Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 30 Maret 2011

timbangan dan kehidupan

Hidup itu bagai sebuah alat penghitung
Dia counter yang siap mencatat setiap apapum yang terjadi
Meski senang dan sedih datang berkali-kali merangkak di kehidupan kita
Counter ini selalu teliti di dalam pembukuannya
Tak kan pernah salah dengan selisih terkecil sekalipun
Hanya kita saja yang sering lalai...

Hidup dihitung dengan angka
Bahkan terkadang manusia bisa memvonis mati seseorang yang sakit

Lalu, detik demi detikpun berlalu sesuai angka
Ia yang mendukung setiap langkah kita, jelek atau baik; buruk atau cantik
Semuanya tersudut pada pilihan kita

Kecepatan angin, air, dan sinar
Jumlah debit air
Bumi berguncang, tinggi gelombang samudera
Semua dihitung dengan angka

Pencapaian hidup dan kesuksesan dihitung dengan angka pula
Lewat pecahan nominal uang dan bangunan yang dimiliki
Tingkat pendidikan dan usia..
Angka sungguh berkuasa...!

Jumlah kasih dan berkatNYA yang tak terbatas hitungannya
Juga pasir-pasir di laut dan bintang-bintang di langit
Rambut yang dititipkanNYA di sekujur tubuh kita
Tenggelam dalam waktu yang penuh misteri

Senin, 28 Maret 2011

Usia Batin

Rayakanlah hari ini dengan penuh hikmat
Tetapi juga penuh tawa riang dan empati mendalam
Atas apapun yang terjadi
Detik ini, kan mengantarkan pada satu bijak yang tersembunyi

Cintailah hari ini dengan isi cintamu
Layaknya sepasang kekasih yang sedang rindu bersenandungkan keabadiannya
Kecaplah dengan tutur kata bagai rangkaian doa dewa dewi
Detik ini, tak kan pernah bisa kau sentuh lagi

Rengkuhlah hari ini dengan erat
Cumbuilah dia dengan hela nafasmu
Kau dan harimu tak kan pernah berpisah
Bagai nafas dan udara bersinergi

Tak kan pernah cukup untuk membuat hari lebih bermakna
Karena dia ada dengan keunikannya tersendiri
Di balik setiap peristiwa yang menyergap tanpa ampun
Di sanalah usia batin kita bertambah

Batin sudah tak lagi muda; seiring usia yang kian meranggas
Bagai pohon yang rapuh ranting dengan dedaun luruh ke bumi
Di sanalah kekuatan semakin bertumbuh, bukan hanya dengan usia raga yang kian bertambah
Namun seirama dengan bertambahnya usia batin yang selaras
Kan membawa roh dan jiwa pada kebijaksanaan sejati
Hingga tiba waktu ketetapan itu; terbang menuju ke haribaanNya


* Jika sudah begini, ulang tahun bukan lagi moment yang harus dirayakan dengan pesta pora...
Tetapi dengan syukuran batin yang masih boleh bertambah dan bertumbuh selama ini, hingga waktunya tiba nanti...

** Untuk sesiapa yang akan, sedang, dan sudah berulang tahun; Selamat merayakannya dengan penuh hikmat dan linangan air mata dari bejana cinta yang paling dalam... Semoga semua harapan akan lebih berkembang ke arah yang lebih baik lagi... Amin

Rabu, 23 Maret 2011

Surat Tulus Untuk Dija




Dija Sayang,

Tak terasa waktu begitu cepat bergulir, dan kini Dija sudah genap berusia 17 tahun.  Dija  kini telah tumbuh menjadi seorang perempuan yang cantik dan menarik. Di saat-saat inilah, Dija tengah mengalami keindahan dunia remaja. Di masa remajamu saat ini, pasti lebih banyak sekali tantangan dan godaan, dibanding keadaan saat tante menginjak masa remaja dulu. Terutama dalam segala hal yang berhubungan dengan pergaulan dan teknologi.
Tapi tante yakin, berkat iman dan keyakinan yang Dija miliki, Dija pasti bisa melewati masa-masa remaja Dija dengan baik sekaligus menyenangkan, tanpa mengecewakan Tante Elsa, ayah, kakak, dan seluruh keluarga besar Dija, terlebih untuk mengecewakan Ibunda Noni yang telah berada di surga.

