Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 30 Juni 2011

BBM | Ketika Bahan Bakar Minyak Mengenal Strata

Hadooohhh... Rasanya makin ribet ni negara, saat ia bekerja sama dengan MUI untuk mengeluarkan fatwa haram bagi orang-orang kaya yang membeli bensin premium untuk kendaraannya.

Kalo menurutku sih, jika BBM (baca : bensin) udah mengenal kasta, maka sebaiknya petugas POM bensin melarang tegas orang-orang yang dianggap kaya, jika mereka hendak mengisi kendaraannya dengan bensin premium, yang notabene diperuntukkan bagi kaum miskin *ngeri juga ya istilahnya : MISKIN, langsung aja mempersilakan tamu-tamu 'VIP' nya ke gerai pertamax. Jika keukeuh.pengen yang premium, ya ga usah dilayani. Bikin semacam pager ayu dan pager bagus untuk menyeleksi pelanggannya dengan seramah dan semenarik mungkin. Tapi ada resikonya, yaitu para petugas POM jadi harus bersedia ngotot-ngototan setiap hari :D

Kadang aku juga heran lho. Orang-orang yang kebanyakan bangga dan senang, bahkan pengen jika dia dikatakan sebagai orang kaya, orang mampu, orang hebat. Tapi giliran ada pengelompokan strata antara kaya dan miskin, yang kaya tetep aja memperlakukan dirinya sendiri sebagai orang miskin.

Ah, ada-ada aja ni bangsa. Ya begini ini jadinya, kalo bensin mengenal strata, mengenal tingkat ekonomi dari para pengguna kendaraannya. Sebenernya sih jika kesadaran dan kepedulian dari masyarakat kita udah bagus, maka orang-orang yang merasa dan disebut kaya itu akan mengatur dirinya sendiri sesuai dengan yang seharusnya (berdiri di tempat di mana ia harus berada, dalam keadaan tertentu pula *karena pada dasarnya, siapa pun manusia itu harus berbaur*) tanpa disuruh, hidup dalam etikanya.
Karena, kualitas bensin juga bisa memengaruhi mesin dari kendaraan tersebut. Sayang juga kan kalo harga mobil yang ratusan juta rupiah, bahkan ada yang nyampe miliaran rupiah itu mesinnya cepet rusak. So, ga ada salahnya juga jika beli bensin, sambil sekalian untuk perawatan mesinnya. Tapi kembali lagi; pilihan ada di tangan para pengguna kendaraan.

Rabu, 29 Juni 2011

Bali Heaven

"Lazuardi Wibowo... Sepertinya akan lebih baik jika kita ga ketemu lagi," Ujar Quina pelan sambil mendongakkan wajahnya ke atas, agar embun yang menggantung di kelopak matanya tak menjatuhkan diri ke pipinya.

Adalah seorang Quina Vasthi yang selalu menyebut lengkap nama Ardi, jika ia sedang serius, atau sedang kesal, atau sedang gemas karena sikap Ardi, atau ketika ia merasa bangga pada kekasihnya.

"Kenapa kamu berkata seperti itu?" Tanya Ardi dengan tatapan tak mengerti.

"Karena aku terlalu mencintaimu... dan di balik itu semua aku ingin segera mencoba untuk bisa membenci dan menghindarimu, agar aku tak lagi merasa terluka," Papar Quina lirih sambil memainkan minumannya, sementara embun yang sedari tadi menggantung jatuh sudah. Quina tak sanggup lagi untuk menahannya.

Saat ini pula, keindahan dan suasana romantis yang dipersembahkan Bali Heaven berubah menjadi kepedihan bagi Quina, meninggalkan ribuan tanya bagi Ardi.

"Hei, hei, hei... Quina sayang, what's going on? Aku semakin ga ngerti perkataanmu. Please tell me. Aku beneran bingung ini," Ucap Ardi dengan lembut. Kaget Ardi melihat lelehan air mata Quina yang menyertai tutur lirih dari bibir Quina yang pernah dilumatnya beberapa kali. Belum banyak. Saat ini pun, sebenarnya ia ingin menambahkan satu kecup lagi ke bibir Quina. Tapi itu tidak mungkin dilakukannya di tempat seperti ini. Tangannya refleks menyeka air mata Quina dengan terheran-heran. Ia merasa tak tahan jika melihat air mata perempuan.

Adalah seorang Lazuardi Wibowo, yang tiba-tiba menyelipkan Bahasa Inggris di sela-sela tuturnya jika ia sedang panik melihat air mata, atau jika sedang marah, atau jika sedang menunjukkan kekagumannya terhadap sesuatu, atau ketika ia merasa tersanjung, untuk menutupi rasa GeEr-nya.

***

Quina membuka matanya perlahan. Ada rasa perih yang membangunkannya dari tidur. Matanya sembab, karena tangis semalaman. Ia semalam pergi meninggalkan Ardi begitu saja. Ia tak menghiraukan suara Ardi yang memanggil dan mengejarnya. Ia juga tak menjawab ribuan tanya yang menyelinap di mata Ardi, saat akhirnya lengannya berhasil dipaksa lembut dan dibimbing Ardi untuk masuk ke mobil Ardi. Di mobil itu hanya ada suara desing mesinnya saja. Deru angin dan sepi.

Terbayang kembali rasa shocknya saat ia melihat Ardi berjalan bersama Shinta, sahabatnya di sebuah mal dua hari yang lalu. Shinta adalah sahabat Quina di masa kecil hingga kelas dua SMU. Karena Shinta dan keluarganya harus pindah, ditambah dengan kesibukan masing-masing, mereka jadi jarang sekali bertemu meski masih berada di kota yang sama. Hanya SMS kecil yang menghampiri mereka sekadar menanyakan kabar, tak lebih. Asal di antara mereka saling tahu tentang kesehatannya masing-masing, itu sudah cukup bagi mereka.

Quina dilema. Ia telah terlanjur menyayangi Ardi. Tapi ia juga tak tega dengan perasaan Shinta jika ia keukeuh mempertahankan Ardi di sisinya. Perlu kebesaran hati untuk menyikapi dilema ini.

Namun, jika disimak dengan seksama, ada rasa sayang lebih tulus dari Ardi untuk Quina. Ada tatapan yang lebih khusus ditujukan kepada Quina. Bisa dikatakan bahwa Ardi memang lebih mencintai Quina, dan Quina tahu itu saat ia tak sengaja melihat bagaimana Ardi memperlakukan Shinta.

Akhirnya Quina sadar diri. Tekadnya sudah bulat. Jika keyakinan cintanya berkata bahwa Ardi lebih menyayanginya, maka sampai kapan pun, dan bagaimana pun caranya, Ardi akan tetap bersamanya; selamanya. Hatinya pun sudah bulat, bahwa ia akan mempertemukan Ardi bersama Shinta suatu hari nanti. Di sana, di Bali Heaven, Ardi akan segera mengetahui apa yang belum diketahuinya. Ribuan tanya yang sempat tertinggal di Bali Heaven, akan segera menemukan jawabannya sendiri di tempat ini pula. Jika sudah demikian, maka Quina akan pergi dari kehidupan Ardi selamanya. Ia akan membawa jutaan keyakinannya akan cinta Ardi padanya. Dari sanalah, ia akan meminta Sang Waktu untuk memintalkan masa depan baginya; bersama Ardi, atau tidak.

***

Bali Heaven telah menjadi tempat persinggahan berbagai suasana hati. Ia akan menjadi kenangan yang hidup untuk selamanya; setidaknya bagi Quina.

