Menembus jalan di kotaku, pada suatu
ketika (mulai mendongeng – karena aku
lupa hari apa waktu itu). Terdengar suara sirene dari arah belakang. Suaranya
memekakkan telinga. Spontan, kepala langsung menengok ke belakang. Ternyata
suara sirene itu berasal dari satu ambulance jenazah, dikawal motor patroli
polisi mengebut menyeruak kendaraan-kendaraan lainnya. Pikiranku langsung
berputar-putar seperti seorang anak kecil sedang mengherankan apa yang baru
saja dilihatnya.
“Mengapa ambulance pengangkut
jenazah itu harus terburu-buru pergi ke pemakaman?” Demikian pikiran heranku.
Ya, mengapa harus terburu-buru sampai lampu merah pun diterabas, mengebut
sehingga kendaraan-kendaraan lain harus menepi. Siapa pun orang di dalam peti
mati itu, entah pejabat atau orang awam, atau apa pun strata orang itu,
bukankah sebaiknya wajar-wajar saja saat mengantarkan ke tempat terakhirnya,
toh pemakaman tidak akan lari, dia tetap tinggal di sana. Lokasinya tidak
tiba-tiba pindah sehingga harus tergesa-gesa mengikuti laju pindahnya pemakaman
itu.
Menurut pemikiranku sebagai orang
awam rakyat jelata ini, kendaraan yang menjalankan dirinya dengan mengebut
terburu-buru itu seolah ingin berteriak sekencang-kencangnya: “BERI AKU JALAN!”
adalah kendaraan pemadam kebakaran, ambulance pembawa korban kecelakaan atau
orang sakit yang memang memerlukan Instalasi Gawat Darurat. Bagaimana bisa
membedakannya? Anggap saja ambulance lewat itu baru akan menjemput orang ketika
butuh Instalasi Gawat Darurat. Namun bukan ambulance bertuliskan Ambulance Jenazah
(Kereta Jenazah).
*Melihat lewat layar kaca,
seorang Nelson Mandela saja, mobil jenazahnya dijalankan perlahan dan penuh
etika.