Aku seorang awam di bidang politik *eh, sepertinya tepatnya awam dalam segala bidang deh :D*
Tetapi aku adalah bagian dari rakyat Indonesia *itu pasti!* yang lahir di bumi Indonesia yang sangat kucintai ini. Jadi, boleh dibilang aku ini darahnya 100% Indonesia *karena aku pun tidak ingin menjadi warga negara mana pun, selain Indonesia (kecuali kepepet harus eksodus :D) dan aku tidak begitu ingin berkeliling dunia (kecuali diongkosin :P) sebelum aku menjelajahi Indonesia tercinta. Jadi, secara psikologis, jangan diragukan lagi tentang cintaku, baktiku yang meski kecil ini *ngambil sampah sebiji saat aku lihat dia ada di deket kakiku : sebiji doang :D* terhadap negeri yang sejak dulu terkenal sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi.
Baik... Sebagai rakyat yang lugu dan tidak mengerti apa-apa ini *halah lugu... Sing ora lugu ki sing kepiyejal? :D* Ya, maksudnya lugu itu karena aku hanya tahu jalan pergi dan pulang kantor *ah, itu mah kuper atuh, bukan lugu :P* wis embuh jenenge opo..pokoke aku ga ngerti dunia politik aja :D.
Ya, ya... Sebagai rakyat yang serba awam ini boleh dong kalo aku mempunyai ketersediaan pengandaian di dalam hati dan otaknya.
Begini. Aku melihat dalam berbagai pemilukada di Indonesia maupun pemilu presiden itu sepertinya kebanyakan rasa persaingannya deh. Kalo diibaratkan dalam masakan itu kebanyakan garam. Garam itu sangat-sangat berguna lho *tapi bagi penderita hipertensi ojo akeh-akeh ya* sehingga, garam yang dinilai sangat berguna itu jika terlalu banyak ditumpahkan ya jadi nggilani kan..? Bener ndak...? Persaingan di ranah politik ini menurutku serba berlebihan. Lebih ke arah curangisasi dan gontok-gontokan. Kayane ki belum dewasa gitu.
Maka, jika aku menjadi : Pak Jokowi, aku mending mundur aja deh. Kata orang bijak, mundur itu bukan sebuah akhir lho. Saat melihat lawan politiknya itu koq sepertinya ngotot banget pengen menjabat, sampai melakukan segala-galanya demi jabatan itu. Toh, Pak Jokowi bisa melanjutkan karyanya yang dahsyat itu di daerahnya kan? Jadi, pernyataan mundur bukan berarti sebuah akhir itu memang logis.
Keputusan mending mundur, apalagi jika sudah melibatkan rakyat. Semua yang dilakukan demi rakyat kan...? Kalo misal rakyat jadi kisruh... Ah, jangan sampai deh, meski udah ada tanda-tandanya :D
Ya, itulah sekelumit ketersediaan pengandaian di dalam hati dan otakku yang serba minimalis ini. Mundur bukan berarti melepas tanggung jawab. Tetapi jiwa bebas dan legowo itu sangat-sangat bermanfaat dan menenangkan. Terutama buat para penjabat yang kelihatannya tidak pengen turun dari jabatannya.