Senin, 27 Juni 2011

Aku Cemburu. Titik.

Tungku ini
Bara ini
Perapian ini
Menggelegak sudah

Ia memuntahkannya lewat pancaran wajahku
Panas serupa lahar yang keluar dari perut bumi
Meluluh lantakkan senyumku

Kamu...
Selalu kujaga lewat doa-doaku
Bahkan dalam mimpi-mimpiku kau kumanjakan

Tapi dalam sekedip mata kau telah meremukkan segala sendi tulangku
Kemana senyummu melayang, sayang?
Kemana bayangmu menyelinap?

Aku tergugu lunglai di sini
Dalam kabut berselimut luka
Air mata menyebutkan namamu tanpa jeda

Bumi boleh mencatat hatiku
Bahwa aku tak kan pernah sedikit pun mengutukmu
Namun, aku akan ciptakan neraka di dadamu
Bahwa penyesalan akan menjadi milikmu; selamanya!

Sabtu, 25 Juni 2011

Sahabat : Sharing dan Empati

Pagi itu aku melihat jelas kegundahan di garis wajah Viona. Tapi aku tak berusaha untuk menanyakan apa pun padanya.
Sepintas lalu, aku mendengar ia mengeluh pendek tak jelas di telingaku dan berkata lirih, "Sebuah ujian,"
Mendengar ucapannya, aku hanya tersenyum untuk merespon perkataan singkatnya.

Aku bukannya tak peduli dengan keadaannya. Sungguh pun aku telah mengetahui sesuatu hal tentang kegundahannya. Justeru, aku sedang mencoba membantunya dengan sedikit memberi rasa nyaman dan aman baginya.

Tak berapa lama setelah aku tersenyum padanya, aku kembali menekuni pekerjaanku. Berkas-berkas yang harus aku filing ke ordner yang sudah aku entri datanya ke beberapa data base di komputerku. Sedang asik-asiknya aku mengerjakan tugasku, tiba-tiba aku mendengar isak tangis. Mmhhhh.. Viona menangis! Aku kemudian menyodorkan beberapa helai tissue kepadanya. Ia menerima helai-helai tissue dariku sambil berlinangan air mata.

Aku mengela nafas melihat ia sedih lagi. Lagi-lagi aku berusaha memberi ruang yang nyaman dan aman baginya. Aku lanjut berkutat dengan pekerjaanku lagi.

***

Sahabat adalah gudangnya berbagai arsip yang disimpan dengan rapi dan terkunci rapat. Sahabat adalah tempat bersandarnya sebuah hati. Hanya dengan diam ia telah banyak membantu. Mendengarkan tanpa menyela sudah merupakan bentuk empati dari seorang sahabat. Seorang sahabat memang seolah-olah tidak melakukan sesuatu apa pun juga, saat temannya curhat tentang persoalannya. Namun ternyata, sahabat seperti inilah yang dibutuhkan. Selalu ada di samping sang teman saat susah. Jika keadaan hatinya sudah kembali sedikit normal, baru kemudian sahabat memberikan pendapatnya, yang diharapkan bahwa apa yang dikatakannya itu merupakan sebuah solusi bagi temannya. Itu pun, jika ia dimintai pendapat.

Jumat, 24 Juni 2011

EXPLAIN : LDR Cases Vol.2

Penggalan kisah sebelumnya *case one*  :

Givan yang seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi, harus berpisah dengan Riri, karena Givan telah lulus dan sesuai permintaan ayahnya, ia harus kembali pulang, untuk meneruskan usaha ayahnya yang bergerak di bidang properti. Mau tidak mau, suka tidak suka, mereka (harus) terpaksa masuk dalam jerat LDR.

***

Malam itu Riri tak bisa tidur dengan nyenyak. Ia gelisah luar biasa. Jantungnya berdegup tak beraturan. Ia mendeskripsikan keadaan itu dengan sebutan 'panik'.

Sudah tujuh bulan ia terpisah jarak dengan Givan, kekasihnya. Pada awal-awal perpisahannya, Givan sering menelepon Riri. Setiap dua minggu sekali ia rutin mengunjungi Riri di kota ini. Kebersamaan di antara debur angin kencang dan hiruk pikuk pagi dan petang. Mereka mencoba menciptakan suasana seindah mungkin. Mencoba memperkecil arti jarak yang nyata-nyata membentang di hadapan mereka.

Sudah tiga bulan Givan tak mengunjungi Riri. Suaranya pun hanya sesekali terdengar di telinga Riri. Kesibukanlah yang menjadi alasan Givan. Meski setiap akhir perbincangan Givan selalu berbisik, "I love you honey," namun Riri mulai gamang dengan hubungan ini.

Itulah yang membuat Riri tak dapat tidur dengan nyaman. Ia sering kali terbangun dengan tiba-tiba di pekatnya malam yang dingin. Seperti malam ini. Inilah 'malam panik' yang ke sekian kalinya ia alami. Ingin sekali ia menelepon Givan. Tapi ia takut mengganggu.

"Ah, musik ini sudah berkali-kali terdengar di kupingku, tapi berkali-kali pula ia malah membuatku panik," gumam Riri. Ia kemudian meraih ponselnya yang tak jauh dari tempatnya berbaring. Sebaris kalimat telah ia kirimkan kepada Givan. Tak ada jawaban. Tapi status dari sms itu "delivered". Sebaris kalimat yang telah terkirim adalah "Selamat malam, sayang... Jangan lupa jaga sehatnya ya..."

Kalimat sapaan yang hangat telah terbaca oleh Givan. Namun, ia hanya membacanya sepintas. Kalau sudah begini, Givan tak bisa diganggu oleh apa pun juga. Ia terlalu tenggelam dalam berbagai kesibukannya. Rupanya, mandat dari ayahnya telah benar-benar ia jalankan dengan sebaik-baiknya. Itulah yang Riri ketahui tentang Givan. Riri, bukan seorang perempuan yang susah dikasih ngerti. Ia sangat kooperatif. Apa pun yang dilakukan Givan, ia yakin bahwa semuanya baik.

Riri semakin letih dengan yang dihadapinya. Saat kangen, ia tak bisa melihat dan menyentuh kekasihnya. Namun Riri seorang penyemangat sejati. Meski hatinya hancur lebur, ia selalu berusaha tersenyum saat menerima telepon dari Givan, meski ia sudah terlelap dalam sekali, hingga ia serasa ngelindur saat berbicara, sekedar demi mendengar suara Givan dari seberang sana.

Bukan sekali dua kali Riri mendapati Givan ingkar pada janjinya jika hendak menemuinya. Sudah sering, bahkan Riri sudah tak bisa mengingatnya.

Sebenarnya, banyak hal yang ingin ditanyakan pada Givan jika bertemu. Namun, ia selalu mengurungkan niatnya untuk mempertanyakan hal yang mungkin bagi Givan itu adalah hal yang tak penting. Ya, Riri terlalu takut merusak suasana pertemuan yang sangat jarang ia alami bersama kekasihnya.

Belum lagi masalah cewek yang menyukai Givan. Tak salah, jika Riri mempunyai rasa ketakutan yang terkadang berlebihan. Secara, Givan adalah seorang yang berdarah campuran China dari ayah, dan Jerman dari ibu. Posturnya yang tinggi besar dan gagah, dengan hidung mancung seksi dan kulitnya bule campur putih. Kebayang kan...?


Bagaimanakah cara Riri menyiasati segenap perasaannya, mengatasi negative thinking yang kadang menyelusup membakar hatinya, dan saat-saat PMS yang kerap membuatnya over sensitive yang rutin menderanya?
Bagaimanakah kelanjutan LDR yang Riri bina bersama Givan? 