Dija Sayang,

Tante hanya ingin, Dija bisa mandiri dan sanggup menjaga seluruh diri Dija, sampai akhirnya Dija memperoleh seseorang yang menyayangi Dija dengan tulus, yang memang pantas Dija sayangi, dan Dija punyai seutuhnya. Kita di dunia ini tidak memiliki apapun, termasuk orang-orang terdekat kita. Kita, hanya boleh mempunyainya, tanpa bisa memilikinya, karena setiap jiwa tidak bisa kita miliki, dan hanya Tuhan yang berhak mutlak memiliki segalanya.

Dija Sayang,

Ibunda Noni memang telah sekian lama meninggalkan Dija dan orang-orang yang disayangi dan menyayanginya. Namun tante yakin bahwa beliau akan selalu menyertai Dija sampai selamanya. Kasih sayangnya tak kan pernah pudar oleh waktu, dan waktu telah membuktikannya.
Baktikanlah seluruh kehidupan Dija dengan rendah hati untuk Ibunda Noni melalui Tante Elsa, ayah, kakak, dan orang-orang dekat Dija yang menyayangi Dija. Buatlah mereka tersenyum manis, semanis senyum Dija. Lewati masa remaja Dija dengan kuat, tangguh  lahir dan batin dengan kelembutan yang Dija miliki. 
Tersenyumlah sayang, menatap masa depanmu yang ceria dengan cita-cita yang tinggi. Raihlah seperti engkau hendak menggapai bintang-bintang di langit, dan membaginya dengan tulus dan ikhlas bagi sesama. Ingatlah, Dija tidak sendirian. Banyak orang yang menyayangi,  mengasihi Dija, dan yang membutuhkan Dija.

Happy Birthday, Dija Sayang...
Wish You All The Best...!



Salam sayang; peluk dan cium dari jauh,
- diana -
23032011



Tulisan ini diikutsertakan dalam Dija's First Birthday Giveaway yang diselenggarakan oleh Tante Elsa dalam rangka ulang tahun Dija yang pertama, pada hari ini.
Selamat Ulang Tahun Dija... Semoga selalu sehat, tambah pintar, dan menjadi anak yang salehah, Amin.

Oya, aku memilih memberikan surat ini saat Dija berusia 17 tahun, karena aku ingin memberikan sedikit pengingat buat Dija di saat Dija tengah menikmati keindahan remajanya.

Selasa, 22 Maret 2011

Ritual Singkat : Air, Beras, dan Bunga Kamboja

Terang siang itu menemani langkahku
Dengan sepoi angin seolah mengantarkan hawa panas, sepanas-panasnya
Semua ini tak mengurangi kecantikanmu
Angin itu, desau itu berikut ombak-ombaknya yang berdebur; menyambutku setulus hati

Aku masih tetap melangkahkan kakiku
Menuju ke gua nan gelap itu, ditunggui beberapa orang lelaki paruh baya
Dengan payung adat warna ceria di sisi kiri kanannya
Sendiri aku mulai menapaki air laut yang biasanya pasang ini, dan ia sejenak surut seolah ingin mempersiapkan jalan bagiku

Sejenak, aku terpesona melihat keajaiban di depan mata
Beberapa pancuran air bening tawar nan sejuk berada di sekeliling luasnya air lautan
Tak kuasa aku untuk melewatkannya begitu saja
Segera aku raih air yang tercurah di depan ragaku
Aku tampung dengan kedua tanganku
Akhirnya, aku uraikan ke seluruh wajahku; bahkan aku meminumnya juga.....

Sekejap, aku tertunduk di depan salah seorang lelaki paruh baya itu
Ia memercikkan air wewangian di atas kepalaku
Memberkati keningku dengan beberapa butir beras putih
Menyelipkan sekuntum bunga kamboja di telinga kiriku
Ia lakukan itu dengan hormat dan penuh hikmat

Setelah upacara singkat itu usai, aku segera memberikan sedikit persembahan dari hasil karyaku

Air menunjukkan kesucian roh dan raga; sebab air itu menyucikan seutuhnya diri
Beras mengandung makna agar diri ini senantiasa dapat berpikir seputih beras itu
Bunga yang diselipkan di telinga kiri menandakan bahwa diri ini mau mendengarkan nasihat dari orang lain; siapapun itu, tanpa melihatnya secara fisik dan kasta



#Ritual singkat di Tanah Lot...

Membuaiku dengan kesan hingga aku serasa melayang sampai ke beberapa lapisan langit di atas kepalaku; menandaiku menjadi bagian yang tak terpisahkan dari lingkup alamnya, dan itu membuatku bahagia!

