Saat malam berangsur menjadi satu kepekatan yang sangat sempurna
Saat rembulanpun tersaput kabut kelabu, pucat pasi tak benderang...bahkan sinarnya seolah ditelan sang awan yang tak rela membiarkan cahayanya luruh ke bumi
Saat sepi kian merebak dengan teganya
Saat aku bercengkrama bersama embunku yang tersenyum indah
Memelukku dengan ribuan kesejukkannya
Tak kudengar suara apapun juga
Hanya binatang malam yang berkuasa penuh atas suasana ini, diselingi suara tokek yang menggema
Tiba-tiba, sayup kudengar, nyanyian seruling yang sangat menyayat kalbu
Satu nyanyian sunda yang tak kutahu judulnya
Mengalun menemani suasana gelap dan pekatnya malam
Suara nyanyian seruling bambu itu kemudian terhenti, dan diganti oleh suara tangisan seorang bayi, yang menjerit seolah ada kesakitan yang dirasakannya
Malam yang menghasilkan echo, benar-benar membahana
Sementara embunku masih bersamaku
Suara seruling itu kini muncul kembali, seiring menghilangnya suara tangisan bayi
Kembali mengalun, mendendangkan satu lagu sunda yang utuh, tak terpotong sedikitpun
Echonya sang malam yang mengantarkan suara itu ke telingaku
Aku hanya bisa diam terpaku bersama kesejukan embunku
Masih bersama embunku, ketika satu lagu penuh terurai
Seketika itu juga, suara deru motor tiba-tiba berseliweran, lewat di jalan ini...
Siapakah gerangan yang memainkan seruling itu hingga utuh penuh dinyanyikannya satu lagu?
Bayi siapakah yang menangis, menjerit membelah sunyinya malam ini?
Entahlah...
Tapi satu yang pasti, aku masih tetap bersama embun kesejukanku di sini...
Bandungku, benarkah aku sekarang telah menjadi soulmate mu, hingga engkau berkenan menyanyikan satu lagu untukku di malam sepi ini?
Saat rembulanpun tersaput kabut kelabu, pucat pasi tak benderang...bahkan sinarnya seolah ditelan sang awan yang tak rela membiarkan cahayanya luruh ke bumi
Saat sepi kian merebak dengan teganya
Saat aku bercengkrama bersama embunku yang tersenyum indah
Memelukku dengan ribuan kesejukkannya
Tak kudengar suara apapun juga
Hanya binatang malam yang berkuasa penuh atas suasana ini, diselingi suara tokek yang menggema
Tiba-tiba, sayup kudengar, nyanyian seruling yang sangat menyayat kalbu
Satu nyanyian sunda yang tak kutahu judulnya
Mengalun menemani suasana gelap dan pekatnya malam
Suara nyanyian seruling bambu itu kemudian terhenti, dan diganti oleh suara tangisan seorang bayi, yang menjerit seolah ada kesakitan yang dirasakannya
Malam yang menghasilkan echo, benar-benar membahana
Sementara embunku masih bersamaku
Suara seruling itu kini muncul kembali, seiring menghilangnya suara tangisan bayi
Kembali mengalun, mendendangkan satu lagu sunda yang utuh, tak terpotong sedikitpun
Echonya sang malam yang mengantarkan suara itu ke telingaku
Aku hanya bisa diam terpaku bersama kesejukan embunku
Masih bersama embunku, ketika satu lagu penuh terurai
Seketika itu juga, suara deru motor tiba-tiba berseliweran, lewat di jalan ini...
Siapakah gerangan yang memainkan seruling itu hingga utuh penuh dinyanyikannya satu lagu?
Bayi siapakah yang menangis, menjerit membelah sunyinya malam ini?
Entahlah...
Tapi satu yang pasti, aku masih tetap bersama embun kesejukanku di sini...
Bandungku, benarkah aku sekarang telah menjadi soulmate mu, hingga engkau berkenan menyanyikan satu lagu untukku di malam sepi ini?