* Kisah dari seorang teman yang telah lelah oleh sebuah lingkaran masalah, dan aku coba ekspresikan dalam bahasa tulisanku.
Aku terusik oleh suara gemericik air, dan matakupun terbuka dengan perlahan.
Haaaahh?! Ada apa denganku saat ini? Segala rasa demikian berdebam! Nyeri dan sesak memenuhi setiap pembuluh darahku.
Apakah aku telah pingsan selama beberapa saat?
Tiba-tiba, aku terduduk, dengan kepala yang terkulai di pundakku. Lemah dan lemas sekali rasanya... Ada apa sebenarnya ini? Jiwaku masih bingung dan sedih. Segalanya begitu cepat menekanku!
Aku tak percaya dengan semua kenyataan ini. Orang yang sangat aku hormati, aku kagumi, aku hargai, dan aku banggakan. Orang yang paling dekat denganku, yang paling bisa membuatku tertawa dan tersenyum. Orang yang selama puluhan tahun mengayomi keluargaku tiba-tiba berlaku tidak adil? Aku menangis tersedu, aku menjerit, aku meronta, aku membenamkan kepalaku di bantalku. Aku muak melihatmu, dan aku mengutukmu, bukan padamu aku mengutuk. Tetapi pada iblis yang telah merasuki jiwa dan pikiranmu, terbawa hingga ke ragamu, dengan senyum yang menjadi sebuah seringai yang sangat mengerikan bagiku, dan bagi keluargaku.
Aku tersadar dengan seluruh rasa dan inderaku yang telah mulai mencerna apa yang terjadi sesungguhnya. Sempat terpikir olehku untuk pergi ke pulau yang terpencil, demi menghindar dari semua yang terjadi di depanku. Tapi apakah ini akan menyelesaikan masalah? Aku sulung yang harus bertanggung jawab. Aku harus berjuang bagi keluargaku yang sangat aku kasihi. Tanpa mereka aku tak berarti apa-apa. Aku harus melindungi mereka dari amarah yang tiada kunjung berhenti. Akan aku hadapi. Aku tak gentar sedikitpun, tak kan mundur satu langkahpun! Aku masih punya nyali! Jangan kau kira aku tak berdaya menghadapi semua ini.
Dengan sisa-sisa daya yang masih Tuhan berikan kepadaku, aku mencoba untuk tetap tersenyum dan melihat semua ini dengan pikiran yang jernih dan tenang. Bukan alasan bagiku untuk tidak membuat orang-orang sekitarku untuk bahagia, hanya karena masalah yang masih terselubung dendam kesumat ini. Aku akan senantiasa membuat mereka tersenyum karenaku, dengan senyumku yang termanis pula, meski ragaku letih, dan jiwaku perih tak berujung.
Mama... Dialah yang akan aku bela seumur hidupku, dan kedua jagoan kecilnya. Dengan doa dan niat yang tulus dan ikhlas, semoga upayaku kini akan menjadi sesuatu yang terbaik buat keluargaku. Meski aku harus kehilangan seluruh air mataku sekalipun, aku akan tetap memperjuangkan hak mereka, yang telah terampas oleh orang yang benar-benar tak punya rasa dan tujuan yang baik. Aku heran, kemana perginya rasa kasih sayang yang dulu pernah dia tebarkan, yang pernah dia tanamkan dalam keluarga kami? Salahkah jika aku membencinya? Aku sendiri tak tahu. Memang, dia tak akan pernah ada di hatiku lagi. Tapi, dia tetap akan menjadi ayahku untuk selamanya, sampai kapanpun. Karena kolaborasinya dengan mamaku, aku lahir, dan sejarah telah mencatatnya. Sikap semena-menanya yang aku benci. Sangat aku benci. Sikapnya akhir-akhir ini semakin memantapkan hatiku untuk tetap membencinya.
Aku, tak mempersalahkan siapapun di antara kedua orang tuaku, atas kejadian ini. Tapi satu yang pasti, aku harus selalu berusaha agar aku bisa mengayomi mereka yang ada dalam keadaan tertindas, ditinggalkan begitu saja tanpa ada sedikit cinta lagi. Jika telah tiba waktunya nanti, dan apa yang aku upayakan ini tak menemukan hasil, pada akhirnya akan membawaku pada titik kepasrahan yang benar-benar pasrah. Pasrahnya pasrah. Luruhnya luruh. Tapi bukan berarti aku harus putus asa. Hanya mengandalkan kasihNya saja, aku memohon. Aku, wanita yang harus menjadi teladan bagi kedua adikku, dan peredam yang tangguh buat mamaku.
Aku percaya, masa yang indah akan terselami kelak. Bersama saling memberi kasih yang suci dengan niat yang lurus, semoga dapat menjadi nafasku untuk menghadapi segala yang memang harus terjadi. Semoga pula dengan landasan cintaku bagi keluargaku, sedikit demi sedikit dapat menghilangkan rasa benciku padanya. Karena tak ada pepatah di negeri manapun juga, hingga ke ujung dunia sekalipun yang pernah berkata, "kamu adalah bekas anakku..." ataupun sebaliknya.
Bandungku, aku telah memenuhi request temanku. Aku juga akan selalu berdoa buatnya, agar dia selalu kuat dan diberi daya yang cukup, untuk menyelami kejadian ini.
Semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini dapat menyemangatinya di dalam setiap pergumulannya. Membuat dia mantap di dalam langkah-langkah kecilnya menuju arah yang positif, lebih baik, dan lebih indah. Amin...
Haaaahh?! Ada apa denganku saat ini? Segala rasa demikian berdebam! Nyeri dan sesak memenuhi setiap pembuluh darahku.