Senin, 14 Maret 2011

Keajaiban Itu Pertemuan

Pagi ini suasana sudah agak ramai, saat Raga tiba di kampusnya. Waktu menunjukkan pukul 7.30 dan Raga langsung melangkahkan kakinya ke aula. Hari ini ia hendak mengikuti Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh kampusnya bekerja sama dengan BAPENAS. Sebagai seorang mahasiswa Administrasi Publik ia sepertinya punya kewajiban untuk mengikutinya, selain karena ia juga aktif di dalam organisasi kampus, termasuk Mapala, ia juga ingin mempunyai wawasan tentang bagaimana mencegah korupsi di sebuah instansi.

Seminar dimulai sekitar setengah jam lagi. Tapi bukan Raga namanya, jika ia terlambat. Raga selalu tepat waktu dalam hal apapun juga. Dengan balutan kemeja warna biru bergaris tipis dan celana pantalon hitam tampak serasi dengan perawakannya yang tinggi. Terlihat ia melangkah memilih tempat duduk. Sudah ada beberapa orang di kelas itu yang ternyata peserta seminar yang berasal dari luar kota. Ia menganggukkan kepala ke arah mereka, dan tanpa basa basi, iapun duduk di kursi barisan depan.

Tak berapa lama, datang seorang wanita dengan menggunakan baju motif bunga cerah dipadu dengan blazer hitam, berkulit putih dan tampak cantik. Ia nampak elegan dengan apa yang dikenakannya. Sederhana namun memikat bagi siapa saja yang melihatnya. Tak terkecuali Raga, yang saat itu memang harus menatapnya saat wanita itu berjalan ke arah tempat duduk Raga dan menyapanya. Raga terkenal dingin di kampusnya. Banyak wanita yang menyukainya, namun mereka hanya dianggap teman saja oleh Raga. Raga memang seorang yang sukar untuk jatuh cinta, dan tak terbiasa untuk mengungkapkan isi hatinya. Ia lebih mencintai alam dan gunung-gunung yang pernah dijejaki puncaknya.

Raga yang saat itu sedang melihat-lihat makalah yang tadi dibawanya saat pendaftaran ulang, dikejutkan dengan kehadiran wanita itu.
“Di sini kosong, mas?” Tanya wanita itu sambil tersenyum.
“Eh, iya mba… Silakan,” Jawab Raga sambil membenahi tasnya yang ada di kursi sebelahnya yang hendak diduduki wanita itu. Raga lalu bertanya asal instansi pada wanita itu, dan ternyata sama-sama masih kuliah di kampus yang sama. Raga semester 6 sedangkan wanita itu baru menginjak semester 4. Mereka memang belum pernah saling bertemu.
Tak ada pembicaraan di antara mereka. Mereka sepertinya malas untuk saling bicara, bahkan untuk memperkenalkan diri merekapun sepertinya enggan. Masing-masing menyibukkan diri dengan makalah yang telah mereka pegang. 

Tanpa terasa, para peserta sudah mulai memenuhi ruang kelas. Lima menit lagi acara dimulai dan tepat saat itu, seorang panitia menyodorkan formulir data diri pada para peserta untuk mengisi biodata dengan lengkap. Saat itulah, Raga tahu jika wanita di sebelahnya itu bernama Embun Amora Bethari, dan Embun mengetahui lelaki di sebelahnya ini bernama Raga Wibowo. Secara diam-diam, mereka tahu nama orang yang ada di sebelahnya ini saat formulir itu harus dikumpulkan.