Simak di Seri Explain berikutnya.....

Kamis, 23 Juni 2011

Keping Hati Dalam Bayangmu

Kasih,
Jutaan menit telah kita lewati sejak pertemuan itu
Sejak saat itu pula, kau coba sentuh hatiku
Seketika ragu merebak hingga kau kembali dan kembali menguatkan aku

Kasih,
Ternyata keraguanku bukan tanpa alasan
Setelah sentuhan hatimu mencapai dasar sukmaku
Setelah kau bawa jutaan bintang ke malam-malamku
Setelah kau bawa rembulan ke atas pangkuanku malam itu
Setelah aku cukup terlena dengan sentuhanmu

Kasih,
Purna sudah aku mendampingimu
Di pematang jalan ini aku kan menatap punggungmu yang kian menjauh
Meninggalkan berjuta perih menyemburatkan namamu
Mengalirkan darah termanis dari luka yang kau cipta
Di dalam lumur luka ini
Sebisa mungkin aku kan tetap menyimpan keping hati ini dalam bayangmu (saja)

Inilah sesungguhnya; sebuah tanda keluasan batinku untuk memperlakukan dustamu

Taman Bunga: sebuah romantisme untukku

Sayang,
Lihatlah senyum bunga itu
Ia begitu tulus memberikannya untuk kita
Ia rela ditiup angin dan melepaskan kelopak-kelopak warnanya

Sayang,
Jika kau ingin membubuhkan kelembutanmu padaku
Cukuplah kau ajak aku ke taman bunga itu; sekali lagi
Bahkan jika perlu, ajaklah aku di setiap waktumu

Sebab,
Sesungguhnya aku tak menginginkan sekuntum bunga tercantik dengan helai-helai kelopaknya yang utuh dan indah darimu
Wujud romantismu bukan dengan memberikan sekuntum bunga itu untukku
Jika kau bersikeras memberikannya kepadaku
Maka embun-embun di mataku akan menetes
Sebagai tanda dukaku, karena engkau telah mencerabuti dia dari kehidupannya

Selasa, 21 Juni 2011

Antara Sapi dan Manusia (Indonesia)

Saat-saat ini pikiranku tengah melayang ke tempat antah barantah. Aku sendiri tak mengetahui, tempat apa sebenarnya ini. Tak bisa terbayangkan sedikit pun sebuah eksekusi mati dengan cara dipancung. Sangat mengerikan bagiku.

Australia, pengekspor sapi untuk Indonesia, sempat marah-marah dan menghentikan pengiriman sapi-sapinya, karena cara kita memotong sapi tidak sesuai dengan 'aturan'. Indonesia dicap telah memperlakukan sapi-sapinya dengan tidak semestinya.

Indonesia, *maaf* sebagai 'pengekspor' tenaga manusia untuk Arab Saudi, apakah akan tinggal diam dengan perlakuan yang demikian itu? Australia saja menghentikan ekspor, karena sapi-sapinya diperlakukan tidak baik di negeri pengimpornya. Lah, ini manusia!!! Sampai kapan ketidakpedulian ini terus merebak?

Entahlah, tiba-tiba kepalaku berdenyut. Aku memang tak ada kepentingan membahas masalah ini. Tapi apa daya, otakku penuh dengan kejadian ini. Kepalaku kian berdenyut, bintang-bintang datang berhamburan seperti kunang-kunang.
Tolong siapkan bantal buatku. Aku sepertinya mau pingsan...............

LEBUR

Jika satu cinta telah lebur dengan cinta lainnya
Tak akan ada lagi kata yang bisa terucapkan

Lebur dalam satu cinta
Atau lebur dalam satu luka
Atau lebur dalam satu rasa; apapun itu

Tak perlu kau tanya seberapa lama menjadi lebur
Hanya ada satu; nikmati semua dengan rasa bahagia

Embargo Cinta

Benarkah cinta mengenal embargo? Mari kita telusuri jejaknya yuk...

Saat pertama kali Lidya bertemu Anton di sebuah pesta pernikahan itu, seketika pesona Anton menyelubungi hati Lidya. Jabat tangan dan sapa ramah dari Anton menjadi sebuah debar tersendiri bagi Lidya.

Di sepanjang jalan terngiang-ngiang sapaan ramah Anton. Senyum Anton sungguh super aduhai bagi Lidya. Rahang Anton demikian kukuh, selalu terpantul di mata Lidya. Matanya seperti telaga yang siap menenggelamkan Lidya ke dalam kesejukan tiada tara.

"Damn! Kenapa aku jadi kaya gini ya? Lama-lama aku bisa beneran gila ni kalo kaya gini terus! Masa pohon-pohon aja selalu mantulin wajah dan badan tegapnya si Anton sih? Semuanya jadi kaya dia!" Begitu batin Lidya mengumpat, saat mendapati kesehariannya menjadi berubah.

Perasaan yang begitu kuat terhadap Anton membuatnya begitu menderita. Maklum saja, Lidya ini baru pertama kali ketanggor cinta. Biasanya pesona dialah yang menyelimuti hati para cowok. Sekarang, giliran dia yang merasakan sendiri bagaimana kalang kabutnya saat cinta benar-benar 'menyetrum' seluruh inderanya.

"Rani, boleh ga aku minta nomor hp nya si Anton?" Tanya Lidya saat bertemu Rani, setelah berbasa basi menanyakan kabar Rani yang kebetulan berteman juga dengan Anton.

"Haaahh? Ga salah denger ni aku? Tumben-tumbenan kamu minta nomor hp cowok? Biasanya kamu anti pati nyari tau tentang cowok dan kamu selalu wanti-wanti sama aku, supaya aku ga ngasih nomor hp-mu sama cowok-cowok itu!"

"Kamu mau ngasih ga? Kalo ga mau ngasih ya udah. Aku ga maksa koq" Timpal Lidya kesal.

"Cieeee sekarang mulai pake acara ngambek pula... Bukannya jawab pertanyaan, malah misuh-misuh" Ujar Rani setengah menggerutu sambil mencari nomor kontak Anton di phone booknya.

***

Lidya keblinger. Lidya mabuk! Berbagai upaya terus dilakukan agar ia bisa mendapatkan Anton. Namun di luar dugaan Lidya, Anton terlalu dingin baginya. Ia terlalu angkuh untuk menerima cinta yang dibawa Lidya.

Ekspor impor cinta antara Lidya - Anton tak berjalan mulus. Namun, cinta itu memang telah membuat Lidya gila. Lidya terus saja mengekspor cinta buat Anton meski Anton tidak mengimpor cinta Lidya ke hatinya. Anton semata hanya ingin berkawan dengan Lidya.

Lidya telah lupa harga dirinya, yang dulu sangat diagung-agungkannya. Dengan mengemis nomor telepon pada Rani saja, ini sudah merupakan awal dari jatuhnya seorang Lidya. Dia seorang kembang cantik yang selalu dikejar-kejar cowok.

Cinta telah meluruhkan kesombongan Lidya selama ini. Mungkinkah ini karma bagi Lidya? Lidya ga peduli. Ia hanya ingin selalu menyimpan cintanya untuk seorang Anton. Perlahan tapi pasti, Lidya telah sadar dari gilanya. Waktu telah mengajarkan sesuatu baginya. Lidya mundur dengan elegan. Sekarang ia tidak lagi mengekspor cinta buat Anton melalui perhatian, kasih sayang, dan kehadirannya yang (mungkin) tidak Anton butuhkan darinya. Namun ia tetap menyertakan nama Anton dalam setiap doanya.

