Hendra baru saja duduk di kursi kesayangannya, ketika ponselnya berdering.
"Pak Hendra, kita ngobrol yuk. Ada beberapa masalah kantor yang ingin aku obrolin sama bapak. Kita ketemu di Madtari ya, biar nanti aku yang bayarin," Cerocos Yanto di seberang sana.
"Oke, tunggu paling lama lima belas menit ya," Ujar Hendra kemudian.
Madtari, sebuah tempat seperti pujasera ini menyediakan aneka makanan dan minuman. Roti bakar beraneka rasa, ada mie instant rebus, biasanya yang dipake adalah indomie (tidak bermaksud promosi lho - red.) Jika pesen indomie rebus di sini, selain mie tentunya, isi di mangkoknya ini pasti menggunung karena di atas mie itu ditaburi keju chedar parut yang berlimpah ruah. Begitu juga dengan roti bakarnya. Dijamin blenger deh...
Di tempat ini jarang sekali sepi pengunjung. Selalu rame. Kebanyakan mahasiswa UNPAD atau ITB yang nongkrong di sana. Murah meriah, itu alasan mereka memilih Madtari.
Terlihat Hendra dan Yanto tengah berbincang serius ditemani roti bakar rasa strawberry-cokelat, keju-kacang. Setelah agak lama roti itu mereka habiskan, akhirnya mereka bangkit dari tempat duduk mereka dan berjalan beriringan. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Makasih ya pak, atas waktunya. Aku sekarang udah plong," Ujar Yanto sambil tersenyum.
"Sama-sama, To. Kamu ati-ati di jalan ya, Jl. Soekarno-Hatta jauh lho dari sini," Timpal Hendra.
Sepulang dari tempat makan itu, Yanto memang mau pergi lagi ke kantor, untuk inspeksi pengiriman barang. Dari situ, ia melewati Astana Anyar, daerah pekuburan umum.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ia menepikan sepeda motornya ke pinggir jalan. Saking asiknya, ia tak menyadari kalo ia berhenti di tengah area pekuburan itu.
Setelah selesai berbincang dan bersiap menghidupkan mesin motornya, entah mengapa ia ingin sekali menengok ke belakang.
Terjawab sudah, mengapa ia ingin menengok ke belakang. Ternyata ia melihat pemandangan yang belum pernah ia jumpai sebelumnya. Ia tak pernah mengenal Kuntilanak. Tetapi, ia yakin bahwa ia kini sedang melihatnya berjalan dari arah pekuburan menuju ke tempat Yanto berdiri. *Mungkin dia mau maen kali ya... :D*
Bergaun putih, rambut panjang ke depan, sehingga ia selalu tak menampakkan wajahnya.
Menyadari itu semua, tanpa berlama-lama di tempat itu, Yanto langsung tancap gas, tak mempedulikan apa-apa lagi.
"Aku bilang juga hati-hati. Ini kan malem Jumat," Kata Hendra kalem. Suara Hendra di telepon sangatlah lirih bagi Yanto. Mungkin, ini adalah tanda-tanda Yanto mau pingsan.
"Iya pak... Jika aku tau dari tadi kalo ini malem Jumat, pasti aku ga akan lewat jalan itu. Masih untung aku bisa nyampe kantor pak," Ujar Yanto lemas.
Sebuah Puisi di Hari Ibu
17 jam yang lalu
8 komentar:
Ihh...malah jadi merinding aku bacanya Mbak..Gak kuat akhir ceritanya...hehe
hehheheheehh...cuma mau kritik judul aja...kan maksudnya bahasa jawa ...harusnya, LINGSIR WENGI ( menjelang malam )...itu ajah..ceritanya?...bagus...blm seseram Basuki Abdullah bikin novel..xixixixiixiixixix....tapi...wani piro?...eh kesini ini aku jadi inget ada janji yg blm kutepati. tapi opo yo?...sial..lupa...hasyah..
mungkin judulnya sengaja diplesetkan ya lingsir menjadi lengser?
weh, horor nih.. jadi gak brani pulang >.<
Fenomena yang sengaja di plesetkan pada suatu judul bacaan merupakan tantangan tersendiri bagi si penulis untuk dapat mengembangan inspirasinya sebagai daya tarik tersendiri.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah's Blog
-windflowers- menjawab :
@mas iskaruji dan ra-kun.. Duh, maafin ya..bukan maksudku bwt nakutin..tp mau crita kejadian malem jumat kemaren..
@adit mahameru..makasih banget bwt masukannya..tp judulku memang ku bikin demikian, utk versi alam gaib menjadi 'lengser' eheheh..
@joe dan mas indra..gpp kan ya kl akhirnya diplesetin..ehehehe..makasih juga bwt kalian berdua.. :)
Salam
Oh, lengser wengi toh. Ternyata di plesetkan judulnya. Saya tadinya sependapat sama mas Adit Mahameru tuh. Untung aja masih bisa konsen bawa motornya ..
Salam kawan
hiiiiiiiiiiiiiiiyyyy....tumben ni mbak diana bikin cerita serem,..mimpi apa mbak???:D
Posting Komentar