Thanks for this day.. May God bless us everyone and everywhere..
Diberdayakan oleh Blogger.

Sabtu, 14 Agustus 2010

Malaikat Pencabut Nyawa

Mbah Kung (Bahasa Jawa -Mbah Kakung- untuk sebutan kakek) segera bergegas pergi ke rumah Mbah Prawiro. Isterinya tadi ke rumah Mbah Kung, memintanya untuk ke rumahnya, karena suaminya sakit keras.

Sudah hampir dua bulan Mbah Prawiro menderita sakit. Kondisinya sangat memprihatinkan, sementara tanda untuk sembuhpun tak ada, tapi juga seakan sulit  dia untuk melepas nyawanya.

Sesampainya di sana, Mbah Kung lantas memberinya air minum yang telah diberi doa agar Tuhan senantiasa memberi yang terbaik untuk Mbah Prawiro. Jika memang Mbah Prawiro harus sembuh, ya mohon berikanlah tanda-tanda dari kesembuhan itu. Tapi jika memang Mbah Prawiro harus meninggalkan dunia ini, ya mohon berikanlah kelapangan jalannya, agar kepergiannya dimudahkan Tuhan, sehingga masa-masa dalam sakratul mautnya tidak berlarut menyiksanya.

Itulah inti doa dari Mbah Kung, jika diminta untuk datang ke rumah orang-orang yang meminta tolong padanya, jika ada salah satu keluarganya yang sedang menghadapi sakratul maut seperti Mbah Prawiro.

Setelah meminumkan air itu, Mbah Kung pun pamit pulang.
Tak berapa lama orang yang meminum air itu, akan berpulang kepadaNya dengan tenang.

Sudah banyak orang-orang di kampung itu yang merasa 'tertolong' oleh Mbah Kung, karena mereka menganggap Mbah Kung sudah meringankan 'beban penderitaan' yang akan meninggalkan dunia fana ini.

Menyikapi hal ini, Mbah Ti (Bahasa Jawa -Mbah Puteri- untuk sebutan nenek) merasa sedikit kesal. Mbah Ti menganggap bahwa suaminya itu adalah seorang  pencabut nyawa bagi orang-orang yang sedang menghadapi sakratul maut.

"Tiap orang yang kamu datengin, pasti meninggal dunia. Kamu itu koq kayak Malaikat Pencabut Nyawa saja," kata Mbah Ti suatu ketika (tentu saja dengan menggunakan Bahasa Jawa - red.).

Seperti biasa, Mbah Kung hanya diam  mendengar isterinya bicara demikian. Bukan untuk pertama kalinya Mbah Kung mendengar perkataan isterinya itu, tetapi sudah berkali-kali.
Pernah satu kali Mbah Kung menjelaskan pada Mbah Ti tentang apa yang dilakukannya kepada orang-orang yang meminta tolong pada Mbah Kung, tapi hingga detik itu, saat Mbah Kung melakukannya untuk Mbah Prawiro, pengertian tentang apa yang dilakukan oleh Mbah Kungpun tak kunjung datang.Malah ujung-ujungnya hanya perselisihanlah yang merebak.
Mungkin Mbah Kung menganggap bahwa isterinya itu tak akan pernah  mengerti apa yang dilakukannya, sehingga sampai kapanpun, Mbah Kung selalu memilih diam jika isterinya bicara apapun juga, bukan hanya tentang yang satu ini saja.

"Malaikat Pencabut Nyawa" itu kini telah tiada. Orang-orang kampung di pinggiran Yogyakarta tempat kakek dan nenekku tinggal itu sempat merasa kehilangan seorang Mbah Kung yang mampu mengayomi siapa saja, tak pernah banyak omong, pendiam, santun, dan ramah. Dia selalu berusaha menolong orang yang kesusahan tanpa pamrih. 

Mbah Kung meninggal tahun 1992, saat  sepak bola dunia digelar. Mbah Kung meninggal dengan tenang, yang sehari sebelumnya Mbah Kung telah beres-beres dan membersihkan halaman rumahnya, seolah Mbah Kung telah tahu jalan pulangnya; hari, jam, menit, dan bahkan detiknya. Mbah Kung meninggalkan seorang isteri yang menyusulnya tahun 1994. Sedangkan satu anaknya telah meninggal pula pada tahun 2001, dialah ibuku, yang menyusul ayahku yang lebih dulu meninggal tahun 1981...


