"Lazuardi Wibowo... Sepertinya akan lebih baik jika kita ga ketemu lagi," Ujar Quina pelan sambil mendongakkan wajahnya ke atas, agar embun yang menggantung di kelopak matanya tak menjatuhkan diri ke pipinya.
Adalah seorang Quina Vasthi yang selalu menyebut lengkap nama Ardi, jika ia sedang serius, atau sedang kesal, atau sedang gemas karena sikap Ardi, atau ketika ia merasa bangga pada kekasihnya.
"Kenapa kamu berkata seperti itu?" Tanya Ardi dengan tatapan tak mengerti.
"Karena aku terlalu mencintaimu... dan di balik itu semua aku ingin segera mencoba untuk bisa membenci dan menghindarimu, agar aku tak lagi merasa terluka," Papar Quina lirih sambil memainkan minumannya, sementara embun yang sedari tadi menggantung jatuh sudah. Quina tak sanggup lagi untuk menahannya.
Saat ini pula, keindahan dan suasana romantis yang dipersembahkan Bali Heaven berubah menjadi kepedihan bagi Quina, meninggalkan ribuan tanya bagi Ardi.
"Hei, hei, hei... Quina sayang, what's going on? Aku semakin ga ngerti perkataanmu. Please tell me. Aku beneran bingung ini," Ucap Ardi dengan lembut. Kaget Ardi melihat lelehan air mata Quina yang menyertai tutur lirih dari bibir Quina yang pernah dilumatnya beberapa kali. Belum banyak. Saat ini pun, sebenarnya ia ingin menambahkan satu kecup lagi ke bibir Quina. Tapi itu tidak mungkin dilakukannya di tempat seperti ini. Tangannya refleks menyeka air mata Quina dengan terheran-heran. Ia merasa tak tahan jika melihat air mata perempuan.
Adalah seorang Lazuardi Wibowo, yang tiba-tiba menyelipkan Bahasa Inggris di sela-sela tuturnya jika ia sedang panik melihat air mata, atau jika sedang marah, atau jika sedang menunjukkan kekagumannya terhadap sesuatu, atau ketika ia merasa tersanjung, untuk menutupi rasa GeEr-nya.
***
Quina membuka matanya perlahan. Ada rasa perih yang membangunkannya dari tidur. Matanya sembab, karena tangis semalaman. Ia semalam pergi meninggalkan Ardi begitu saja. Ia tak menghiraukan suara Ardi yang memanggil dan mengejarnya. Ia juga tak menjawab ribuan tanya yang menyelinap di mata Ardi, saat akhirnya lengannya berhasil dipaksa lembut dan dibimbing Ardi untuk masuk ke mobil Ardi. Di mobil itu hanya ada suara desing mesinnya saja. Deru angin dan sepi.
Terbayang kembali rasa shocknya saat ia melihat Ardi berjalan bersama Shinta, sahabatnya di sebuah mal dua hari yang lalu. Shinta adalah sahabat Quina di masa kecil hingga kelas dua SMU. Karena Shinta dan keluarganya harus pindah, ditambah dengan kesibukan masing-masing, mereka jadi jarang sekali bertemu meski masih berada di kota yang sama. Hanya SMS kecil yang menghampiri mereka sekadar menanyakan kabar, tak lebih. Asal di antara mereka saling tahu tentang kesehatannya masing-masing, itu sudah cukup bagi mereka.
Quina dilema. Ia telah terlanjur menyayangi Ardi. Tapi ia juga tak tega dengan perasaan Shinta jika ia keukeuh mempertahankan Ardi di sisinya. Perlu kebesaran hati untuk menyikapi dilema ini.
Namun, jika disimak dengan seksama, ada rasa sayang lebih tulus dari Ardi untuk Quina. Ada tatapan yang lebih khusus ditujukan kepada Quina. Bisa dikatakan bahwa Ardi memang lebih mencintai Quina, dan Quina tahu itu saat ia tak sengaja melihat bagaimana Ardi memperlakukan Shinta.
Akhirnya Quina sadar diri. Tekadnya sudah bulat. Jika keyakinan cintanya berkata bahwa Ardi lebih menyayanginya, maka sampai kapan pun, dan bagaimana pun caranya, Ardi akan tetap bersamanya; selamanya. Hatinya pun sudah bulat, bahwa ia akan mempertemukan Ardi bersama Shinta suatu hari nanti. Di sana, di Bali Heaven, Ardi akan segera mengetahui apa yang belum diketahuinya. Ribuan tanya yang sempat tertinggal di Bali Heaven, akan segera menemukan jawabannya sendiri di tempat ini pula. Jika sudah demikian, maka Quina akan pergi dari kehidupan Ardi selamanya. Ia akan membawa jutaan keyakinannya akan cinta Ardi padanya. Dari sanalah, ia akan meminta Sang Waktu untuk memintalkan masa depan baginya; bersama Ardi, atau tidak.
***
Bali Heaven telah menjadi tempat persinggahan berbagai suasana hati. Ia akan menjadi kenangan yang hidup untuk selamanya; setidaknya bagi Quina.
Sebuah Puisi di Hari Ibu
16 jam yang lalu
3 komentar:
Wah...ini cerpen ya Mbak..sangat mendayu dengan polemik cinta yang dihadirkan...nice share
perlu kekuatan yang besar untuk menerima kenyataan orang yang dikasihi telah mendua apalagi pada teman sendiri...
ketegaran dan keyakinan akan jalan hidup yg sdh digariskan olehNya. Dan satu lg yg menarik tokoh yg mbak tulis sama persis nama lengkap dan nama panggilan anakku yg pertama Lazuardi Wibowo sekarang usianya 20 thn
Posting Komentar