyata masih terdapat 2 blog yang berisi keyword "SMP" yang tidak senonoh, dan link menjuju video smp yang tidak senonoh.
Jika ada temen-temen yang mau ikut berpartisipasi, silakan... dan dengan disesuaikan keinginan temen-temen...terima kasih...

Selasa, 17 Agustus 2010

Pahlawan Masa Kini


Informasi pahlawan-pahlawan masa kini yang kuperoleh dari Harian Pikiran Rakyat, edisi 12 Agustus 2010, menyebutkan bahwa mereka yang pergi dalam  Indonesia Seven Summits Expedition Mahitala UNPAR (ISSEMU) 2009 - 2012, antara lain Frans Tumakaka (Jurusan Akuntansi FE Unpar), Sofyan Arief Fesa (Program Magister Manajemen Unpar), Broery Andrew (Jurusan Fisika FTIS Unpar), dan Janatan Ginting (Jurusan Akuntansi FE Unpar).

Anak bangsa ini telah berhasil mengibarkan Bendera Merah Putih di 2 dari 7 puncak tertinggi di dunia, yaitu Puncak Carstensz Pyramid di Papua Indonesia pada bulan Januari 2009 dan yang terkini adalah Puncak Kilimanjaro (Puncak Uhuru) di Tanzania Afrika pada tanggal 10 Agustus 2010 pukul 10.20 waktu setempat melalui Western Breach. Menurut rencana, mereka akan melakukan pendakian pada pukul 03.00 dini hari, dan diperkirakan tiba di Puncak Elbrus, Rusia pukul 10 pagi waktu setempat.

Keberhasilan anak bangsa yang berformasikan minimalis ini, tentu sangat membanggakan mereka. Pada tanggal 9 Agustus 2010 mereka bertemu dengan tim dari USA dengan formasi 17 orang anggota tim ekspedisi dengan dukungan penuh 83 orang porter. Sementara mereka berangkat hanya 4 orang saja ditemani 5 porter dan 2 guide.

Sesuai namanya, seven summits merupakan tujuh puncak tertinggi dunia di tujuh benua. Istilah tersebut pertama kali dikenalkan oleh Richard (Dick) Daniel Bass, seorang Amerika Serikat, sekitar tahun 1980, meski selanjutnya terdapat revisi-revisi terkait dengan puncak-puncak tersebut.

Tujuh puncak tertinggi yang tersebar di tujuh benua itu adalah :
- Puncak Carstensz (Papua / 4.884 mdpl)
- Kilimanjaro (Tanzania Afrika / 5.895 mdpl)
- Elbrus (Rusia / 5.642 mdpl)
- Aconcagua (Argentina / 6.962 mdpl)
- Denali / McKinley (Alaska / 6.194 mdpl)
- Vinson Massif (Antartika / 4.897 mdpl)
- Sagarmatha / Everest (Nepal / 8.850 mdpl)

Wahai pahlawan-pahlawan sejatiku, kibarkanlah Sang Saka Merah Putih di setiap puncak-puncak dunia, sebagai bentuk perjuanganmu dalam mengharumkan nama Indonesia, sebagai kado termanis di Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 65 ini. Aku yakin para pahlawan kemerdekaan yang telah mendahului kita akan tersenyum penuh haru melihat perjuanganmu di kehidupan kekalnya. Doa kami selalu menyertaimu...


* Aku akan mengikuti selalu jejak langkahmu di setiap gerak yang membawa diri dan jiwamu.

Senin, 16 Agustus 2010

Tataplah Aku



Kumenatap di kedalaman matamu dengan mesra. Di antara jemari yang saling bertaut ditemani cahayanya senja yang sebentar luruh menjadi pekat.

Mata teduhmu kini benar-benar ada di depanku. Kau tatap aku dengan sinar kasih yang mengayomi diri, menendang jantungku hingga dia bergemuruh. Tak sanggup aku untuk terus menatapnya. Kaupun tersenyum penuh keindahan dan rendah hati.
Aaahh aku suka itu...!