Mbah Kung tak pernah melakukan hal ini jika tidak dimintai bantuannya.
Salahkah jika Mbah Kung mengamalkan apa yang dimilikinya, bisa menolong orang lain dengan cara yang demikian, yaitu membantu orang-orang yang  sedang menghadapi sakratul maut (yang dalam keadaan hidup  tapi susah meninggal) sehingga orang yang ditolongnya itu bisa menemukan jalan yang lapang saat menghembuskan nafas terakhirnya?




* Yogyakarta... I miss you everyday, ever after...

17 komentar:

Indahnya Kebersamaan mengatakan... [Reply Comment]

Nggak salah kok bu, ceritanya bagus bangets

Rezky Pratama mengatakan... [Reply Comment]

aku pengen ke jogjaaaaaa
hehee
berkunjung dengan senyuman....

misfah mengatakan... [Reply Comment]

Mbah Kakung cuma menolong, aku yakin orang yang ditolong Mbah kakukng akan berterima kasih sama Mbah Kakung walaupun dia telah berpulang seenggaknya jalan berpulangnya dipermudah. Semoga Amal dan Ibadah Mbah Kakung diterima Allah swt

misfah mengatakan... [Reply Comment]

Mbah Kakung cuma menolong, aku yakin orang yang ditolong Mbah kakukng akan berterima kasih sama Mbah Kakung walaupun dia telah berpulang seenggaknya jalan berpulangnya dipermudah. Semoga Amal dan Ibadah Mbah Kakung diterima Allah swt

Gaphe mengatakan... [Reply Comment]

Really nice memoar... Kenangan akan Mbah Kung, Mbah Ti, pasti akan selalu melekat di hati yaa mbak.. Sama, Mbah Kung saya dua-duanya juga udah meninggal.
*ditulis dari Jogja.. -halah-

Clara Canceriana mengatakan... [Reply Comment]

bukan kesalahan kok, menurutku hal semacam ini adalah anugerah

Meutia Halida Khairani mengatakan... [Reply Comment]

lagi teringat sama mbah kung yah..
jadi kangen juga sama kakek.. hiks..

Nyayu Amibae mengatakan... [Reply Comment]

kangen yogya juga.........................!!!!

attayaya mengatakan... [Reply Comment]

aku setuju dengan apa yang dilakukan beliau
dan aku juga pernah mendoakan hal itu kepada 2 org.
alhamdulillah mereka pergi dengan tenang
dengan maksud yg didoakan tidak mengalami siksaan panjang di dunia.

Anonim mengatakan... [Reply Comment]

Wallahu'alam...
Phenomena semacam ini memang ada disekitar kita khususnya di kepulauan Jawa.

Tidak ada yang salah, karena memang kita tidak pernah tahu niat Mbah Kung melakukannya. Selain itu, kematian sama sekali bukan kehendak Mbah Kung...

fanny mengatakan... [Reply Comment]

yg pasti nyawa kan di tangan Tuhan. itu kebetulan aja ya....orang yg ditolong mbah Kung malah meninggal.

deasy mengatakan... [Reply Comment]

aq jadi rindu..Mbah Kakungku dah lama seda(meninggal dlm bhs jawa) I miss him so much.. dulu sering diajak dan digendong kalau nonton wayang.. setiap orang pasti menjumpai kematian jika memamg saat itu adalah takdirnya, meski bukan keinginannya..

Mbah Kung" sangat berkesan sekali tulisan ini..

Unknown mengatakan... [Reply Comment]

ya sama dengan simbah kakung dan putriku telah tiada dgn keadaan yg susah dlm hidup walau tempo dulu dipandang dan dipanggil den nganten,tapi pergi dlm situasi susah, smoga selalu dlm berkah Allah Swt...juga eyangmu berdua ya jeng..

anggar berkawand mengatakan... [Reply Comment]

hallo kawand,,,..