Pembawa acara seminar segera menuju ke podium dan membacakan susunan acara seminar. “Tumben, pas banget dengan jadual, biasanya ngaret,” Batin Raga.
Setiap materi yang ada di seminar ini sangat menggugah hati Raga. Ia menyimak dengan penuh perhatian, mulai dari peraturan-pearturan tentang anti korupsi, penyamaan persepsi, sampai antisipasi korupsi menurut bidangnya maing-masing yang harus disesuaikan dengan kebutuhan atau isu yang akan disampaikan. Intinya bahwa anti korupsi bisa dijalankan dengan melihat mekanisme yang ada di dalam sebuah instansi dalam bidangnya masing-masing, dengan melihat titik-titik peluang yang bisa mendukung terjadinya tindak korupsi.
Tak jarang pula Raga mengikuti materinya sambil sesekali tertawa lepas jika ada pembicara yang menyampaikan topiknya dengan menyelipkan humor segar. Embun pun demikian. Ia tak segan untuk tertawa terbahak seolah tanpa beban, tanpa mempedulikan orang-orang di sebelahnya, sambil sesekali mencuri pandang ke arah Raga. Raga yang tak sadar bahwa sesekali diperhatikan oleh Embun, diam-diam di lubuk hati Raga juga telah menyimpan kekaguman tersendiri untuk seorang wanita yang belum dikenalnya ini. Di sepanjang usia Raga, baru kali ini ia merasa aneh dengan perasaannya sendiri. Wanita ini sebenarnya tidaklah cantik, biasa saja. Ia hanya tampak cantik. Namun harus diakui Raga bahwa wanita di sebelahnya ini menarik. Ia seperti melihat kebebasan yang tidak pernah ditemukan pada wanita-wanita yang pernah dikenalnya, yang menyukai dan mengejar-ngejar Raga. Wanita ini terlihat cerdas dan tegas, namun ada sisi kelembutan yang berpadu dengan keluwesan, dan itu yang membuat Raga menjadi penasaran dengan gadis yang baru saja dilihatnya.

Seminar anti korupsi ini telah memberi kesan tersendiri, setidaknya untuk segenap perasaannya. Tidak untuk hasil dari seminar yang diikutinya. Ia masih pesimis dengan berbagai penyelenggaraan seminar anti korupsi yang sudah lumayan sering digelar di banyak instansi. Menurutnya upaya ini akan berhenti hanya sampai di batas seminar saja, tanpa ada hasil nyata yang diperoleh setelah mengikutinya. Seperti halnya seminar-seminar yang diselenggarakan oleh pustakawan di dalam memperbaiki citranya yang tengah mengalami degradasi. Dari dulu selalu itu dan itu saja yang dibahas, dan belum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Itu pendapat Raga. Tetapi jika sudah ada seminar ini, harapannya adalah timbul rasa sayang terhadap instansinya, dan benar-benar menjaga titik-titik peluang yang bisa mendukung terjadinya korupsi di sebuah instansi.

***

Raga masih belum habis pikir dengan apa yang tengah dirasakannya. Entah mengapa ia begitu senang saat melihat beberapa foto yang tersimpan di buku agenda milik Embun yang tadi ketinggalan di samping bangkunya. Dilihatnya satu persatu foto yang tersimpan rapi di buku agenda itu. Terdapat foto-foto Embun sedang beraktivitas di alam bebas, dan yang membuat Raga tertarik adalah banyaknya foto dan artikel tentang Gunung Lawu. Raga begitu menikmati buku agenda milik Embun. Dan Raga menyadari bahwa ia harus segera mengembalikan buku agenda tersebut.

Raga menghubungi nomor telepon Embun yang tertera di buku itu. Lalu mereka berjanji untuk bertemu keesokan harinya di kantin kampus. Tak ada perbincangan serius. Embun terburu-buru karena akan mengajar di sekolah. Selain kuliah, Embun ternyata juga menjadi pengajar di sebuah sekolah darurat yang ia bangun bersama teman-teman kampusnya. Hanya ucapan terima kasih yang diterima oleh Raga. Namun entah kenapa Raga menemukan perasaan aneh dalam dirinya saat melihat Embun, sang kolektor artikel dan gambar Gunung Lawu.

Ditatapnya dari belakang tubuh Embun yang berguncang karena berjalan dengan tergesa-gesa, hingga menghilang dalam kerumunan para mahasiswa.

Apakah kamu begitu menyukai Gunung Lawu? Lalu apa yang membuatmu merasa demikian? Bisik Raga dalam hati. Seketika itu Raga merasa kembali pada masa kecilnya.
“Pa, ajak Raga ke sana.” Ujar Raga pada papanya sambil menunjuk Puncak Lawu. 
“Raga pengen kayak papa, kayak foto papa yang ada di ruang tamu”, Kata Raga mantap. Saat itu papanya tersenyum dan mengatakan, “Pergilah ke sana nak, dakilah gunung itu dengan kakimu sendiri. Raih puncaknya seperti kelak kamu akan meraih cita-citamu.” 
Di hatinya, Raga bertekad bila sudah besar nanti ia akan menapakkan kakinya di Puncak Lawu, juga puncak-puncak gunung lainnya.