***

Cinta memang bukan ekspor impor. Ia terlalu agung untuk disamakan dengan dunia dagang. Cinta adalah ketulusan murni yang memantulkan kesediaan hati tanpa paksaan.
Kini jelas, bahwa cinta tak mengenal embargo. Setidaknya buat Lidya, dan aku pun menyetujuinya.
Lewat cinta ada doa untuknya. Sekecil apa pun esensinya, tetaplah ia disebut cinta.

Senin, 20 Juni 2011

Dengarkah Kau Jeritanku?

Hai Langit...
Aku menjerit pilu semalaman
Dengarkah kau?

Hai Bumi...
Aku menangis meraung semalaman
Dengarkah kau?

Aku tersayat
Aku terluka
Namun tak ada yang pedulikan aku!

Saat kepala itu dipenggal
Saat darah itu muncrat di atas koral batu
Saat jiwa itu melayang
Pedih menyaksikan raganya tak utuh lagi

Di mana pembelaanmu?
Di mana nyalimu?
Di mana keberanianmu?
Di mana kegagahanmu?

Dua puluh delapan kali
Nyawa melayang tanpa arti di negeri orang
Haruskah ada yang melayang lagi?



* Untuk Ruyati; seribu bunga kurangkai untukmu, teriring doaku buatmu...

Dalam sedu sedan pucat pasi
Dalam simpuh raungan ini
Aku hanya bisa berdoa
Selamatlah kau di alam sana
Tempat istimewa telah menantimu... Amin...

Sebuah Awal Mula Kisah

Bahwa alam semesta tercipta, sebelum manusia dijadikan

Dialah awal mula kisah dari warna-warni bumi

Dalam kesederhanaan musim-musimnya, alam selalu memberi dan memberi dalam bentuk yang luar biasa

Sangatlah wajar jika kita menghargai alam sebagai sebuah awal mula; yang mengantar kita pada kesejahteraan hidup

***

Hahaaaayyyy..aku dapet tag dari Mba Tiwi ni critanya..
Bagai sebuah alam semesta, blogging juga sebagai sebuah awal mula mengenal sahabat-sahabat baru bagiku. Sekali pun belum pernah ketemu, namun sahabat-sahabat baru ini demikian memberi warna tersendiri untukku.

Baiklah ini dia si Windflowers yang sesungguhnya...

1. Aku lahir di Jogja Istimewa, di sebuah rumah sakit yang namanya Jebukan. Ga tau juga tuh, sekarang masih ada ga rumah sakitnya. Karena aku di sana cuma nunut nangis  untuk pertama kalinya doang.

2. Selanjutnya, aku dibesarkan dan sekolah di Bandung. Udah keliatan banget seperti orang sunda sampe ke logat-logatnya, kaya yang ga mau dituduh bukan Orang Bandung. Udah ga pantes blas deh kalo aku ngomong pake bahasa jawa. Itu yang membuatku cuma bisa bahasa jawa pasif.

3. Akibat dari itu semua, aku seneng banget kalo aku dipanggil "Teteh" (Mbak dalam bahasa jawa). Ga tau kenapa. Seolah-olah panggilan itu jadi seperti panggilan sayang buatku. *Makasih bwt Mba Tiwi yang udah manggil aku teteh hihi..

4. Meski demikian, aku jelas sayang banget sama kota yang udah merekam kelahiranku itu. Aku selalu kangen sama dia. Mungkin juga karena leluhurku berasal dari sana. Tapi karena semua udah ga ada, aku jadi jarang ke Jogja. Banyak juga sodara yang meninggal karena tsunami beberapa waktu lalu.. Hikkss sedih..
Kalo sama Kota Bandung, aku juga sayang banget. Karena di Parahyangan ini, aku menemukan segalanya. Intinya, Bandung bagiku adalah kehidupanku. Ga rela juga sih kalo seandainya Bandung ada yang ngacak-acak. Meski aku juga ga bisa ngapa-ngapain.

5. Aku pake nama samaran Windflowers di dunia blogging. Terus terang, aku punya harapan dengan nama yang satu ini. Aku ingin setiap huruf yang aku rangkaikan dapat menjadi bunga-bunga yang indah bagi para pembacanya, meski hanya lewat angin yang menyampaikannya, dan monitor sebagai medianya. Berharap bunga-bunga yang kurangkai dapat menyenangkan, dapat memberi warna, dan terlebih dapat memberi kesan yang mendalam dengan 'wewangiannya', menyebarkan aura positif bagi siapa pun. Ya, itu harapanku. Semoga..

6. Aku suka nulis puisi sejak di bangku SMP. Tapi disimpen aja, ga pernah dikirim atau dilombain. Selain itu, aku juga suka baca buku karyanya Kahlil Gibran, terutama "Sang Nabi".

7. Aku sama seperti Mba Tiwi, ga bisa berenang. Tapi sekarang ini, aku lagi belajar berenang, dan baru bisa meluncur jarak pendek hihihih.. Tapi aku ga bisa mengendarai motor kaya Mba Tiwi yang suka ngebut. Aku bisanya cuma nyetir sepeda doang ehehhehe..

8. Nah, sekarang aku sama seperti Mas Pakies, aku suka ikan asin. Apalagi kalo pake sambel dan lalapan. Wah..asik deh.. Etapi sambelnya ga terlalu pedes, karena aku ga suka pedes hihih.. *wew mana ada sambel yang ga pedes* Sambel buatku hanya sebagai penambah selera saja. Cocol sekali, untuk beberapa suap nasi :D
Oya, aku juga suka yang namanya telur. Telur rebus, telur dadar, telur asin, atau telur ceplok. Pokoknya asal dia telur, aku suka. Kalo udah kaya gini, daging ayam, daging sapi: lewaaattt... 

9.  Aku ga suka sama yang namanya kekerasan, termasuk kekerasan terhadap satwa. Pernah ada salah satu stasiun televisi yang nayangin kekerasan terhadap monyet. Langsung aku pindahin, karena ga tega.

10. Pengen nerbitin buku kumpulan puisi. Harapannya, tahun ini bisa terbit. Semoga...

Itulah aku yang apa adanya ini, dan dengan demikian tugas dari Mba Tiwi sudah aku kerjain... :D :D

Sabtu, 18 Juni 2011

Memilihmu

Aku memilihmu sebagai teman
Kusimpan dalam setiap rongga di tubuh dan jiwaku
Menjagaku dari segala kepedihan
Mengosongkanku dari ragamnya luka

Aku memilihmu sebagai sahabat
Kusimpan dalam bilik jantungku
Memayungiku dengan degup yang menyertainya
Agar aku tetap berdiri di atas kesejatianku

Aku memilihmu sebagai kekasih
Kusimpan dalam nadi-nadi sampai ke jaringan terkecil dalam tubuhku
Mengalir menjadi sebuah semangat terindah
Untuk tetap mencinta dengan rendah hati

Aku memilihmu; ya, entah mengapa aku berani memilihmu
Namun aku tak kan pernah berani memilikimu
Sebab, aku ingin menghormati dan mencintai kebebasan jiwamu
Menikmati dirimu sebagai seorang teman, sahabat, dan kekasih di seluruh hidupku selamanya; bagiku itu sudah lebih dari cukup

Terima kasih, kau telah berkenan menjadikan aku sesuatu bagimu untuk selamanya...

Jumat, 17 Juni 2011

Lengser Wengi

Hendra baru saja duduk di kursi kesayangannya, ketika ponselnya berdering.

