Entah sudah berapa kali Penantian KD mengalun dari MP3 player di handphone aku. Lagu lawas di saat-saat aku menanti bintangku datang. Meski aku tak dapat merengkuhnya, namun setidaknya esensi dari lagu itu tak pernah pudar dan surut di batinku. Sebuah esensi dari perasaanku yang mengharu biru, terlebih saat dia berhasil mengaduk-aduk hatiku hingga menjadi sebuah getaran halus di jantungku, saat menatapnya di setiap kehadirannya yang cuma buat aku.
Satu lintasan sejarah dalam hidupku yang seharusnya tak lagi kukenang. Tak lagi kuingat. Aku sadari itu!
Karena ada embun pagi yang cemerlang di hidupku kini. Dia awalnya hujan tercantikku : my beautiful rain. Dia jugalah malaikat tanpa sayapku. Dia kekasih hatiku, tempat segala limpahan segala rasaku. Dia, yang selalu membangunkan aku dengan kesejukannya yang tiada tara dari mimpi-mimpiku. Menyelimutiku dengan senyum terindahnya. Dialah yang mengajari aku tentang banyak hal.
Tapi, mengapa aku tak berdaya untuk begitu saja mengubur bintangku? Aku sendiri juga tak mengerti, mengapa bisa demikian, meski aku telah mencobanya berulang kali. Padahal, satu rasaku padanya pun telah datar, tawar, dan netral. Biasa saja. Dia terkadang muncul dengan sekonyong-konyong di sini, di benakku. Kupikir, semua itu hanyalah lintasan yang sangat tiba-tiba. Tak bisa kucegah dan kuhalangi. Karena memang dia juga bagian hidupku yang berada di balik palung terdalam di jiwaku.
Bandungku, aku terkenang lagi bintangku, di antara kesejukan embun pagiku... Mungkin inilah saat-saat aku tak kuasa membendung segala kegelisahanku.
Satu lintasan sejarah dalam hidupku yang seharusnya tak lagi kukenang. Tak lagi kuingat. Aku sadari itu!
Karena ada embun pagi yang cemerlang di hidupku kini. Dia awalnya hujan tercantikku : my beautiful rain. Dia jugalah malaikat tanpa sayapku. Dia kekasih hatiku, tempat segala limpahan segala rasaku. Dia, yang selalu membangunkan aku dengan kesejukannya yang tiada tara dari mimpi-mimpiku. Menyelimutiku dengan senyum terindahnya. Dialah yang mengajari aku tentang banyak hal.
Tapi, mengapa aku tak berdaya untuk begitu saja mengubur bintangku? Aku sendiri juga tak mengerti, mengapa bisa demikian, meski aku telah mencobanya berulang kali. Padahal, satu rasaku padanya pun telah datar, tawar, dan netral. Biasa saja. Dia terkadang muncul dengan sekonyong-konyong di sini, di benakku. Kupikir, semua itu hanyalah lintasan yang sangat tiba-tiba. Tak bisa kucegah dan kuhalangi. Karena memang dia juga bagian hidupku yang berada di balik palung terdalam di jiwaku.
Bandungku, aku terkenang lagi bintangku, di antara kesejukan embun pagiku... Mungkin inilah saat-saat aku tak kuasa membendung segala kegelisahanku.
0 komentar:
Posting Komentar
[[ Form mobile comments ]]