Di satu hari, ketika aku menunggu warung kecilku, kalo ga salah waktu itu hari Minggu siang, ada seorang pengemis dengan rambut gimbal dan pakaian yang lusuh, disertai dengan wanginya yang pesing menusuk hidung, dia mampir ke warungku. Mungkin usianya sekitar setengah abad.
Segera aku memberi satu uang logam lima ratusan ke dalam rantang berwarna silver yang disodorkan wanita itu kepadaku. Biasa, jika mulai hari Sabtu dan Minggu, selain para pengemis, para penyanyi jalanan yang mampir ke warungku juga suka lebih banyak daripada hari-hari biasa.
Berbagi, meski sedikit, untuk orang-orang yang (bisa jadi) rejekinya tertitipkan di warung ini.
Setelah aku beri uang logam itu, dengan tanpa mengucapkan terima kasih, dia langsung pergi. Ah, tak apalah dia ga ngucapin terima kasih juga. Mungkin dia lupa.Aku juga ga menuntut ucapan itu, yang penting aku udah memberi apa yang dia minta, tak peduli berapapun nominalnya.
Aku masih memperhatikan langkahnya yang mulai menjauh. Namun, baru saja beberapa langkah dia berlalu dari sini, dia balik lagi ke warung, dan dia berkata, "Minta L.A. Menthol sebungkus... yang menthol ya..." Dia menegaskan, bahwa dia ingin beli rokok yang menthol (sambil nunjukin L.A. yang berwarna hijau ke lemari kaca kecil tempat rokok).
Dalam hati, aku berbisik, "Haaaa...!! Ga salah ni, seorang pengemis wanita beli L.A. Menthol? Ckckck..."
Sambil aku mengambilkan dan menyerahkan rokok itu, dia menghitung pundi-pundi uang yang akan diberikannya kepadaku. Maaf, udah 'wanginya' menyeruak, uangnya recehan; terdiri dari uang logam seratus, dua ratus, dan beberapa logam lima ratus rupiah. Udah gitu, uangnya lengket pula...dan dengan otomatis, aku harus menghitung ulang. Kebayang kan seberapa lamanya aku membutuhkan waktu untuk menghitungnya kembali, dengan nilai sembilan ribu lima ratus rupiah.
Dengan kesabaran yang agak ekstra, akhirnya aku selesai juga menghitung uang itu. Aku juga ga mau rugi dong... Hanya karena aromanya, masa aku ga cek lagi uangnya...hehehe...
Sebagai warung kecil, aku tentunya sangat menghargai nilai uang yang harus aku terima, apapun jenis uang yang digunakan oleh pembeli. Mau pake receh, ataupun bila ada pembeli yang menggunakan uang lembaran yang sudah kucel super dekil. Asal uang kertasnya ga sobek setengahnya, yang hanya meninggalkan satu nomor seri saja, aku pasti menerima alat pembayaran itu, yang nantinya aku masukkan ke bank, agar tidak beredar kembali ke masyarakat. Tapi sepanjang aku melakukan itu, masih banyak koq uang kertas yang kucel dan lembab yang masih beredar. Ah, yang penting aku udah berusaha....hihihi...
Setelah uang itu kuhitung pas, akhirnya dia benar-benar pergi dari warung ini sambil memasukkan rokok itu ke dalam rantangnya.
Untung saja, pada saat aku menghitung uang-uangnya (yang kemudian uangnya kucuci), belum ada pembeli lain yang datang. Mungkin, itulah waktu-waktu istimewa yang tersedia buat aku dan dia...wkkkkk...biar aku tak terusik, dan tenang mengerjakannya...
Barulah, seorang pembeli sekaligus tetanggaku datang hendak membeli sesuatu, dan dia berkata, "Kalo ada orang yang kaya gitu lagi, jangan dibiarin lama..."
Rupanya tetanggaku ini sempat melihat pengemis itu berlalu dari sini.