"Pak Hendra, kita ngobrol yuk. Ada beberapa masalah kantor yang ingin aku obrolin sama bapak. Kita ketemu di Madtari ya, biar nanti aku yang bayarin," Cerocos Yanto di seberang sana.

"Oke, tunggu paling lama lima belas menit ya," Ujar Hendra kemudian.

Madtari, sebuah tempat seperti pujasera ini menyediakan aneka makanan dan minuman. Roti bakar beraneka rasa, ada mie instant rebus, biasanya yang dipake adalah indomie (tidak bermaksud promosi lho - red.) Jika pesen indomie rebus di sini, selain mie tentunya, isi di mangkoknya ini pasti menggunung karena di atas mie itu ditaburi keju chedar parut yang berlimpah ruah. Begitu juga dengan roti bakarnya. Dijamin blenger deh...

Di tempat ini jarang sekali sepi pengunjung. Selalu rame. Kebanyakan mahasiswa UNPAD atau ITB yang nongkrong di sana. Murah meriah, itu alasan mereka memilih Madtari.

Terlihat Hendra dan Yanto tengah berbincang serius ditemani roti bakar rasa strawberry-cokelat, keju-kacang. Setelah agak lama roti itu mereka habiskan, akhirnya mereka bangkit dari tempat duduk mereka dan berjalan beriringan. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Makasih ya pak, atas waktunya. Aku sekarang udah plong," Ujar Yanto sambil tersenyum.

"Sama-sama, To. Kamu ati-ati di jalan ya, Jl. Soekarno-Hatta jauh lho dari sini," Timpal Hendra.

Sepulang dari tempat makan itu, Yanto memang mau pergi lagi ke kantor, untuk inspeksi pengiriman barang. Dari situ, ia melewati Astana Anyar, daerah pekuburan umum.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menepikan sepeda motornya ke pinggir jalan. Saking asiknya, ia tak menyadari kalo ia berhenti di tengah area pekuburan itu.

Setelah selesai berbincang dan bersiap menghidupkan mesin motornya, entah mengapa ia ingin sekali menengok ke belakang.

Terjawab sudah, mengapa ia ingin menengok ke belakang. Ternyata ia melihat pemandangan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. Ia tak pernah mengenal Kuntilanak. Tetapi, ia yakin bahwa ia kini sedang melihatnya berjalan dari arah pekuburan menuju ke tempat Yanto berdiri. *Mungkin dia mau maen kali ya... :D*

Bergaun putih, rambut panjang ke depan, sehingga ia selalu tak menampakkan wajahnya.
Menyadari itu semua, tanpa berlama-lama di tempat itu, Yanto langsung tancap gas, tak mempedulikan apa-apa lagi.

"Aku bilang juga hati-hati. Ini kan malem Jumat," Kata Hendra kalem. Suara Hendra di telepon sangatlah lirih bagi Yanto. Mungkin, ini adalah tanda-tanda Yanto mau pingsan.

"Iya pak... Jika aku tau dari tadi kalo ini malem Jumat, pasti aku ga akan lewat jalan itu. Masih untung aku bisa nyampe kantor pak," Ujar Yanto lemas.

Berat Sebelah

1. "Ma, minggu depan aku kan harus dinas ke Singapura. Aku bisa pinjem uangmu ga?" Tanya Doni kepada isterinya, Susi.

2. "Ma, kalo nanti ada debt collector yang ke sini, tolong bilangin kalo aku lagi keluar kota ya," Ujar Gilang lagi kepada Mira, isterinya suatu saat.

3. "Ma, aku butuh laptop ni, buat ngerjain tugas-tugas kantorku. Kamu bisa pinjemin uang ga?" Pinta Dedi kepada Ria sewaktu mereka berjalan-jalan ke sebuah mal.

***

Sudah berapa ratus kali para isteri ini 'menghadiahi' banyak hal untuk suaminya. Belum lagi masalah anak-anak yang harus diurus oleh kedua tangan mereka.

Perkawinan amat sakral. Dia bukan hanya sekedar mengubah kata kau, aku menjadi kata "kita". Tetapi konsekuensi dari hubungan ini sungguh mengandalkan suatu kerja sama yang baik, bukan hanya sekedar bekerja sama untuk menghasilkan keturunan saja. 

***

Suami isteri... 
Sepasang kekasih yang mencoba mengepakkan sayapnya ke langit biru
Bersama di dunia fana ini
Menggapai bintang-bintang bersama, tanpa harus ada yang mendominasi
Tanpa ada kata mengalah; tetapi lebih pada kata mengerti
Mencintai seumur hidup..
Saling menepuk tangan; jangan sampai ada yang bertepuk sebelah tangan
Ciptakan nada-nada terindah yang kau suka
Untuk dipersembahkan pada pagi dan petang, juga malam yang menaungimu
Di sepanjang usiamu



* Untuk para suami isteri... :*

Kamis, 16 Juni 2011

Ingin Kugamit JemariMu

Sekian waktuku telah lesap
Beterbangan serupa asap
Entah kemana perginya setiap detik yang pernah kujumpai
Ke gunung, ke sungai, ke langit, ke bumi, atau ke pusaran laut?

Apakah sebagian waktu yang lesap itu terlipat rapi di sebuah tempat yang bernama kenangan?

Apakah sebagian waktu yang lesap itu telah mengubah wujudnya menjadi udara yang hanya bisa kuhirup?

Tuhan...
Demi sebagiannya waktu yang lesap itu
Ingin kugamit jemariMu
Menuntun dan menemaniku mengarungi sebagian lagi sisa waktu yang Kau sediakan

samakah antara kaya dan miskin...?

Kaya...
Mengapa setiap orang di muka bumi ini ingin kaya...?

Kaya lahir; hidup dengan bergelimang harta, bahkan (terkadang) tak peduli bagaimana cara memperolehnya...

Namun, banyak pula orang kaya yang menjadi kaya karena kegigihannya dalam setiap doa dan usahanya

Kaya itu...
Enak memilih. Memilih jenis usaha, selalu mengenakan pakaian halus sejenis kain dari sutera dengan kendaraan paling wah mewah dan eksklusif
Kaya itu...
Enak memilih waktu untuk bersenang-senang. Segalanya merasa bisa dibelinya.
Dengan uang sebagai berhalanya jika ia mau menyuap dan ada yang mau disuap...

Kaya itu...
Makanan berlimpah ruah
Segalanya ada di meja makan hanya dengan telunjuk jarinya...

Kaya itu...
Benar-benar sebuah kemudahan duniawi.


Miskin itu...
Orang yang hidup dari sisa-sisa makanan dari orang kaya; seperti Lazarus.

Ia tak pernah mendapat kesempatan untuk berkembang. Apapun yang dijalankan ndilalah selalu gagal.
Atap rumah bocor, malam kedinginan, dan sandang yang tipis dan sedikit...

Miskin itu...
Tak pernah dipandang sebelah mata. Ke pesta-pesta, ke pasar-pasar, ia selalu merasa tak pantas untuk dilihat dan disanjung...

Jika demikian...

Apakah tidak boleh kaya...?

Apakah orang miskin itu selalu bersikap tulus dan mulia...?!

Jika keadaan orang sudah kaya secara materi, dan dia tak sanggup untuk berbagi...
Maka, untuk apakah seluruh kekayaannya itu?

Jika keadaan orang miskin yang dipercaya untuk membagikan sejumlah sumbangan bagi sesamanya dan ia ternyata hanya menyimpannya saja...
Apakah sikapnya itu lebih mulia daripada orang kaya yang tidak mau berbagi itu...?

