Perjalananku di sebuah sore di tanggal lima januari dua ribu sebelas... Saat itu angkot yang kutumpangi ga berapa banyak penumpangnya. Aku memilih duduk di ujung pada bangku pendek. Bahasa angkotnya itu di sebelah kiri, sedangkan bangku panjang itu disebut sebelah kanan, dan jika ada bangku satu biji yang saling bertolak belakang dengan area sopir, itu disebut bangku artis, karena yang duduk di situ bagai artis yang dilihat para penonton dari bangku di kedua sisinya. Ah..ada-ada saja..:))
Tepat di depanku, ada tiga orang penumpang. Masih sangat belia, perkiraan usianya baru belasan tahun - kayaknya mereka masih duduk di kelas dua Menengah Pertama. Dua cewek dan satu cowok. sedangkan di sebelah cowok muda itu ada beberapa lagi penumpang lainnya, juga di sebelah kiriku. Mereka asik dengan teknologi yang digenggamnya, kecuali mereka bertiga yang tak hentinya mengumbar tawa dan mengobrol.
Dari sikap para muda mudi itu, terlihat sebuah jalinan yang sudah sangat dekat satu sama lainnya. Jujur, menurutku mereka norak. Dengan sikap yang diperlihatkan pada khalayak umum se-angkot raya yang kutumpangi... HALAH... Bukan karena tawa dan obrolannya lho.
Tapi ya sudahlah, aku memilih autis dengan hapeku... Tadinya aku mau ngeblog dan langsung posting apa yang kulihat ini di blogku saat itu. Tapi, sepertinya batere hapeku ga memungkinkan buat melakukannya.
Sambil mereka berceloteh dengan bahasa daerahnya, sang cewek yang duduknya tepat di sebelah cowok itu makan makanan ringan dan minum soft drink botol. Seusai dia menyisakan sedikit dari makanan ringannya, yang disimpan di tasnya, cewek itu langsung meminum minumannya, dan botol yang hampir tak ada isinya itu diberikan kepada teman cowoknya. Kebetulan jendelanya terbuka lebar, dan sesekali cowok muda itu menikmati angin dari luar.
Sesaat, botol minuman itu dipegangnya dan hendak membuang botol itu ke jalan raya. Mataku mulai tajam menatap ke arahnya. Dalam hatiku berbisik "Jangan kamu buang sampah itu ke jalanan, apapun alasannya...!"
Tak kusangka, dia juga menatapku. Reaksi matanya yang tadinya berbinar, kemudian melemah dan tangannya pun dengan perlahan menghindar dari jendela itu. Rupanya, sang cewek di sebelahnya tanggap dengan keadaan yang dihadapi oleh temannya yang satu ini. Diambilnya botol kosong itu, dan dia buang ke bawah bangku tempat dia duduk.
Batinku berbisik kembali, "Mmhhh...terima kasih, de... Botol itu ga jadi dibuang ke jalan raya, selagi kendaraan ini sedang melaju... Ga apalah kamu taro di bawah bangkumu, minimal tar orang yang ngebersihinnya gampang..."
Aku jadi senyum dalam hati. Mataku yang dulu selalu ditertawakan teman-temanku dalam candaan, karena jika aku tertawa, yang kata mereka mataku ilang ini bisa mengurungkan anak itu membuang sampah sembarangan. Gila aja, buang sampah ke jalan raya...!
* Salutku buat orang-orang yang dengan rendah hati mau membawa sampah yang dihasilkannya di dalam sebuah perjalanan, di manapun itu... Untuk kemudian dibuang di tempat yang seharusnya. Kita tak bisa membantu penyapu jalan itu, tapi setidaknya kita bisa membantu untuk tidak membuang sampah sembarangan. Biarlah para penyapu jalan itu hanya membersihkan daun-daun yang jatuh berguguran, dari pohon itu, dari alam... Bukan dari manusia yang berotak, berhati, dan berakal...!