Namun, dalam sekedip mata, perhatianmu tak utuh lagi. Kau bagi tatapanmu untuk sebuah getar lain, yang mengusikmu. Dengan sigap, getar itu kau raih dalam genggamanmu, kau baca setiap kata yang tertera di antara cahayanya yang terpantul di matamu.

Simpan saja dulu alat komunikasimu itu. Tidakkah selama ini kita sering menggunakannya, ketika jarak memaksa kita untuk terpisah?
Siapakah di balik barisan kata-kata yang ada di genggaman tanganmu, di antara cahaya yang berpendar itu?

Simpan saja dulu tatap matamu hanya untukku, jangan kau bagi dengan yang lainnya, apapun itu.
Tidakkah kau rindu padaku?
Lantas untuk apa aku ada di sini jika kau masih saja asyik dengan duniamu?

Kumohon... Lepaskanlah dulu dunia kecilmu itu. 
Aku tahu, mungkin semua itu sangat berarti bagimu. 
Tetapi, bukankah aku lebih berarti lagi daripada duniamu itu, setidaknya untuk saat ini saja...?

Saat aku ingin kau manjakan, dengan mengecup keningku penuh rasa hormat. 
Saat aku ingin kaupeluk dan kau genggam tanganku dengan sepenuh hatimu. 
Saat aku ingin kau menatapku penuh kasih dan keteduhan seperti tadi... 
Toh, aku tahu, kau dan aku tak kan lama di sini...
Sebentar lagi waktu akan kembali mengusir kita dengan kejamnya. Tak peduli dengan rindu yang masih menggumpal keras tak tercairkan hanya dengan beberapa saat saja kita saling menatap.

Tataplah aku, di sedalam-dalamnya mataku.
Tataplah aku, hingga wajahku benar-benar utuh tinggal di matamu.
Tataplah aku, sebelum waktu kita benar-benar beranjak pergi...

Minggu, 15 Agustus 2010

badai

andai kau tahu...
seberapa besar cintaku bergejolak buatmu
ingin kunyatakan dalam bentuk sesederhana mungkin

bahwa...
aku selalu ingat dirimu
bila aku melihat mentari pagi
aku selalu ingat dirimu
bila aku melihat embun pagi dan merasakan kesejukannya

bahwa...
aku selalu ingat dirimu
bila aku merasakan angin menyapaku
melihatnya memainkan dedaunan dan rerumputan

aku selalu ingat dirimu
saat aku bisa memandang langit biru
di malam hari dengan hiasan bintang-bintang di langit
dan saat aku bisa memandang rembulan bagaimanapun bentuknya

kau bukanlah badai yang siap menerjangku
kau bukanlah badai yang siap memporakporandakan apapun yang telah kubangun
kau bukanlah badai yang siap membuatku ngeri dan takut menghadapi sesuatu
kau bukanlah badai yang siap menenggelamkanku
kau bukanlah badai yang siap membuatku terluka
kau bukanlah badai yang siap mengombang ambingkan diriku dan membuatku terdampar di sebuah pulau yang tak berpenghuni

kaulah kelembutan dalam setiap tutur kata dan sikapku
kaulah kekhusyukan dalam setiap doaku
kaulah pelindungku dalam setiap keputusanku
kaulah kebeningan dalam setiap harapanku
kaulah senyumanku dalam setiap suka dan dukaku....

Sabtu, 14 Agustus 2010

Malaikat Pencabut Nyawa

Mbah Kung (Bahasa Jawa -Mbah Kakung- untuk sebutan kakek) segera bergegas pergi ke rumah Mbah Prawiro. Isterinya tadi ke rumah Mbah Kung, memintanya untuk ke rumahnya, karena suaminya sakit keras.

Sudah hampir dua bulan Mbah Prawiro menderita sakit. Kondisinya sangat memprihatinkan, sementara tanda untuk sembuhpun tak ada, tapi juga seakan sulit  dia untuk melepas nyawanya.

Sesampainya di sana, Mbah Kung lantas memberinya air minum yang telah diberi doa agar Tuhan senantiasa memberi yang terbaik untuk Mbah Prawiro. Jika memang Mbah Prawiro harus sembuh, ya mohon berikanlah tanda-tanda dari kesembuhan itu. Tapi jika memang Mbah Prawiro harus meninggalkan dunia ini, ya mohon berikanlah kelapangan jalannya, agar kepergiannya dimudahkan Tuhan, sehingga masa-masa dalam sakratul mautnya tidak berlarut menyiksanya.