Ternyata...orang kaya dan orang miskin itu sama saja, jika di dalam hatinya tidak ada kerelaan untuk saling berbagi; berbagi kasih, berbagi perhatian, dan berbagi pengharapan...


* Kaum bijak pernah berkata, "Orang kaya membantu orang miskin di dunia ini, dan orang miskin membantu orang kaya sebagai bekal di akhirat..."

Rabu, 15 Juni 2011

#indonesiajujur : kesetiaan yang dilecehkan

Miris dengan kejadian yang menimpa dunia pendidikan di Indonesia. Sejak di Sekolah Dasar pun, ternyata sudah diperkenalkan satu hal  instan yang melegalkan pencontekan. Terlepas dari benar atau tidaknya jawaban yang diberikan AL kepada teman-temannya. Namun indikasi seperti ini jelas akan sangat merugikan generasi muda kita. Bukankah sebuah keterpurukan dan keberhasilan sebuah bangsa, bermula dari hal-hal kecil?

Kejujuran di negeri ini rupanya telah lama dimakamkan. Adalah seorang Ibu Siami yang mencoba untuk jujur, hendak membuka sebuah peristiwa apa adanya, malah mendapatkan sanksi sosial yang amat tragis. Bukan menjadikannya sebagai bahan introspeksi untuk pembelajaran diri, untuk  menjadikan pendidikan sebagai sebuah proses yang teramat penting di dalam setiap fase kehidupan seseorang.

Sepertinya harus ada pembenahan di dalam sistem pendidikan di Indonesia, agar kreativitas dan pertumbuhan yang sesunguhnya dari anak-anak dapat terwujud sempurna, sehingga tidak melulu berfokus terhadap sebuah kelulusan yang bisa didapat dengan cara apa pun.

*Jika di antara teman-teman ada yang tergerak untuk mendukung, silakan klik Gerakan Moral #IndonesiaJujur.

Tuhan, Tak Bolehkah Aku Melupakannya?

Jika waktu diputar ke belakang
Aku, memang telah berkali-kali terluka oleh dirimu
Jujur aku berkata padamu, bahwa kamu sudah memarut hatiku oleh sikap dan perkataanmu
Hingga sari patinya harus kuminum sendiri

Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum mereguk sari pati hasil parutanmu atas hatiku
Luruh dalam sayatan demi sayatan yang kau buat
Sementara, kau berlenggang penuh kemenangan; telak!
Aku pun bangkit dari tempat dudukku, meninggalkan setiap dimensi yang beraurakan dirimu

Sampai suatu saat, kau terjatuh
Aku menolong dirimu dengan penuh ketulusanku
Aku carikan balsem dan mengoleskannya ke lututmu
Aku tak ingat lagi apa yang pernah kau buat padaku!

Namun, di sisi lainnya sahabat-sahabatku menegurku
"Kamu tidak lebih daripada sekedar seorang jongos!"
"Kamu munafik! Bukankah kamu telah berkali-kali disakiti olehnya? Mengapa kamu harus merendahkan harga dirimu di depannya? Dia, akan semakin menginjak-injak kamu selamanya! Sah-sah saja kamu membantu dia, tapi jangan berlebihan!"
"Aku tadi tidak tega melihatmu. Dia cengengesan, sementara kamu berlutut mengobatinya!"

Semua menyergahku. Lagi-lagi, aku hanya bisa tersenyum.

Tiba di rumah.
Aku larut dalam sebuah kontemplasi dan aku hanya bisa membiarkan air mata ini mengalir menyerukan haruku atas diriku sendiri.
Aku membiarkan kontemplasi ini mengurungku, mengalirkannya menjadi banyak pertanyaan dengan tidak sepatah kata pun aku berusaha mencari jawabnya

Tuhanku satu-satunya,
Tak bolehkah jika aku melupakannya?
Melupakan segala penat dan sakit hatiku terhadapnya?
Menepikan sejenak segenap rasa yang pernah ada demi menolongnya?

Aku sudah menerima hujan berkat yang pilar-pilarnya tak dapat aku hitung dariMu
Tak bolehkah jika aku melupakannya?
Melupakan segala sari pati hasil parutan hatiku sendiri
Yang rasanya kian menambah kepedihanku padanya?

Tuhan, tak bolehkah aku melupakannya?

Dan, aku pun tertidur dalam deraian air mata yang belum sempat mengering...





* Untukmu yang masih berkontemplasi, jangan pernah kau meragukan lagi atas apa yang telah kau lakukan. Jadilah dirimu sendiri dengan keyakinanmu...

Selasa, 14 Juni 2011

iskaruji(dot)com : Mencoba Eksis dengan Keberagaman

Mengetuk pintu iskaruji(dot)com, tidaklah susah. Di sana ada seorang admin yang selalu siap sedia memberikan informasi apa pun juga. Selain tentang blogging dan tutorialnya, ia juga mempercantik rumahnya dengan berbagai berita. Membuat betah dan nyaman dengan gaya yang sederhana.

Pojok cinta, menjadi persinggahan yang sayang jika dilewatkan. Di sana dibahas tentang berbagai suasana di dalam hubungan dua insan yang merajut kasih.

Ada yang membuatku salut dengan blog ini. Bahwa meski usianya belum genap satu tahun, alias baru berusia 6 bulan, tetapi nilai alexanya sungguh ramping. Itu tandanya, pengunjungnya buanyaaakkkk... Tidak seperti blog ini... *jadi ngiriiii hihihi*

Rasanya, pas jika blog ini memiliki motto : Personal | Blogging | Share | Opini, yang mengedepankan keberagaman untuk dinikmati oleh sang tamu yang hadir di sana. Berbagai suguhan membuat betah dan nyaman dengan One Stop Reading-nya, setidaknya buatku :D

Selamat menjelang The First Anniversary buat blog iskaruji(dot)com. Semoga semakin langgeng dengan ke-eksisannya, dan semakin mampu memberi warna lain di dunia perbloggingan.


* Tulisan ini dipersembahkan dariku, untuk berpartisipasi dalam memperingati The 1st Anniversary yang diselenggarakan oleh Iskaruji (dot) Com.

Senin, 13 Juni 2011

Waktu Teramat Polos Untuk Didustakan

Sebuah masa menentukan kebersamaan dan kesendirian
Datang dan pergi dalam musim-musim yang entah sudah berapa ratus kali berganti

Sebuah masa tak mengetahui apapun yang akan terjadi nanti
Ia hanya menggulirkan waktu, yang diantaranya adalah siang dan malam

Waktu, teramat polos untuk didustakan
Ketika kebahagiaan digulirkannya dalam beragam bentuk

Dalam harapan yang berlinangan air mata
Semua seolah indah... penuh sujud syukur...

Apa pun takaran hidup
Akan mencapai puncaknya, ketika salah satu dari kita harus pergi

Sebuah kepergian
Betapapun pedihnya.... Betapapun sakitnya
Atau bahkan ada yang menyambutnya dengan keriuhan tersendiri
Tetaplah sebuah kepergian

Sebuah kepergian
Menuntaskan segenap tugas di bumi

Dan ia tak kan pernah bisa mengubah apa pun
Kecuali hanya doa-doa dari orang-orang terkasih

Sebab, doa adalah abadi 
Di dalamnya bersembunyi kekuatan indah; alami

Sabtu, 11 Juni 2011

kotak rindu

Kemarin aku menyimpan obat kangen ini di kotak obat yang kunamakan Kotak Rindu.

