Raut wajahmu nanar memandangiku
Entah apa yang berkecamuk dalam benakmu
Saat kudapati kau ingkar dari pelita janjimu
Kau tiup perlahan dari sekian kekuatanmu untuk memadamkan api janjimu
Senyumku segera menantang tatap matamu
Dua puluh menit yang lalu, tatapanmu seteduh rembulan biru
Kini, matamu bagai api yang berkobar liar
Ingin melumat tubuhku dengan sadis
Sayang, aku berkata padamu
Bahwa aku lebih memilih kau memilihnya
Camkanlah bahasa senyumku ini sebagai perdamaian antara kau dan aku
Meski dibalik senyum ini telah tercipta luka bakar paling perih dan menganga dengan darah segar yang tak kunjung usai
Baiknya, aku lebih memilih kau memilihnya; bukan memilih aku
Membiarkan pena ini berhenti menuliskan kisah tentangmu; saat berdua duduk di bangku tua menikmati malam dengan terang seadanya
Inilah ujung dari pejalananku
Setelah sekian waktu aku mengenalmu, memanjakanmu, berada dalam pelukanmu
Inilah kekuatanku yang paling tabah; membiarkan kau pergi
Inilah awal mula air mataku; mecipta senyum manis terakhirku buatmu
Inilah rancu kembang mawar itu; kehilangan duri rindunya untuk tetap menancap di hatimu
Inilah kegetiran itu; cinta yang sesungguhnya telah aku selami
Dan bagiku, inilah yang kusebut intisari dari kasih
Seminggu Nuel Lubis Ngomel-Ngomel Melulu
11 jam yang lalu
4 komentar:
uhh.....sendu sekali puisinya...lg galau ya..
oot: test komentar, anonim apa gak..hehehe
wuih....puisinya keren mba' pengen belajar sm mba.
Sukses yaaa
bunga mawar itu indah tapi bisa menjaga diri
Posting Komentar