SALAM KENAL dari tanah jawa(SOLO)
kunjungan perdana..
SALAM BERKAWAND ...

om rame mengatakan... [Reply Comment]

kaLaupun kisah tersebut memang kisah nyata, saya pun termasuk seperti Mbah Kung. merinding saya membacanya, karena saya pernah mengaLami.
saat orang tua (Bapak aLm.) saya sakit keras dan tindakan medispun (operasi) sudah suLit diLakukan karena pada saat itu usia sekitar 73 tahun, maka beLiau diminta saya untuk meLakukan haL tersebut. diaLognya kira2 seperti ini.
Bapak: Ram, toLong kamu shoLat tahajud. doakan Bapak, mintaLah kepada Allah kaLaupun kiranya usia Bapak masih panjang agar segera diangkat penyakitnya, tetapi kaLau usia Bapak sudah pendek agar dimudahkan jaLan untuk menghadap-Nya. seteLah kamu shoLat ambiLah air putih (sebagai media), bacaLah apa yang kamu bisa baca (berdzikir) seteLah itu doakan Bapak seperti tadi. nanti air putihnya untuk Bapak minum.
Rame: baik Pak, nanti akan saya Lakukan.

diLakukanLah haL tersebut seLama beberapa maLam (kurang dari seminggu), "aLhamduLiLah" akhirnya beLiau menghadap kepada-Nya dengan tenang di saat saya berada disampingnya, sesaat seteLah beLiau meminta minum (yg diawaLi dgn membaca basmaLah) untuk yang terakhir kaLinya dan beberapa saat seteLah beLiau minum (seteLahnya beLiau mengucapkan hamdaLah) beLiu beberapa kaLi berdehem (ehem, ehem, ehem.) dan pergiLah beLiau dengan tenang tanpa iringi dengan jerit tangis saya.
kenapa di atas saya katakan aLhamduLiLah dan saya tidak menjerit tangis di saat beLiau meninggaL?, itu karena Allah sudah memberi apa yang hambanya butuhkan dan disamping itu sang Bapak dengan tenang menghadap-Nya serta daLam kondisi yang (insya Allah) baik.
saya sudah tidak sanggup untuk menuLis Lagi (maaf)...

windflowers mengatakan... [Reply Comment]

@indahnya kebersamaan...thanks ya :)

@resky n ami...iya, I miss yogya very much :)

@ladyonthemirror...amin mba..thanks doanya :)

@gaphe...duh yg lg bablas liburan ke yogya hehe..iya mas, itu adl kenangan yg menjadi doa bwtku :)

@clara...yup, mbah kung emang pny kemampuan itu, cla.. :)

@meutia..iya mba, mgkn aku lg bener2 kangen sm tokoh2 yg membuatku ada ini :)

@attayaya n om rame...yup, aku pikir ini adl satu perbuatan yg mulia, dng membantu seseorang utk meringankan beban derita sebelum org itu meninggal. Utk om rame, ini kisah nyata koq om, dan aku jg merinding baca kisahnya om..maaf, mgkn aku udah bikin om menerawang terkenang saat2 terakhir almarhum ayahnya om, sampai om ga bs menulis lg utk melanjutkan kisahnya lbh dlm..semoga ayahnya om mendapat tempat terbaik yg istimewa di sisiNya..amin..

@belajardesigntshirt n fanny...mbah kung memang sekedar membantu yg membutuhkan pertolongan.selebihnya bukan wewenangnya, melainkan kehendak Tuhanlah yg kemudian berlaku dan paling menentukan.

@deasy...I miss him to very much and my grand ma, and my parents too..hope they have a happiness in heaven now...:)
Kakekku ga prnh marah. Dia hanya meletakkan telapak tangannya ke dahinya sambil menggelengkan kepalanya jk dia tidak menyetujui tingkah dr sapapun, tmsuk cucu2nya, seolah berkata "ora pareng, ngger..."

@belantara indonesia...hehe dr dulu mbah ti dan mbah kung hidup dlm kesederhanaan koq.. Jd, sama dlm hal apanya? Sdngkan mbah kung dan mbah puterimu disebut den nganten..hehe..sori mas, aku ga mudheng..:)

@anggar berkawand..salam kenal kembali, anyway thanks for your visiting..:)

Anonim mengatakan... [Reply Comment]

wehhhhh keren bnget mba critax, hmmm andai aq bisaaaaa......

Posting Komentar

[[ Form mobile comments ]]