Sore itu setelah pulang kantor, aku ga langsung pulang ke rumah. Aku ingin langsung berbelanja di satu supermarket favoritku, di salah satu sudut kotaku tercinta ini.
Setelah aku selesai mengambil segala keperluan rutinku ke dalam kereta dorong, aku menghampiri counter jajan pasar yang ada di supermarket itu. Saat ini, aku sedang kangen sama makanan tradisional seperti kue ku, getuk, puteri mayang, dadar gulung, dan lainnya.
Aku membeli beberapa jenis jajan pasar - ga banyak sih, pastel dan kue lumpur. Kemudian mataku tertuju pada bentuk kue yang baru aku lihat ada di situ. Bentuknya seperti bintang, ada yang menonjol di tengahnya, terbungkus lapisan tipis dari telur kocok. Segera aku bertanya kepada mbak yang jaga counter itu.
"Itu kue apa mbak?" Tanyaku.
"Oh, itu namanya puteri hamil mbak," jawabnya sambil kulihat senyum di bibirnya, di sela wajah yang telah lelah karena bekerja seharian. Kebayang juga, mungkin dia jarang banget duduk, karena pekerjaannya yang menuntut demikian.
"Itu tahu, isinya telur puyuh mbak," lanjutnya lagi.
"Gitu ya mbak...ya udah deh mbak, sama itu aja. Udah," ujarku padanya. Segera dia mencatat apa yang aku beli di nota. Kemudian dia memberikannya kepadaku untuk aku bayar di kasir, yang tak jauh dari situ.
Aku melenggang menuju arah kassa, tapi aku lupa apakah mbaknya sudah memasukan puteri hamil tadi di nota itu atau belum, karena aku tadi lupa ga nanya harganya.
"Mbak, yang hamilnya udah dimasukin ke sini belum?" Tanyaku sambil mengibas-ngibaskan kertas nota yang ada di tanganku. Sejenak mbak itu berpikir dengan mulut yang agak bengong. Tapi karena aku kemudian sadar dengan apa yang aku katakan, dengan bahasa nonverbalku, dia segera sadar bahwa yang aku tanyakan adalah kue puteri hamil tadi. Dengan tawa yang langsung berderai dan bibir yang lebar, mbaknya berkata,"udah mbak, itu yang harganya tiga ribu, hehehe"
Aku juga tertawa lebar ke padanya, sambil berkata,"oh ya udah, makasih ya mbak..."
Meski aku tak mengenal mbak itu, tapi aku jadi seperti telah lama mengenalnya. Ternyata membuat orang lain senang, tak seberat yang kuduga. Dalam hal kecil, sederhana dan perhatian yang tulus, ternyata sanggup mengusir keletihan di wajahnya dengan keceriaan yang alami. Sampai aku pulang melewati counter itu, kami masih bertukar senyum lebar.
Menjadi berkat bagi orang yang letih dan lesu, siapapun dia, semoga dapat menjadi nafas buatku, selalu....
Bandungku, aku bahagia melihat orang lain senang...bukan senang melihat orang lain sengsara karena aku...
Setelah aku selesai mengambil segala keperluan rutinku ke dalam kereta dorong, aku menghampiri counter jajan pasar yang ada di supermarket itu. Saat ini, aku sedang kangen sama makanan tradisional seperti kue ku, getuk, puteri mayang, dadar gulung, dan lainnya.
Aku membeli beberapa jenis jajan pasar - ga banyak sih, pastel dan kue lumpur. Kemudian mataku tertuju pada bentuk kue yang baru aku lihat ada di situ. Bentuknya seperti bintang, ada yang menonjol di tengahnya, terbungkus lapisan tipis dari telur kocok. Segera aku bertanya kepada mbak yang jaga counter itu.
"Itu kue apa mbak?" Tanyaku.
"Oh, itu namanya puteri hamil mbak," jawabnya sambil kulihat senyum di bibirnya, di sela wajah yang telah lelah karena bekerja seharian. Kebayang juga, mungkin dia jarang banget duduk, karena pekerjaannya yang menuntut demikian.
"Itu tahu, isinya telur puyuh mbak," lanjutnya lagi.
"Gitu ya mbak...ya udah deh mbak, sama itu aja. Udah," ujarku padanya. Segera dia mencatat apa yang aku beli di nota. Kemudian dia memberikannya kepadaku untuk aku bayar di kasir, yang tak jauh dari situ.
Aku melenggang menuju arah kassa, tapi aku lupa apakah mbaknya sudah memasukan puteri hamil tadi di nota itu atau belum, karena aku tadi lupa ga nanya harganya.
"Mbak, yang hamilnya udah dimasukin ke sini belum?" Tanyaku sambil mengibas-ngibaskan kertas nota yang ada di tanganku. Sejenak mbak itu berpikir dengan mulut yang agak bengong. Tapi karena aku kemudian sadar dengan apa yang aku katakan, dengan bahasa nonverbalku, dia segera sadar bahwa yang aku tanyakan adalah kue puteri hamil tadi. Dengan tawa yang langsung berderai dan bibir yang lebar, mbaknya berkata,"udah mbak, itu yang harganya tiga ribu, hehehe"
Aku juga tertawa lebar ke padanya, sambil berkata,"oh ya udah, makasih ya mbak..."
Meski aku tak mengenal mbak itu, tapi aku jadi seperti telah lama mengenalnya. Ternyata membuat orang lain senang, tak seberat yang kuduga. Dalam hal kecil, sederhana dan perhatian yang tulus, ternyata sanggup mengusir keletihan di wajahnya dengan keceriaan yang alami. Sampai aku pulang melewati counter itu, kami masih bertukar senyum lebar.
Menjadi berkat bagi orang yang letih dan lesu, siapapun dia, semoga dapat menjadi nafas buatku, selalu....
Bandungku, aku bahagia melihat orang lain senang...bukan senang melihat orang lain sengsara karena aku...
0 komentar:
Posting Komentar