Raga membuktikannya. Beberapa gunung telah ia taklukkan. Puncak Lawu adalah puncak pertama yang ia daki. Salah satu mimpi kanak-kanaknya menjadi nyata. Dan saat ini, Raga digiring kembali dalam kenangan terutama saat ia bersama dengan almarhum ayahnya. Semua karena Embun. Ya, karena wanita sederhana itu.

Beberapa hari ini Raga selalu terbayang-bayangi sosok Embun. Ia tak yakin dengan perasaannya. Entahlah, Raga bingung. Tanpa disadarinya pula, ia sering berjalan melewati kelas Embun. Keinginannya cuma satu, ingin melihat Embun. Hanya itu.


Apakah Raga akan terus menjadi pengagum rahasia Embun atau ia mulai memberanikan diri untuk mendekati sosok yang membuatnya selalu teringat akan mimpi masa kecilnya itu?


Simak kelanjutannya pada cerita bagian kedua di Aku Ingin Pulang Dikala Senja


Tulisan ini diikutsertakan dalam Pagelaran Kecubung 3 Warna di newblogcamp.com




Jumat, 11 Maret 2011

ONLY TIME : this is my confession

Terjerembab aku di pusarnya sunyi
Tersesat di padang savana seluas lautan
Aku limbung di sana
Berurai air mata perihku menjuntai hingga ke perut bumi

Ah, mengapa aku hendak menyalahkan sang waktu yang tak bisa mengembalikanmu dalam pelukanku...?
Mengapa batinku berontak saat aku tahu kau dan ketiadaanmu telah saling mengikat erat...?

Hanya waktu yang membuatku tak berdaya
Saat aku harus bertekuk lutut, tertunduk pasrah penuh kerendahan hati
Aku yang setitik debu, hendak memungkiri kehendak Sang Maha Gaib...? Tidak...!
Tapi aku sangat terpukul...!

Aku menyesal telah menyiakanmu
Meniadakan dirimu untuk menikmati waktu sebelum kau benar-benar tak ada
Jauh dari jangkauan mata dari raga dan pikiranku

Tuhan...
Kumohon maafkan aku...
Masih mungkinkah segala salahku padanya kan terampunkan?
PadaMu aku mohonkan... Hanya padaMu...
Tolong bebaskan aku dari rasa bersalah yang berkepanjangan ini...

* Hanya waktu yang bisa menjawabnya........dari sekian garis kehidupanku ini.......

Kamis, 10 Maret 2011

Selamat Jalan........

Detakmu kian mendentum, namun lirih
Lemah dengan nadi yang merayap
Meresapi pilu, meregang sang waktu

Kasih,
Mungkin kini waktumu telah tiba
Untuk menyelami waktumu yang sesungguhnya
Serupa dedaun gugur perlahan, satu demi satu
Rapuh dalam pelukan ibu pertiwi

Kasih,
Benar... Auramu kian mengabu
Baktimu telah berada di ujung pekat malam
Melayang, menghampa, dan menghilang

Selamat jalan.....
Hanya ini hatiku berucap
Dalam kelu lidah dan semburat air mata
Tempat terbaik telah tersedia bagimu di sana

Senyummu abadikan bahagiamu di batinku
Kau bukan hanya pantas untuk dikenang
Namun, kaulah kenangan itu
Kan kubangun sebuah prasasti di kalbu ini
Sebagai tempatku bertemu engkau dan sunyi



* Teruntuk sahabat terkasih yang kemarin telah meninggalkan kami.... Deritamu kini telah berakhir.... Beban duniawimu pun usai sudah.... Namun kau selalu hidup dalam kisah yang tak kan pernah usai....
Semoga Tuhan memelukmu dengan damai sejati; memberikan kebahagiaan suci di alam keabadianmu.... AMIN.....Kelak, jika waktuku tiba, mungkin kita kan bertemu kembali di sana....


Warisan dan Misteri yang Menyelubunginya

Siapa yang tak senang menerima warisan dari orang tua, leluhur kita... Aku pun senang, pasti... Ga munafik deh, karena warisan merupakan pemberian dan tanda kasih dari orang tua kita.

Namun, dibalik kebahagiaan kita di dalam menerima warisan, tentu ada aturan-aturan yang harus dijaga, dijalani, dan diamalkan. Istimewanya adalah karena warisan merupakan tanda kasih dari orang tua kita, maka warisan itu harus dibagi secara adil dan merata. Tak jarang, kita menemukan sebuah pertengkaran sengit dan bahkan hingga saling membunuh, hanya karena harta warisan.