Apakah aku telah pingsan selama beberapa saat?
Tiba-tiba, aku terduduk, dengan kepala yang terkulai di pundakku. Lemah dan lemas sekali rasanya... Ada apa sebenarnya ini? Jiwaku masih bingung dan sedih. Segalanya begitu cepat menekanku!
Aku tak percaya dengan semua kenyataan ini. Orang yang sangat aku hormati, aku kagumi, aku hargai, dan aku banggakan. Orang yang paling dekat denganku, yang paling bisa membuatku tertawa dan tersenyum. Orang yang selama puluhan tahun mengayomi keluargaku tiba-tiba berlaku tidak adil? Aku menangis tersedu, aku menjerit, aku meronta, aku membenamkan kepalaku di bantalku. Aku muak melihatmu, dan aku mengutukmu, bukan padamu aku mengutuk. Tetapi pada iblis yang telah merasuki jiwa dan pikiranmu, terbawa hingga ke ragamu, dengan senyum yang menjadi sebuah seringai yang sangat mengerikan bagiku, dan bagi keluargaku.
Aku tersadar dengan seluruh rasa dan inderaku yang telah mulai mencerna apa yang terjadi sesungguhnya. Sempat terpikir olehku untuk pergi ke pulau yang terpencil, demi menghindar dari semua yang terjadi di depanku. Tapi apakah ini akan menyelesaikan masalah? Aku sulung yang harus bertanggung jawab. Aku harus berjuang bagi keluargaku yang sangat aku kasihi. Tanpa mereka aku tak berarti apa-apa. Aku harus melindungi mereka dari amarah yang tiada kunjung berhenti. Akan aku hadapi. Aku tak gentar sedikitpun, tak kan mundur satu langkahpun! Aku masih punya nyali! Jangan kau kira aku tak berdaya menghadapi semua ini.
Dengan sisa-sisa daya yang masih Tuhan berikan kepadaku, aku mencoba untuk tetap tersenyum dan melihat semua ini dengan pikiran yang jernih dan tenang. Bukan alasan bagiku untuk tidak membuat orang-orang sekitarku untuk bahagia, hanya karena masalah yang masih terselubung dendam kesumat ini. Aku akan senantiasa membuat mereka tersenyum karenaku, dengan senyumku yang termanis pula, meski ragaku letih, dan jiwaku perih tak berujung.
Mama... Dialah yang akan aku bela seumur hidupku, dan kedua jagoan kecilnya. Dengan doa dan niat yang tulus dan ikhlas, semoga upayaku kini akan menjadi sesuatu yang terbaik buat keluargaku. Meski aku harus kehilangan seluruh air mataku sekalipun, aku akan tetap memperjuangkan hak mereka, yang telah terampas oleh orang yang benar-benar tak punya rasa dan tujuan yang baik. Aku heran, kemana perginya rasa kasih sayang yang dulu pernah dia tebarkan, yang pernah dia tanamkan dalam keluarga kami? Salahkah jika aku membencinya? Aku sendiri tak tahu. Memang, dia tak akan pernah ada di hatiku lagi. Tapi, dia tetap akan menjadi ayahku untuk selamanya, sampai kapanpun. Karena kolaborasinya dengan mamaku, aku lahir, dan sejarah telah mencatatnya. Sikap semena-menanya yang aku benci. Sangat aku benci. Sikapnya akhir-akhir ini semakin memantapkan hatiku untuk tetap membencinya.
Aku, tak mempersalahkan siapapun di antara kedua orang tuaku, atas kejadian ini. Tapi satu yang pasti, aku harus selalu berusaha agar aku bisa mengayomi mereka yang ada dalam keadaan tertindas, ditinggalkan begitu saja tanpa ada sedikit cinta lagi. Jika telah tiba waktunya nanti, dan apa yang aku upayakan ini tak menemukan hasil, pada akhirnya akan membawaku pada titik kepasrahan yang benar-benar pasrah. Pasrahnya pasrah. Luruhnya luruh. Tapi bukan berarti aku harus putus asa. Hanya mengandalkan kasihNya saja, aku memohon. Aku, wanita yang harus menjadi teladan bagi kedua adikku, dan peredam yang tangguh buat mamaku.
Aku percaya, masa yang indah akan terselami kelak. Bersama saling memberi kasih yang suci dengan niat yang lurus, semoga dapat menjadi nafasku untuk menghadapi segala yang memang harus terjadi. Semoga pula dengan landasan cintaku bagi keluargaku, sedikit demi sedikit dapat menghilangkan rasa benciku padanya. Karena tak ada pepatah di negeri manapun juga, hingga ke ujung dunia sekalipun yang pernah berkata, "kamu adalah bekas anakku..." ataupun sebaliknya.
Bandungku, aku telah memenuhi request temanku. Aku juga akan selalu berdoa buatnya, agar dia selalu kuat dan diberi daya yang cukup, untuk menyelami kejadian ini.
Semoga tulisan yang jauh dari sempurna ini dapat menyemangatinya di dalam setiap pergumulannya. Membuat dia mantap di dalam langkah-langkah kecilnya menuju arah yang positif, lebih baik, dan lebih indah. Amin...
1 komentar:
Amin.... Semoga dengan kejadian ini dia lebih tegar dalam menghadapi segala kehidupan dan cobaan yang datang
Yang terpenting adalah ambil hikmah dari semua kejadian ini, sebagai pelajaran kepada kita.. cinta kepada keluarga haruslah tulus..
Semoga diberikan kekuatan untukmu dalam menghadapi semua masalah-masalah mu..
Posting Komentar