Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 28 September 2012

Akhirnya...

Bayi Intan yang diperebutkan akhirnya menemui titiknya. Detak jantungnya sudah tidak bergerak lagi mengiringi setiap hela nafas ibunya.

Jiwa yang suci itu kini telah kembali lagi ke pangkuanNya. Lebih nyaman daripada di dalam rahim. Lebih indah daripada ia melihat dunia. Surga kini memeluknya.

Sayang, aku berdoa untukmu yang telah kembali menjadi cahaya suci, semoga senantiasa damai, tenang, dan memafkan kedua orang tuamu. Tak banyak harapanku, selain kau merengkuh surgamu dan semoga semua orang yang kau tinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan. Amin.....



* Intan, aku turut berduka cita ya.. Seandainya kau tahu, air mataku terus meleleh sejak mendengar kabar itu. Sekarang, pun masih berkaca-kaca di pelupuk mataku.

Kamis, 27 September 2012

"Mamaaaaa... Janinku Menghilang...!!!"

“Mamaaaaa….!!! Kenapa perutku kempesssss?” Teriak Intan panik. Sangat panik. Ia kemudian lari menghambur ke arah ibunya yang sedang memasak. Dengan terkejut mamanya langsung mematikan kompor dan mengusap perut anaknya yang sedang hamil.
“Coba, kita pergi ke bidan aja, Tan…” Ujar ibunya sambil menutupi rasa paniknya dengan sekuat tenaga. Sebagai seorang ibu, ia tidak mau kepanikannya tergambar jelas di wajahnya hingga terbaca oleh anaknya.
***
Sepulang dari Bali, aku mendapatkan kabar yang sangat aneh tentang saudaraku. Intan, saudaraku sedang hamil 4 bulan setelah menikah pada Maret lalu. Ia mengandung anak pertamanya. Sejak ia tahu tentang kehamilannya, ia selalu memeriksakan kandungannya ke bidan yang praktek di dekat rumahnya. Saat itu pagi hari, ketika Intan menyadari perutnya tiba-tiba kempis, seolah tak ada tanda-tanda kehidupan. Ia langsung pergi ke bidan itu, dan sang bidan pun sangat heran, saat ia melihat perut pasiennya yang sedang hamil itu tiba-tiba kempis. Memang tidak ada bayi di dalam perutnya.
Kejadian ini memang sangat aneh. Sampai-sampai sang bidan berkata kepada Intan bahwa ia sangat penasaran mengapa hal seperti ini bisa terjadi. “Intan, jangan sungkan-sungkan ya kalau mau memeriksakan kandunganmu. Meskipun kamu harus bolak balik ke sini, tidak apa-apa. Ibu siap membantu kamu…” Begitu ujar Ibu Bidan menawarkan dirinya kepada Intan yang sedang kesusahan.
Adalah kakak ipar Intan, seorang ustadz. Ia boleh dibilang bisa berkomunikasi dengan makhluk alam gaib. Segera ia melakukan mediasi. Dan ternyata, janin yang dikandung oleh Intan memang sudah tidak ada di rahimnya. Janin itu telah dibawa oleh makhluk astral itu. Tak tanggung-tanggung. Makhluk itu membawanya ke Gunung Kidul!
Singkat kata, setelah dilakukan ‘negosiasi’ dengan makhluk gaib, maka selang tiga hari kemudian, sang janin itu dikembalikan lagi ke dalam rahim Intan. Namun, Intan kembali heran dengan bayi yang dikandungnya. Detak jantungnya dirasakan sangat lemah, sementara sebelumnya, ia bisa merasakan detak jantung anaknya itu lumayan kuat. Apalagi ia secara intesif memeriksakan kandungannya ke bidan.
Kembali sang ustadz mengadakan perbincangan dengan makhluk gaib itu. Ternyata, makhluk gaib itu salah mengembalikan janin itu. Janin yang kini ada di rahim Intan usianya lebih kecil daripada janin yang dikandung oleh Intan. Usut punya usut, ternyata makhluk gaib itu telah ‘mencuri’ janin orang-orang hamil sebanyak 3 janin. Kembali ‘bernegosiasi’ maka makhluk gaib itu pun akhirnya mengembalikan janin yang dikandung oleh Intan. Janin yang memang milik Intan.
***
Kejadian demi kejadian yang ada di semesta raya ini memang beragam. Namun, saat kita dihadapkan pada kenyataan yang sungguh aneh, di luar akal pikiran kita, maka kita pun merasakan hal yang tidak nyata. Tidak percaya, tetapi kenyataan yang berbicara. Bisa dilihat, diraba, dan diterawang dengan mata telanjang kita. Mau percaya, masakan hal seperti itu bisa terjadi.
Hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa membolak balikkan umatNya. Daya pikir manusia yang terbatas, namun Tuhan senantiasa memberi petunjukNya lewat sesama kita. Hidup kita memang selaras dengan alam. Maka seyogyanya kita menyelaraskan pula dengan bagian dari alam itu sendiri.
Memang, dunia fana ini senantiasa menyimpan misteri. Dimensi yang ditawarkan dunia ini sungguh sangat penuh kejutan dengan pernak perniknya yang terkadang membuat jantung serasa copot. Siapkah kita menghadapinya?