Telah berbutir-butir aku menyimpan obat di Kotak Rindu ini sebagai pertolongan pertamaku jika aku kangen padamu.

Setiap hari, aku harus meminumnya paling tidak sekali saja, agar gumpalan kangenku ini lumer bersama darah di dalam tubuhku.

Belum berapa lama ini, aku sempat kehilangan Kotak Rinduku. Aku sangat lemah dan sedih karenanya.

Aku bingung karena hanya aku yang cukup mengerti seberapa takaran dan dosis yang harus aku minum, untuk melumerkan gumpalan-gumpalan kangenku agar mencair menjadi darah dalam semangat di tubuhku, dalam menghadapi segala aktivitasku.

Aku bingung harus mencari kemana? Sementara obat itu sangat khusus dan eksklusif tersedia hanya buat tubuhku saja.

Aku sempat panik dan meradang! Aku sempat kehilangan keseimbangan juga karenanya.

Cemburu buta! Itulah penyakit pertama yang merebak sebagai efek dari kehilangan Kotak Rinduku itu.

Over sensitive berkepanjangan yang sungguh menyiksa batinku, karena menjalar ke hal lain menjadi negative thinking dan hipertensi.

Selama beberapa waktu, aku bergumul dengan kehidupanku tanpa obat rinduku. Sampai akhirnya kau datang dan tersenyum membawakan Kotak Rinduku.

Aku peluk sang pembawa kotak rinduku, dan kau pun berbisik, "Aku tak menyangka kau bisa seperti ini tanpa kotak ini,"

Aku memukul manja dadamu sambil berkata pula, "Sesungguhnya, jika kau bisa lumer dalam darah di tubuhku menjadi semangat di sepanjang hidupku, aku tak kan pernah lagi membutuhkan kotak itu..."

Lalu, kau memelukku hingga aku bersembunyi di dadamu yang wangi, setelah kau kecup bibirku beberapa lamanya dengan lembut.

Jumat, 10 Juni 2011

KIRI-KIRI (to the left, to the left)

Sore itu pulang kantor, naek angkutan kota membelah Jl. Cihampelas yang sekarang ini lagi musim macet parah karena hampir masa liburan. *Baru hampir aja udah macet parah, apalagi kalo pas liburan* Banyak bus pariwisata dari berbagai daerah parkir di sepanjang Cihampelas di depan toko-toko yang berjejer di sana.

Ada satu peristiwa sederhana yang baru aku alami, saat aku hendak turun dari angkot.

Aku lalu bilang, "Kiri.. Kiri," Aku memang tidak berteriak. Tapi bisa aku pastikan, kalo suaraku ( seharusnya ) bisa terdengar oleh sang sopir angkot. *Di Bandung kalo naek angkutan umum dan minta berhenti angkotnya, diwajibkan bilang KIRI.. Ga tau kalo di daerah laen sama, atau kudu bilang apa ya..:D

Entah karena sedang melamun atau terlalu konsentrasi ke jalanan, suaraku ini ternyata tak dapat didengarnya. Aku ulangi lagi dengan bilang, "Kiri..Kiri.." Sampai berkali-kali. Namun, angkot terus melaju hingga sekitar lima ratus meter, sampai akhirnya semua penumpang angkot itu berteriak dengan kencang, membentuk satu nuansa koor, "Kiri..Kiri.."
Dari kaca spion, aku melihat sopir angkot itu tampak kaget, dan ia segera menepikan angkotnya sambil berkata, "Maaf.. Maaf ya..."
Aku hanya tersenyum menjawab permintaan maafnya itu, sambil aku berikan ongkosnya. Mungkin ia menyangka aku marah, karena kejauhan sehingga menyebabkan aku harus berjalan kembali sejauh itu. Tapi karena aku tersenyum padanya sebagai tanda bahwa aku tak keberatan diturunkan di situ, maka ia pun lantas tersenyum penuh kelegaan.

Sederhana, tetapi tetap memberikan keindahan. Lewat senyum ada komunikasi. Bahkan bisa melegakan seseorang tanpa berkata-kata. Tersenyumlah untuk berbagi keindahan.
Hihihih.. Jadi inget lagu yang judulnya Irrepleceable - Beyonce. Lagunya easy listening. Aku menyebut lagu itu sebagai Lagu Angkot, meski lyriknya bukan tentang transportasi, tentunya, walau ada kemiripan dikit bangetttt... *ditoyor masal*

Selamat mendengarkan Lagu Angkotku yaaaa :))

Selasa, 07 Juni 2011

IF : LDR Cases Vol.1



1. "Jarak bukan masalah, sayang. Karena cinta tak mengenal jarak," ucap Givan pada Riri saat di bandara ketika ia hendak meninggalkan Riri di kota ini. Riri hanya meneteskan air matanya saat Givan kembali berujar, "Tenang, sayang... Kamu kan bisa hubungi aku kapan pun juga, dan jika kamu belum sempat menghubungiku, aku pasti akan selalu kasih kabar koq,"

2. "Meski kita belum pernah bertemu, tetapi entah mengapa hatiku berdebar setiap aku melihatmu online. Miss you," ucap Riko di seberang sana ketika ia menelepon Bella dengan senyum renyahnya.
Mereka baru pertama kali saling bertukar suara.

***

Waktu terus bergulir, segala peristiwa menimbun yang pernah ada, tak terkecuali dengan sepenggal kisah dua pasang kekasih yang tengah mengubah getar menjadi debar, dengan apa adanya.

Jika salah satu dari mereka tak pernah lagi membalas setiap sms dan membiarkan ratusan panggilan tak terjawab, apa yang sesungguhnya terjadi?

Jangankan untuk memberi kabar, untuk menjawab sms atau telepon saja, ia sudah tak sanggup...

Jika di antara mereka yang belum pernah bertemu satu sama lain namun salah satu di antaranya mengharap kejelasan tentang hubungan itu, apa yang sesungguhnya terjadi?

Sementara hingga detik-detik berlalu, mereka belum pernah mendaratkan hubungan yang sesungguhnya ke bumi dan masih mengawang di langit biru, yang kadang kelabu...

Ada sekian tanda dari berjuta kejadian. Jika semua tanda itu benar-benar tejadi... Apakah itu pertanda ia ingin menghentikan hubungan yang tengah terjalin? Jawabnya adalah belum tentu.

Semua bergantung pada keyakinan hati. Yakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Hubungan ini sungguh mengandaikan kepercayaan dan positive thinking yang sangat tinggi.
Jika pada akhirnya tak sanggup menjalani semua ini, mundurlah dengan teratur dan elegan.
Yakinkan pula bahwa tak ada waktu yang terbuang sia-sia. Waktu telah berkenan mendidik kita lewat berbagai hal untuk pertumbuhan bagi sebuah kebijaksanaan, kepekaan, dan kedewasaan. Maka, bersyukurlah atas segalanya...
Tidak usah memperparah keadaan diri menjadi demikian terpuruk, apalagi sampai mendramatisir suasana hati.

Jika bukan diri sendiri yang menjaga hati kita, lantas siapa yang harus menjaganya?
Teruslah berupaya dan berkata, "never say never!" karena sesungguhnya kesempatan itu selalu ada, selama kita masih bernafas...



*Untuk yang sedang menjalani LDR... Tak perlu kecil hati dan membandingkan dengan hubungan yang tak berjarak. Kata orang bijak yang pernah aku dengar : Sayangi proses melebihi hasil yang akan didapat :))

di sudut sebuah pagi

Terbangun aku di sebuah sudutnya pagi ini. Pagi masih pekat dan prematur. Ayam-ayam pun masih rabun untuk menyatakan bahwa ini adalah pagi.