Itulah inti doa dari Mbah Kung, jika diminta untuk datang ke rumah orang-orang yang meminta tolong padanya, jika ada salah satu keluarganya yang sedang menghadapi sakratul maut seperti Mbah Prawiro.

Setelah meminumkan air itu, Mbah Kung pun pamit pulang.
Tak berapa lama orang yang meminum air itu, akan berpulang kepadaNya dengan tenang.

Sudah banyak orang-orang di kampung itu yang merasa 'tertolong' oleh Mbah Kung, karena mereka menganggap Mbah Kung sudah meringankan 'beban penderitaan' yang akan meninggalkan dunia fana ini.

Menyikapi hal ini, Mbah Ti (Bahasa Jawa -Mbah Puteri- untuk sebutan nenek) merasa sedikit kesal. Mbah Ti menganggap bahwa suaminya itu adalah seorang  pencabut nyawa bagi orang-orang yang sedang menghadapi sakratul maut.

"Tiap orang yang kamu datengin, pasti meninggal dunia. Kamu itu koq kayak Malaikat Pencabut Nyawa saja," kata Mbah Ti suatu ketika (tentu saja dengan menggunakan Bahasa Jawa - red.).

Seperti biasa, Mbah Kung hanya diam  mendengar isterinya bicara demikian. Bukan untuk pertama kalinya Mbah Kung mendengar perkataan isterinya itu, tetapi sudah berkali-kali.
Pernah satu kali Mbah Kung menjelaskan pada Mbah Ti tentang apa yang dilakukannya kepada orang-orang yang meminta tolong pada Mbah Kung, tapi hingga detik itu, saat Mbah Kung melakukannya untuk Mbah Prawiro, pengertian tentang apa yang dilakukan oleh Mbah Kungpun tak kunjung datang.Malah ujung-ujungnya hanya perselisihanlah yang merebak.
Mungkin Mbah Kung menganggap bahwa isterinya itu tak akan pernah  mengerti apa yang dilakukannya, sehingga sampai kapanpun, Mbah Kung selalu memilih diam jika isterinya bicara apapun juga, bukan hanya tentang yang satu ini saja.

"Malaikat Pencabut Nyawa" itu kini telah tiada. Orang-orang kampung di pinggiran Yogyakarta tempat kakek dan nenekku tinggal itu sempat merasa kehilangan seorang Mbah Kung yang mampu mengayomi siapa saja, tak pernah banyak omong, pendiam, santun, dan ramah. Dia selalu berusaha menolong orang yang kesusahan tanpa pamrih. 

Mbah Kung meninggal tahun 1992, saat  sepak bola dunia digelar. Mbah Kung meninggal dengan tenang, yang sehari sebelumnya Mbah Kung telah beres-beres dan membersihkan halaman rumahnya, seolah Mbah Kung telah tahu jalan pulangnya; hari, jam, menit, dan bahkan detiknya. Mbah Kung meninggalkan seorang isteri yang menyusulnya tahun 1994. Sedangkan satu anaknya telah meninggal pula pada tahun 2001, dialah ibuku, yang menyusul ayahku yang lebih dulu meninggal tahun 1981...


Mbah Kung tak pernah melakukan hal ini jika tidak dimintai bantuannya.
Salahkah jika Mbah Kung mengamalkan apa yang dimilikinya, bisa menolong orang lain dengan cara yang demikian, yaitu membantu orang-orang yang  sedang menghadapi sakratul maut (yang dalam keadaan hidup  tapi susah meninggal) sehingga orang yang ditolongnya itu bisa menemukan jalan yang lapang saat menghembuskan nafas terakhirnya?




* Yogyakarta... I miss you everyday, ever after...