Senin, 17 September 2012

Menghormati Area Privasi Seseorang

Gambar diambil dari sini


Suatu hari datang seseorang (tak perlu aku sebut profesinya ya :D) ke meja kerjaku.Ia tampak terburu-buru, dan aku sapa bapak itu dengan senyum ramah tentang keperluannya. Kemudian ia bertanya apakah di tempatku terdapat jaringan internet. Aku bilang ada. Kemudian ia berkata, "Mba, bisa tolong saya ga? Tolong kirimin data ini via email mba ke bla bla bla, ini saya bawa datanya di flash disk. Tolong ya mba..."

Mmhh... Tentu saja aku langsung menolaknya secara halus. Hehe.. Aku tidak mau namaku tiba-tiba nongol ke email address orang lain yang tidak aku kenal dan tidak mengenalku.

Kemudian dengan wajah 'bijaksana' aku bangkit dari tempat dudukku, dan mempersilakan beliau untuk menggunakan internet di komputer kerjaku. Tak berapa lama, ia mengutak-atik keyboard, mengetikkan sesuatu dan beliau juga sudah mempersiapkan flash disknya untuk dikoneksikan dengan pc komputerku.

Aku menunggu... Menunggu... Dan akhirnya, beliau bangkit dari tempat duduknya, dan berkata, "Ah, nggak jadi aja mba... Biar di tempat saya saja mengirimkannya... Tadinya sih biar cepet aja. Tapi ya sudahlah..."

Doeng..... Aku jadi pengen ketawa deh :P Orang Sunda bilang meni rariweuh :D

***

Alamat email, mungkin bagi beberapa orang tidak terlalu penting. Tetapi bagiku, itu sangat penting karena aku menganggapnya sebagai salah satu identitas diri. Terang saja aku tidak 'mengijinkan' siapa pun dia untuk menggunakan alamat emailku, untuk keperluan orang lain yang sesungguhnya tidak aku mengerti urusannya apa. Bukankah setiap pribadi memiliki sisi privasinya masing-masing? Aku tentu sangat tidak merasa berkepentingan dengan data yang ingin dikirimkan via alamat emailku. Lalu? Ya, aku sangat menghormati area privasi seseorang apa pun dan bagaimana pun bentuknya.

Aku memang sekali waktu pernah satu kali memberikan password emailku kepada kakakku, untuk keperluanku. Dan setelah kakakku tidak 'mengantarkan' keperluanku, dia langsung suggest aku untuk langsung mengganti passwordnya, biar dia tidak bisa lagi 'mengintip' isi dari emailku. Lagian aku yakin dia tidak akan pernah mengintipnya. Bener kan mas? :P

Aku jadi pengen share sedikit tentang pengalaman per-email-an. Suatu saat, pernah seseorang memberikan pintu akses untukku agar aku bisa membaca sebuah inbox. Pintu akses itu bukan punya dia. Dia sengaja memberikan pintu akses itu agar aku bisa leluasa membaca segala permasalahan di antara dia dan dia. Tentu saja pemberiannya aku tolak dengan cara yang halus. Emang aku tak ada kerjaan apa? :D Masih banyak kerjaan yang lebih penting yang harus aku lakukan daripada hanya sekadar membaca inbox orang-orang yang tidak ada sangkut pautnya denganku. Bener tidak?

Dari pengalaman yang sudah aku alami, aku belajar banyak dari sana. Karena orang yang kuanggap dekat denganku pun, ia enggan untuk mengetahui password dari area privasi ini. Alangkah bijaknya jika kita sungguh menghargai privasi orang lain, dalam konteks ini adalah email address; ini baru salah satu dari sekian banyak privasi lainnya dari sesama kita, siapa pun dia.