Aku mendapatimu terduduk lunglai di suatu sudut pula. Entah sudut mana kau terduduk. Aku coba memicingkan mata demi melihatmu, melihat hatimu dan menciumnya dengan hormat. Aku tak dapat memejamkan mataku kembali. Pikiranku melayang padamu. Terus dan terus. Apalagi setelah aku lihat gerimis turun dengan perlahan dan lembut. Aku semakin salah tingkah dan aku putuskan untuk mengambil pena ini.

Inilah pena hatiku untukmu, yang kemudian aku sebut sebagai cinta.....

Sayang, adakah nelayan yang memberanikan diri untuk terus melaut, sementara gelombang samudera itu; yang dia sebut sebagai tempat bermain sekaligus tempat menggantungkan harapan telah demikian bergejolak, berhamburan, dan tak memberikan arah angin yang jelas baginya untuk beberapa waktu lamanya? Bahkan nelayan itu tak pernah tahu, sampai kapan akhir dari gejolak laut itu. Ia tak percaya lagi pada cuaca yang mengiringi tempat pengharapannya itu. Ia, bahkan sudah lupa bagaimana caranya untuk kembali memercayai laut sebagai sumber nafkah baginya. Sumber kehidupan dan penghidupan baginya.

Koin itu kembali gemerincing dengan kuat. Sangat kuat. Untuk ke sekian kalinya, dua sisi yang dimilikinya itu ingin diakui keberadaannya. Jika diteruskan untuk melaut, maka nyawa taruhannya. Tetapi jika tidak melaut, ia akan mati.

Manakah yang kau pilih jika kau menjadi seorang nelayan?

Pulang kembali ke rumah.
Menikmati sajian seadanya; sesederhana langit saat pagi dan petang. Menikmati cahaya rembulan, adalah hal yang sangat istimewa. Karena cahaya rembulan itu adalah hatinya yang teduh dan biru, yang sempat terlupakan. Namun cahaya itulah yang kan mengantarmu pada cahaya yang sesungguhnya; matahari.

Jika kemarin, kau adalah rembulan; meminjam cahaya dari matahari, kini jadilah kau matahari sejati bagi dirimu sendiri. Pendarkanlah sinarmu sendiri. Tak lama lagi, akan ada yang membutuhkan sinarmu itu!

Pulang kembali ke rumah.
Kemudian memikirkan untuk pindah dari Kampung Nelayan itu, untuk mencari penghidupan lain yang tak akan pernah lagi memangkas kepercayaanmu, seperti pada laut yang pernah kau selami selama sekian waktu namun tak urung memberi badai juga...
Percayalah, seiring doa dan ketabahanmu, tak lama lagi, tangan yang terentang dan siap memelukmu akan terlihat dari jauh. Meski masih samar, ia hanya akan ada buatmu menjadi nyata. Cuma buatmu!



*Namun begitu, pilihan ada padamu. Aku tak berkuasa apa-apa. Move on or go ahead. Tetap menjadi nelayan, atau menjadi sesuatu yang baru dan mandiri. Pulang kembali ke rumah meski kau tahu bakal tersesat tapi pasti sampai di rumahmu atau kau tetap berdiam di sana, hidup dengan sakit dan perih yang sama.
Mohon maaf, jika pena hati ini tak berkenan bagimu. Sayang, Tersenyumlah untukku :)

Senin, 06 Juni 2011

Terima Kasih

Terima kasih...
Dua kata sederhana
Namun memiliki esensi luar biasa
Dibaliknya terekam doa-doa yang tersamar

Sesungguhnya, saat kau dengar ucapan terima kasih dengan tulus
Saat itu pula kau menjadi berkat buatnya
Detik itu pula doa berbalut senyum menghembus perlahan menuju langit
Membukakan berjuta aura kebaikan indah turun ke atas kepalamu

Ketika berterima kasih, tuturkanlah dengan santun dan penuh senyum
Ketika menjadi penyebab orang lain berterima kasih, lakukanlah dengan rendah hati
Ah, aku ingin melakukan banyak hal yang membuat siapa pun mengucap terima kasih
Dalam ikatan alam semesta raya ini; melahirkan kedamaian, kelegaan yang membuat Tuhan tersenyum jua.......

Minggu, 05 Juni 2011

Pisau

Pisau itu tersamar di senyummu
Memikat siapa saja yang memandangmu
Jleb! Jleb! Jleb!
Begitu bunyi pisaumu di setiap jantung itu saat ia menikamkan pesona dirimu
Tuntas, lugas, lembut, sekaligus menyesakkan

Aku pun tak kuasa menghindarinya
Saat malam itu kau menyapaku
Dengan jutaan pisau dibalik tubuhmu
Siap menguliti hatiku

Ah, aku akhirnya roboh
Pisaumu terlampau tajam dan menyilaukan mata
Aku pingsan!
Aku berada di pelukan jutaan pisaumu kini

Aku bingung, linglung
Haruskah aku sedih, atau suka?
Aku ini sedang terluka atau penuh suka cita?
Jelas terasa, bahwa kau adalah candu!
Aku, inginkan kau tak menguliti hatiku
Namun mengiris tipis-tipis rindu ini, yang kian hari kian menyesakkanku!

Sabtu, 04 Juni 2011

Mukjizat Paling Sederhana

Aku ingin menjadi mukjizat paling sederhana bagimu

Ketika kau berucap, "Terima kasih sayang," sesaat setelah aku menemanimu ke dokter gigi.

Ketika kau berucap, "Terima kasih sayang," sesaat setelah aku sajikan teh hangat tanpa kau minta, dan saat itu kau memang menginginkan teh, bukan kopi.

Ketika kau berucap, "Sekarang, badanku terasa lebih baik," sesaat setelah aku usap punggungmu dengan minyak kayu putih.

Ketika kau berucap, "Sekarang, dadaku terasa lebih lapang," sesaat setelah aku mendengarkan segala keluh kesahmu tanpa menyela, dan kau bisa tertidur pulas malam itu.

Ketika kau berucap, "Masakanmu bercita rasa utuh. Rempah-rempahnya terasa kuat di lidah," sesaat setelah aku selesai menghidangkan masakanku untukmu.

Ketika kau berucap, "Bakwan dan pisang goreng ini enak," sesaat setelah camilan ini aku buat dan menggorengkannya untukmu.

Ketika kau berucap, "Segera aku edit. Terima kasih," sesaat setelah aku memberitahukan kesalahanmu -hanya satu huruf saja- dalam mengetik sebuah alamat.

Ketika kau berucap, "Terima kasih, kau sudah meneleponku," sesaat setelah aku menghubungimu; dalam situasi apa pun dirimu.

Ketika kau berucap, "Terima kasih sayang," sesaat setelah aku membangunkanmu pada setiap pagi yang kau jelang.

Ketika kau berucap, "Tolong, sertakan aku di dalam doa-doamu," sesaat setelah bulir-bulir kayu cendana itu ada dalam genggamanku.

Ketika kau tersenyum dan mengacak rambutku, sesaat setelah aku kecup punggung tanganmu.

Jumat, 03 Juni 2011

Apiku Untukmu

Api itu mulai membakar kulitku
Menyengat, buyarkan segala sejuk yang pernah ada

Api itu mulai membakar dagingku
Merambat hingga ke degup jantungku

Tak ada lagi yang akan aku pertanyakan
Semua telah jelas; kau lebih menyukaiku menjadi abu