Aku cuma nyengir sambil berkata, "Gimana ga lama bu... Orang uang yang dikasihinnya juga receh... Jawabku sambil masih tersenyum.
Tetanggaku itu cuma bisa tertawa renyah saat mendengar kisahku...
Satu yang aku heran... Koq uang penghasilannya di siang itu digunakan untuk membeli rokok, dan bukannya digunakan untuk membeli beras misalnya, atau untuk membeli kebutuhan pokok lainnya. Bener deh...jujur, aku agak terkesima dan heran... Bukan aku ga ngebolehin dia membeli apapun yang dia pengenin, wong itu juga uang-uangnya dia, dan itu haknya mau dibeliin apapun juga.
Sekali lagi, aku hanya mengherankan 'pembeliannya' di warungku...tak ada maksud lain...atau bisa saja aku mungkin terlalu naif...hehehe... Tapi sampai hari inipun, aku masih tak habis pikir jika mengingat kejadian di Minggu siang itu.
Sekali lagi, aku hanya mengherankan 'pembeliannya' di warungku...tak ada maksud lain...atau bisa saja aku mungkin terlalu naif...hehehe... Tapi sampai hari inipun, aku masih tak habis pikir jika mengingat kejadian di Minggu siang itu.
Fenomena apakah ini?
Apapun dan bagaimanapun fenomenanya, namun buatku, hal ini sungguh dapat menjadi pengalaman yang boleh dibilang berharga dan langka, soalnya ni baru sekarang ini aku mengalami ini semua.
Dan...dari pengalaman ini pula, aku belajar bahwa alangkah bijaknya, jika kita mampu menggunakan uang penghasilan kita dengan adil, sesuai kebutuhan kita.
Ya... Itulah sebuah hikmah yang kudapat di hari Minggu siang di awal bulan Juli lalu......
8 komentar:
ya mungkin aja beliau bisa semangat krn rokok menthol,kyk aku juga menthol..hihihi..mungkin juga di rumahnya banyak beras..banyak kok yg alasan mengemis guna menyamar ataupun men test orang atas perilakunya. Ya yg penting ikhlas dan sabar menjadi acuan,kalo hanya memberi orang dari rejeki kita yg dari Allah Swt. berprasangka baik ya jeng...smoga naik derajatmu di mata Alah. amin..
hmm,, tapi ga jarang loh pengemis itu kaya. dia emang pekerjaannya mengemis di jakarta misalnya. eh, ternyata di desa dia punya sawah berhektar2 dan rumah mewah. serius!! hehe
@ belantara indonesia...emang sih segala kemungkinan itu akan tetep ada..
@ thya...iya thya..aku jg smpet denger sih..mungkin sekali lagi..aku aja yg naif menyikapi hal ini heheh
Jangan salah mbak, mungkin di rumahnya beras udah banyak. Yang dia mengemis itu buat beli HP baru hehehe.
Maaf ya (jangan2 pengemis itu blogger juga mbak hihihi)
saya sudah tidak heran kalau sama yg begituan mbak, sepertinya mengemis adalah sebuah profesi, bukan semata mencari uang penyambung hidup. makanya sekarang sulit membedakan mana yang mengemis sebagai penyambung hidup, mana yang mencari kekayaan... :)
hm, lain orang memang lain cara pandangnya kok...
ya.. memang pengemis sekarang aneh-aneh aja. kadang kasihan sama pengemis, kadang juga curiga lihat penampilannya. apalagi klu msh kelihatan sehat/normal. kenapa gak cari kerja apa aja yg penting halal tp lbh terhormat ya, sekalipun itu hanya tukang sapu. tapi mgkn bagi mereka justru mengemis itulah pekerjaannya, bukan semata-mata kepepet. menurut ustadz yg sebaiknya kita sedekahi sebenarnya org yg miskin tp tdk suka meminta belas kasihan org lain.
iya ya, ga habis pikir, mungkin dia lagi butuh rokok kali, inget teman saya, biar ga' makan asal rokok jalan.
Posting Komentar