Jumat, 14 September 2012

Riangku

Pangeranku,
Sekian waktu kita telah menjelajahi waktu, mengelana di dalamnya. Tidak. Kita bukan membunuh waktu. Kiasan membunuh bagiku teramat sangat mengerikan. Waktu telah tersedia bagi kita. Waktu juga yang mempertemukan kita dengan caranya sendiri. Sejenak, marilah kita mencoba merenunginya sebagai sesuatu yang paling berharga bagi kita. Kita telah ditahbiskan oleh Sang Waktu sebagai insan-insan yang berbahagia dengan segala kisah dan perjuangan hidup kita yang dengan penuh syukur kita jalani di dalam Sang Waktu. Dalam kurun waktu.
 
Pangeranku,
Dalam kurun waktu yang kita jalani di salah satu lorongnya, terkadang kita mengalami sebuah peristiwa yang tidak bisa menolaknya untuk tidak dihadapi. Saat aku terpuruk, merasa sesak, dan tak bergairah bergaul dengan waktu. Kau datang dengan bunga-bunga di dadamu. Wangimu memesonakan rasaku. Bunga-bunga di dadamu adalah riangmu yang kemudian menjalar menjadi Riangku, Ringanku. Terima kasihku yang setulusnya bahwa kau tidak memberikan aku seikat kembang cantik dengan dedaunannya yang masih segar. Sebab kau tahu, aku tak akan pernah sekali pun menerimanya. Cukup bawalah aku menuju kebun bunga di dekat pertigaan jalan itu. Kuingin duduk berdua denganmu di sebuah bambu kayu itu. Biar aku nikmati bunga-bunga indah dengan warna-warninya dan segenap keharumannya tanpa memetiknya. Aku ingin membiarkan mereka utuh pada tangkainya yang tersaluri sari makanan dari akar-akarnya. Membiarkan wanginya menyejuki hati kita.
 
Pangeranku,
Sederhana tentang kembang itu sudah menjadi pelipur laraku. Di sana kan kau sibak segala perkataanmu tentang beban hidupku. Tentang sikap yang harus aku sikapi. Tentang pemikiranmu yang santun namun tegas. Saat-saat kau ajak aku ke kebun bunga itu adalah saat-saat terindah kau mengajariku. Kaulah Riangku, Ringanku. Kaulah laut bagiku. Embun bagi jiwaku. Ketulusanku kepadamu akan mengaliri setiap senyum yang terpapar di beningnya matamu. Kau peluk aku dalam rimbanya hatimu. Kau rengkuh aku dalam seluasnya batinmu. Maka, ijinkan aku menjadi sebuah nyamanmu dalam bening hening wajahmu pada saat-saat sesakmu. Wahai Riangku, Ringanku. Aku ingin menjadi Riangmu, Nyamanmu. You know, that you always make it easier when life gets hard…


Senin, 10 September 2012

Hujan

Hujanku, hujanmu, hujan kita bersama
Pertama kali mereguk hujan di Bulan September
Selamat datang, Hujan
Basahi kembali bumi dengan segala ketulusanmu
Basahi bumi hingga ke dalam rongga yang paling sulit kau jangkau
Biarkan para petani kembali tersenyum riang
Agar hasil panenan melimpah ruah bagi Ibu Pertiwi
Agar hewan-hewan pun bergembira dengan kesejukan yang kau bawa; meminum air-airmu
Segarkan tetumbuhan dan pepohonan yang lama kehilanganmu

Hujanku...
Pergilah ke sudut-sudut hati yang gersang
Tumbuhkan benih-benih cinta itu
Jangan biarkan ia kerontang tergerus kemarau garang

Hujanku...
Jangan khianati ketulusan embun pagi
Temani ia menggulirkan bening-beningnya
Agar berkatmu merata hingga ke pelosok tanah gersang

Ah, Hujan
Semakin aku menuliskanmu
Dirimu seakan mewakili kerinduanku padanya
Yang pernah bertahan hidup dengan makan hati pisang
Tawa lebarku... Ada untuknya saat ini!

Minggu, 02 September 2012

Pangeranku : Saat Diam-mu Mendidikku | Sebuah Kisah Hati

Pangeranku,
Telah jutaan kata kau tuturkan padaku. Bisa jadi, telah ribuan genggaman tanganmu di jemariku. Telah ratusan pelukan kau hamburkan untukku. Ciuman yang kau kecupkan di keningku, dan usap lembut jemarimu untukku sudah tak terhitung lagi. Itu semua kau persembahkan dengan mata terteduh ketulusanmu melihatku. Dengan senyum terurai; senyum yang paling manis.