Jumat, 13 Agustus 2010

Resapilah



Sayang...
Apa yang kau gusarkan tentang Tuhan?
Lihatlah sekumpulan awan yang berarak itu, kemudian dia mampu basahi bumi yang tandus dan gersang dari tempat yang sangat jauh dan tinggi dengan butiran-butiran lembutnya yang luruh penuh kesantunan. Dapatkah kau bayangkan seberapa jauhnya dan mampukah kau mengukurnya?

Sayang...
Apa yang kau ragukan tentang Tuhan?
Lihatlah burung-burung di angkasa, cermatilah sarangnya...
Siapakah yang membuatnya, selain naluri yang telah Tuhan berikan pada mereka?
Mereka mampu bertahan hidup dalam segala musim, dengan makanan yang telah disediakanNya, dengan baju hangat yang telah dibuatNya.
Lihatlah bunga-bunga yang cantik dan penuh pesona itu.
Siapakah yang mendandaninya dengan warna-warni eloknya?
Siapakah yang memberinya parfum, sehingga bunga-bunga itu jika bermekaran sanggup mempersembahkan wewangian terindahnya dengan tulus? 
Bahkan wanginya wangi itu sanggup kita hirup dengan atau tanpa angin yang membawa keharumannya

Sayang...
Apa yang kau sangsikan tentang Tuhan?
Lihatlah lautan yang berombak itu...
Siapakah yang membendung air-airnya hingga ia tidak tumpah ke daratan?
Berapa meter kubikkah air yang terkumpul di sana?
Sanggupkah kau untuk memberi rasa asin di seluruh airnya?
Sanggupkah kau menyelami luasnya?
Menyelamlah hingga ke dasar samuderanya...!
Hitunglah pula pasir-pasirnya...!
Siapakah yang menanam ikan-ikan dengan berjenis-jenis dalam keindahannya tersendiri?

Sayang...
Apa yang kau kesalkan tentang Tuhan?
Lihatlah bintang-bintang yang gemerlap di malam hari.
Layaknya pasir-pasir putih di pantai itu...
Sanggupkah kau menghitungnya?
Sanggupkah kau membentuk rasi bintang sesuai kehendakmu?
Sanggupkah kau meretas ikatan rasi yang ada di langit luas itu?
Siapakah yang mengatur bulan agar bercahaya, meski dia kadang sabit, sepotong, dan saat dia utuh?
Siapakah yang mengatur waktu, sehingga bulan itu berganti dengan bola api raksasa yang siap menyinari hari-harimu dari atas sana untuk setiap pagi yang menjelang?

Sayang...
Apa yang kau keluhkan tentang Tuhan?
Lihatlah gunung-gunung tinggi menjulang, dengan hutan-hutannya yang asri menyegarkan, buah-buah ranum pada setiap musimnya, sungai yang mengalirkan air-airnya ke lautan
Sanggupkah kau menelusuri  sungai-sungainya?

Sayang...
Apa yang kau gelisahkan tentang Tuhan?
Rasakanlah angin sepoi ini dengan tebaran keikhlasanNya...
Sanggupkah kau melihatnya, selain kau pasrahkan dirimu pada kuasa seluruh inderamu, pada yang menciptakanMu? 
Biarkanlah DIA dengan kekuasaanNya, membingkai dirimu dan hidupmu dengan seutuhnya, menyeka air matamu yang tak henti berderai, menggendong dirimu saat kau terjatuh, dan  bahkan susah untuk bangkit kembali
Biarkanlah pula DIA hadir pada saat-saat bahagia kita...
Sayang...
Resapilah Tuhan... DIA selalu tak henti membuat keindahan dan berbagai keajaiban bagimu. Bahkan, saat sehelai daun jatuh dan mengenai kepalamu sekalipun...
 
Sayang...
Resapilah Tuhan... DIA selalu ada untukmu, DIA ada di setiap deraian nafasmu. DIA tak pernah jauh darimu, kecuali jika kau tak menyadari kehadiranNya.
DIA hadir lewat hal yang paling sederhana...
DIA ada lewat senyum termanis dan terbaik, serta ketulusan dari sesamamu; siapapun dia, orang-orang sekitarmu yang mencintaimu dengan apa adanya, karena bagaimanapun adanya dirimu, kaupun terlahir dalam nama cinta....