Menurutku, dibalik warisan ada sebuah misteri yang cukup sukar untuk diurai. Telah aku temukan beberapa kejadian yang mengenaskan mengenai warisan ini. Aku jadi mengambil kesimpulan bahwa setiap ahli waris harus benar-benar mengambil haknya yang sebenar-benarnya, jika warisan itu : katakanlah sebuah rumah harus dibagi untuk beberapa saudaranya, ya bagilah menurut ketetapan yang ada. Jangan sampai hanya salah satu pihak saja yang menikmatinya, dengan menempati rumah itu seutuhnya. Alih-alih membagikannya dengan bijak, ini malah mengusir saudaranya untuk pergi dari rumah yang bukan hak mutlak miliknya.

Akibatnya, keluarga yang menempati rumah warisan itu satu persatu meninggal dunia di usia muda, mulai dari ayahnya, ibunya yang sebelumnya sakit jiwa, dan anak-anaknya yang masih muda dengan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Tak ada lagi yang bisa diambil dari tanah warisan itu, selain penderitaan dan menciptakan neraka bagi diri dan keluarganya sendiri selama hidup di bumi ini.

Inilah pelajaran yang baru saja aku ambil, aku resapkan, dan aku renungkan. Terlalu sayang, jika kehidupan ini diisi dengan hal-hal yang mengagungkan kelicikan dan keserakahan.



* Terima kasih, Tuhan, Engkau telah memberiku pelajaran yang sangat berharga ini, sehingga pengetahuanku boleh bertambah lagi tentang hidup dan kehidupan ini....

Rabu, 09 Maret 2011

Langit dan Air Mata

Langitku,
Ingin kubawa nampan ini, berisi mangkuk penuh air mataku; jernih tanpa warna setitikpun
Bahkan jika bisa, aku ingin mempersembahkan segenap bejana air mata yang kupunya
Agar kau tahu, betapa jarak kini telah membelah aku dan dia

Langitku,
Ingin kuambil sedikit saja birumu
Untuk kujadikan warna rinduku padanya
Biru selembut rembulan teduh di malam gulita

Ingin aku pinjam sedikit saja luas dari langitmu
Untuk kujadikan raga bagi keluasan batinku
Di atas nampan yang kugenggam erat ini
Aku harap warnamu telah menyatu di dalamnya
Dan akan kukembalikan kelak, jika sudah tak ada lagi air mata di setiap kelopaknya

Minggu, 06 Maret 2011

Lelah Letihmu : untukmu yang sedang terlelap

Untukmu yang sedang terlelap menggantikan segenap lelah letihmu dengan mengaso
Kulihat bunga tidurmu merona di wajahmu
Tengah mimpi apakah gerangan?
Aku tak berani menebak isi mimpimu di pagi yang masih prematur ini

Untukmu yang sedang terlelap
Bagiku kau tengah semedi
Mengusir segala lelah letihmu dengan daras doa-doamu
Apakah isi doa-doamu itu?
Lagi-lagi, aku tak berani menebak isi doa-doamu yang tersemat di pagi yang masih sangat bayi ini

Untukmu yang sedang terlelap
Aku bagai melihat embun di wajahmu
Embun kesejukan tiada tara yang sengaja kau bawa untukku
Ingin kusentuh bening wajahmu dengan bibirku
Melumatnya hingga habis meresap ke seluruh pori-pori tubuhku
Maukah kau bertransformasi ke dalam diriku hingga kita benar-benar utuh di dalam satu?

Untukmu yang sedang terlelap
Bagiku kau tetap terjaga menemani tiap hentak jantung dan nadiku; karena lelapmu adalah mimpi dan doa-doa yang tertabur di bumi dan diterbangkan malaikat-malaikat menuju langit kuasaNya

Biarlah aku tak mengerti isi mimpi-mimpimu di saat ini, saat kemarin, atau bahkan untuk saat nanti

Biarlah aku tak mengerti darasan doa-doamu
Tetapi aku tak kan pernah membiarkan diriku untuk tidak mengerti arti lelah letihmu

Karena kau tengah menyesap inti dari pusarnya kehidupan ini yang kau pancarkan lewat binar matamu, senyummu, tutur katamu, sikapmu, pelukanmu bagiku dan bagi dunia sekalipun...!






* Berbahagialah untukmu yang selalu terjaga bahkan di saat terlelap sekalipun, karena lelapmu bukan lelap biasa :)
Luv you!