Pangeranku,
Jika cinta adalah bakti, aku akan selalu berbakti padamu di seluruh sisa waktuku. Segenap inderaku, aku akan melayanimu, membaktikannya dengan penuh syukur dan senyum.

Pangeranku,
Saat hatiku bergejolak karena sesuatu yang tidak jelas, kau senantiasa mengusap kepalaku; memberiku kekuatan, dengan pancaran matamu nan teduh. Tak ada sepatah kata pun terucap dari bibirmu. Kau ayomi jiwaku dengan sikap sederhanamu.

Pangeranku,
Aku ingat, saat kau tak melakukan semua itu untukku. Beberapa hari lamanya kau hanya diam. Beku. Membisu. Jangankan pelukanmu, usap lembutmu, bahkan tutur katamu pun tak keluar jua dari bibirmu. Kau membuatku berpikir tentang kesalahanku padamu. Memang tak seharusnya aku tak mempercayaimu. Aku tak pantas mengatakan sesuatu yang menyakitimu; wahai jiwa yang santun mencintaiku; menerima aku apa adanya.

Pangeranku,
Saat-saat kau mendidikku adalah saat-saat yang paling berat bagiku. Kau benar-benar menghilang dalam kehampaan. Dalam pekat malam kau biarkan aku yang terduduk sendirian menikmati rindu yang kian menggebu, juga dengan rasa bersalah yang kian menggunung.

Pangeranku,
Dalam penyesalan dan linang air mataku, aku memohon maafmu yang terdalam, dengan penuh kerendahan hatiku. Ternyata...
Hatiku terlampau sempit dan dangkal; maafkanlah untuk itu...

Pangeranku,
Dalam hal ini, aku hanya ingin kau mendidikku sekali saja. Aku tak mau kehilangan mata teduhmu, saat menatapku yang manja, tempatku berenang-renang dan bermain di sana. Aku telah bertekad untuk selalu berpikir sebelum bersikap dan berkata-kata. Ini bukan hanya aku lakukan terhadapmu saja. Tetapi akan aku lakukan terhadap siapa pun juga!

Pangeranku,
Terima kasih atas bimbinganmu. Terima kasih atas didikanmu. Terima kasih atas kelembutanmu, dalam diam ternyata kau masih saja berdoa untukku. Terima kasih, wahai jiwa yang santun mencintaiku; menerimaku apa adanya... Kau telah mengarahkan aku untuk terlupa bagaimana rasa marah tanpa menghilangkan unsur api dalam jiwaku. Denganmu aku telah terbiasa untuk tidak cepat marah. Sebab saat aku marah, kau malah tak mempedulikan aku barang sedetik pun. Kasihmu seakan hilang di balik kemarahanku. Saat aku mutung, maka saat itu pula kau akan langsung lenyap bagai tersapu angin. Kau telah membuatku luluh dengan sikapku sendiri. Didikanmu sama seperti ibuku. Waktu kecil saat ibu membeli makanan dan ibuku membagi dua makanan itu dengan saudara laki-lakiku, dan aku langsung menangis karena aku ingin makanan itu menjadi untukku utuh. Tentu saja aku menangis karena berharap ibu langsung memberikan makanan itu hanya untukku sendiri. Namun, apa yang terjadi? Ibu mendiamkan aku hingga aku lelah menangis dan tertidur di lantai. Setelah terbangun, aku kemudian berpikir betapa meruginya aku! Makanan aku tak dapat, yang ada malah lelah menangis. Lalu? Apa yang kudapat selain kesia-siaan? Kemudian, aku dengan malu-malu bilang pada ibuku bahwa aku menginginkan sepotong makanan itu. Ibuku langsung memberikan makanan itu seraya tersenyum dan mengusap kepalaku. Ibu telah mengajarkan aku sesuatu, selain berbagi!

Pangeranku,
Sosok yang amat aku banggakan, aku hargai, aku sayangi, dan aku cintai. Kau sosok smart yang rendah hati dan tegas. Ijinkanlah aku untuk tetap menyimpanmu sebagai bingkai hidupku. Kau mengingatkanku pada sosok yang melahirkanku. Dan kau telah melahirkan cintaku kembali. Peluklah aku dalam damai cinta di dadamu. Rengkuhlah aku dalam taman surgamu. Kecuplah keningku dengan keharuman jiwamu. Genggamlah tanganku dengan sucinya hatimu. Lumatlah aku dengan belaian lembutmu. Aku... Ingin menempelkan senyummu di senyumku.

I love you so much..